Oleh : Muhammad Najihun Umam, Salsabila Cahya Sakina, Zahra Aulia Sifana
Kalian ngerasa nggak sih kalau zaman sekarang itu teknologi makin canggih dan bisa ngebuat hidup kita jadi lebih berwarna. Baik cowok maupun cewek punya hak yang sama buat sekolah, ikut andil dalam masyarakat, ngomongin pendapatnya tentang suatu isu, dan masih banyak lagi. Berkembangnya ilmu pengetahuan yang super cepat ini juga ngebuat banyak cabang ilmu bisa dipelajari dengan mudah.
Di Indonesia, pemerintah punya program wajib belajar 12 tahun untuk semua anak bangsa. Dimulai dari Pendidikan Sekolah Dasar (SD) selama 6 tahun, berlanjut ke Sekolah Menengah Pertama (SMP) selama  3 tahun, terus lanjut ke Sekolah Menengah Atas (SMA) selama 3 tahun. Pada saat akhir SMP,  anak-anak bisa  memilih dan menentukan mau lanjut ke SMA yang fokus ke teori, kayak IPA atau IPS, atau masuk SMK yang lebih banyak praktik. Di SMK ini ada jurusan-jurusan seru, misalnya Teknik Komputer dan Jaringan (TKJ), Teknik Kendaraan Ringan Otomotif (TKRO), Administrasi Perkantoran, Agribisnis Pengolahan Hasil Pertanian (APHP) dan masih banyak lagi guys. (Lestari et al., 2024)
Kalau dilihat dari sejarah, cewek itu dulu cuma punya sedikit banget kesempatan buat ngejar apa yang mereka mau. Pandangan kalau cowok yang harus jadi pemimpin udah lama banget jadi stereotip di masyarakat. Ada beberapa masalah dan tantangan untuk mencapai kesetaraan gender itu, misalnya masyarakat itu kurang peduli sama kesetaraan gender, sedikitnya peluang buat cewek untuk ikut andil dalam organisasi masyarakat, dan pemikiran yang suka menganggap cewek itu lemah. Salah satu penyebab utamanya adalah karena pola pengasuhan dan budaya yang nggak efektif. Jadi, bisa disimpulin kalau stereotip ini bikin orang mikir kalau cowok itu lebih kuat dibanding cewek.
Menurut penulis, kesetaraan gender itu kalau dijabarkan berarti berbicara tentang hubungan yang sejajar antara cowok dan cewek, khususnya dalam hal perlakuan, akses, dan kesempatan di berbagai bidang kehidupan. Dr. Niken Savitri, SH MCL, dosen Fakultas Hukum Universitas Katolik Parahyangan (FH Unpar) yang juga anggota asosiasi pengajar hukum dan gender Indonesia, mengatakan kalau kesetaraan gender di dunia pendidikan itu mencerminkan kesetaraan di masyarakat. Semua bidang pendidikan harus dibuka seluas-luasnya, baik buat cewek maupun cowok, tanpa ada batasan apa pun. (Sulistyowati, 2021)
Dulu mah, kita sering denger mitos kalau anak cowok itu harus jago mesin, anak cewek harus jago masak. Tapi sekarang, anggapan kayak gitu udah mulai ketinggalan zaman. Di SMK-SMK sekarang, anak-anak bebas banget milih jurusan sesuai passion-nya masing-masing. Udah gak ada lagi yang namanya jurusan khusus cowok atau cewek. Banyak banget lho, cewek-cewek keren yang sekarang ngebengkel atau ngoding dan bikin robot. Begitu juga cowok-cowok yang jago masak atau desain, siapa pun bisa jadi apa aja yang dia mau gak peduli cewek atau cowok.
Dari pengalaman penulis, contoh nyata kesetaraan gender itu bisa dilihat di program pendidikan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK). Di sini, cowok maupun cewek bebas milih jurusan sesuai passion masing-masing. Stigma masyarakat yang bilang kalau jurusan teknik itu cuma buat cowok sekarang udah mulai sirna. Buktinya, ada kelas teknik di mana 93% siswanya itu cewek, sedangkan cowoknya cuma 7%. Ini menunjukkan kalau siapa pun bisa belajar sesuai minat dan keahlian mereka tanpa harus menganut batasan gender dan juga stigma masyarakat.
Dalam Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) ada program PKL guys, PKL itu salah satu program unggulan di SMK. Lewat program ini siswa diajak langsung buat kenal sama dunia kerja. Waktu penulis melaksanakan PKL, tempat PKL-nya udah nerapin kesetaraan gender selama kegiatan berlangsung. Jadi, baik cowok maupun cewek dapet perlakuan dan tugas yang sama. Karena PKL ini  tahap awal buat siswa kenal budaya kerja dan etos kerja, jadi tugas-tugas yang dikasih juga cenderung ringan. Contohnya, di PT TELKOM Witel Kudus, anak cowok dan cewek di perlakukan sama seperti pada saat PKL biasanya dapet tugas kayak pelatihan instalasi fiber optic dan semacamnya.
Dari hasil penelitian, ternyata cowok lebih unggul dalam pembelajaran praktik dibandingkan cewek. Tapi, cewek biasanya lebih unggul jika dilihat dari peringkat kelasnya. Ini karena nilai akhir diambil dari semua mata pelajaran, baik teori maupun praktik. Hal ini sesuai dengan penelitian dari Asrina & Mustadjar (2018) yang mengatakan kalau bentuk kesetaraan gender yang diterapin itu salah satunya ada di kesetaraan kognitif. Jadi, kompetensi kognitif siswa dinilai dari perilaku di kelas. Di sini, cewek lebih unggul soal ketaatan dan ketekunan dibandingkanin cowok. Selain itu, kesetaraan kognitif juga bisa dilihat dari hasil belajar seperti ranking dan lainnya. (Asrina & Mustadjar dalam Lestari et al., 2024)
Selain soal pendidikan, urusan sosial juga nggak kalah penting, nih. Dari pengalaman, banyak cewek ngerasa kalau pertemanan antara cowok sama cewek itu adem banget dan jarang ada drama. Cowok tuh biasanya lebih ngejaga temen-temen ceweknya, apalagi pas kelompok kerja. Mereka sering banget ngajak diskusi bareng biar kelar. Ditambah lagi cowok juga dikenal punya solidaritas yang tinggi, meskipun pertemanan antara cowok dan cewek aman-aman aja tanpa ribut biasanya sih mereka lebih deket sama yang sejenis aja. Jadi, meskipun akrab tetep ada batasan kalau ngobrol atau berinteraksi sama yang berbeda gender. (Taufik et al., 2022)