Seperti yang kita ketahui, kehidupan remaja adalah hal yang paling diinginkan beberapa besar remaja pada umumnya. Akan tetapi tidak semua remaja bisa menikmati masa remajanya, yang bisa main dengan teman sebayanya. Pola asuh orang tua  dalam keluarga yang terlalu protektif atau yang dikenal otoriter juga tidak semuanya mulus untuk dilakukan dan dirasakan kepada anak remaja. Pola asuh yang ketat ini sering kali melibatkan pembatasan dan pengekangan yang dapat meningkatkan risiko depresi dan stres pada anak remaja.
Salah satu ciri orang tua yang otoriter adalah penetapan aturan yang kaku tanpa adanya kesempatan untuk bernegosiasi, meliputi berbagai aspek seperti kegiatan, pergaulan, dan lainnya. Akibatnya, kebebasan anak menjadi semakin terbatasi. Di samping itu, orang tua yang menerapkan pola asuh ini cenderung memberikan hukuman jika anak tidak mengikuti aturan, yang dapat memicu konflik dalam hubungan mereka.
Ketakutan orang tua menjadi salah satu faktor yang mendorong terjadinya ketidak nyamanan para anak usia remaja tidak bisa menikmati masanya tersebut. Orang tua seringkali merasa khawatir bahwa anak mereka akan terpengaruh oleh lingkungan luar yang buruk, sehingga mereka berusaha untuk lebih mengontrol kehidupan anak. Selain itu, pengalaman pribadi orang tua di masa kecil juga berkontribusi banyak dari mereka menerapkan pola asuh yang serupa dengan yang mereka alami saat tumbuh dewasa.
Di satu sisi, orang tua yang menerapkan aturan ketat mungkin percaya bahwa mereka sedang membantu anak untuk menjadi lebih disiplin dan bertanggung jawab. Namun, tidak semua anak menginginkan perlakuan semacam itu, terutama pada usia  remaja (15-20 tahun) ketika mereka seharusnya menikmati masa muda dan menjelajahi dunia. Pembatasan yang berlebihan dapat menyebabkan anak menjadi lebih memberontak dan melanggar aturan, serta mengurangi rasa tanggung jawab dan keterbukaan mereka terhadap orang tua.
Konflik sering kali terjadi ketika anak berkeinginan untuk menjauh dari orang tua. Kegiatan merantau dapat memicu kekhawatiran yang berlebihan dari orang tua terkait dengan dunia luar. Puncak konflik ini dapat muncul ketika mereka berada di tempat yang berbeda, seperti antara Pulau Sumatra dan Pulau Jawa, di mana komunikasi melalui telepon dapat terputus, sehingga memperburuk hubungan di antara mereka.
Pola asuh yang ketat dari orang tua dapat memberikan dampak negatif terhadap perilaku anak dalam konteks sosial. Pembatasan dalam pergaulan membuat anak merasa terasing dari teman-temannya, mengurangi interaksi sosial, serta meningkatkan rasa kesepian dan kurangnya percaya diri. Ketidakbebasan ini mendorong anak untuk mencari cara-cara untuk mendapatkan kebebasan, yang mungkin bersifat menyimpang, seperti pergi tanpa izin atau menyembunyikan aktivitas sosial dari orang tua.
Oleh karena itu, hubungan antara pola asuh yang ketat dan perilaku anak sangat kompleks dan memerlukan penanganan yang hati-hati untuk mencegah dampak negatif jangka panjang pada perkembangan anak.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H