Mohon tunggu...
Suzanna Hadi
Suzanna Hadi Mohon Tunggu... Lainnya - Maarifat

Ibu rumah tangga

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Jalan Jalan Sore

9 Oktober 2021   04:46 Diperbarui: 9 Oktober 2021   04:49 121
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Interkom di mejaku berdering kencang, "pasti Mila" batinku. Ya Mila, sales manager muda yg energik. Promosi menjadi sales manager baru satu bulan di embannya.

Hari ini selesai jam kerja kami memang sudah janjian untuk hangout di cafe di sekitaran jalan Sudirman Thamrin.

Kantor kami berada dlm satu gedung yang sama di sebuah komplek perkantoran di Jakarta Selatan, Mila berada di lantai dua, aku di lantai 3.

Perusahaan tempat Mila dan aku bekerja dimiliki oleh orang sama namun dikelola oleh orang yang berbeda.

Bos Mila ipar dari bosku. Pak Bobby, bos Mila anak dari pemilik kedua perusahaan tempat kami bekerja, sementara bosku Pak Ahmad menantu dari bos besar, begitu kami menyebut Pak Anton pemilik kedua perusahaan.

Pak Ahmad menikah dengan adik Pak Bobby. Jadi tidak heran kalau aku dan Mila bisa berteman begitu dekat karena bos kami masih satu keluarga dan perusahaan sering mengadakan gathering secara bersama baik di kantor maupun di luar kantor atau di luar kota.

Aku angkat tilpun "sebentar, aku sholat ashar dulu" jawabku tanpa memberi kesempatan Mila untuk berkata terlebih dahulu. "Aku tunggu di bawah" pekiknya, "Siiiaaap” jawabku sambil meletakkan gagang tilpon di tempatnya.

Setengah jam kemudian aku sudah meluncur ke bawah ke tempat Mila menunggu di ruang resepsionis.

Di tangga terakhir di lantai satu bu Ina sekretaris Bos besar menegur "mau kemana Sin, buru-buru amat” tanya bu Ina, "hang out sama Mila bu" jawabku, "ikut yuk" lanjutku berbasa basi, "ngeganggu dong saya" jawab bu Ina sambil tersenyum. "Banget” jawabku dalam hati sambil tersenyum membalas senyum manisnya.

Kantor kami berada di gedung dengan 3 lantai. Lantai pertama ada ruang resepsionis dan ruang Pak  si bos besar yang sudah sepuh.

Sulit bagi Pak Anton kalau setiap hari harus naik turun tangga. Karena itu beliau meminta untuk diberi tempat di lantai dasar.

Masing2 bos memiliki seorang sekretaris, tempat duduk kami, para sekretaris lokasinya hampir sama, di samping kiri atau kanan dari pintu masuk ke ruangan para bos.

Selain ibu Ina yg menjadi sekretaris Pak Anton, ada Vivi sekretaris Pak Bobby dan aku, Sinta sekretaris Pak Ahmad.

Sama dalam posisi di kantor tapi nasib kami bertiga berbeda dalam hal jodoh. Bu Ina dan Vivi masing2 berusia 50 dan 32. Mereka berdua sdh memiliki pasangan.

Ibu Ina sudah memiliki cucu remaja, sementara Vivi  memiliki satu anak laki-laki berusia 7 tahun.

Banyak hal yang ingin kami, aku dan Mila cerita kan berdua, lebih tempat ya saling curar. Bukan curhat tentang kerja di kantor masing2 atau tentang urusan kelengkapan dokumen tender produk yang kami jual yang belum lengkap.

Ini urusan yg lebih penting dari itu semua, urusan masa depan kami berdua yang masih belum jelas di usia yang sudah kepala tiga.

Ya, usiaku dan Mila tidak bisa di bilang muda lagi, bulan depan Mila akan ber usia 33 tahun, sementara aku hmmm ... bulan lalu sdh menunjuk di angka 38 usia yg sangat rawan utk mendapatkan pendamping.

"Nongkrong dimana kita Sin, tanya Mila membuyarkan lamunanku, kami sudah berada di dalam mobil dinas baru Mila yang sedang melaju di jalan Sisingamangaraja menuju ke jalan Sudirman.

Sejak di promosikan menjadi Sales Manager, Mila diberi fasilitas seBush mobil utk memperlancar aktifitasnya menemui klien.

"Di Cafe Bude Tati bolehlah" jawabku menyebut cafe milik bude Tati langganan kami yang berada di jalan Cikini Raya.

Lokasinya tidak terlalu jauh dari Taman Ismail Marzuki, selesai ngafe kami bisa langsung nonton film terbaru di TIM kalau mau atau menunpang untuk melaksanakan sholat magrib, begitu rencana yang ada dalam fikiranku.

"Siap bos Santi" jawab Mila ngasal. Aku hanya bisa tersenyum kecut sambil tetap mengarahkan  pandangan ke jalan raya di depan kami.

Sore jumat jalan Thamrin, Sudirman dan sekitarnya memang selalu lebih padat dari hari2 yang lain.

Karyawan kantor bahkan bos2 biasanya tidak kangsung pulang ke rumah selesai bekerja, sambil menunggu jalan sepi mereka termasuk kami berdua menghabiskan waktu dgn hang out bersama teman2,  ada juga yang sengaja bertemu klien atau bahkan kumpul bersama keluarga menikmati akhir pekan dengan bersantap malam pada hari Jumat sore seperti hari ini.

Setengah jam kemudian kami sampai di cafe Bude Tati, begitu nama cafe yang diberikan oleh mbak Tati sebagai pemilik.

Kami mengambil tempat di samping jendela agar mata kami dapat dengan leluasa memandang keramaian orang yang hilir mudik di sore jumat yang cerah sambil menikmati pesanan yang tersedia  meja kami.

Di sebelah cafe mbak Tati terdapat cafe lain yang menyediakan meja dan kursi di luar ruangan, asyik juga sebetulnya tapi kami lebih memilih  untuk duduk di dalam di cafe bude Tati.

Hari sudah menjelang magrib, obrolan yang sudah bermenit-menit itu, tidak menemui jalan keluar seperti yang kami inginkan.

Kami putuskan untuk sholat magrib di TIM sebelum  kemudian mengakhiri hang out malam itu dengan pulang ke rumah masing-masing.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun