Mohon tunggu...
Salma Aulia
Salma Aulia Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Program Studi Jurnalistik Universitas Padjadjaran

"Work hard in silence. Success be your noise"

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Meneropong Prospek Pengganti Kopi Luwak

2 Januari 2023   15:12 Diperbarui: 4 Januari 2023   05:34 681
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Binturong jika dibandingkan dengan luwak, memiliki tubuh dengan ukuran yang lebih besar dan panjang ekornya. Dengan proporsi tubuh yang seperti ini, menjadikan binturong hewan yang lincah melompat dari pohon yang satu ke yang lainnya. Negara-negara di Asia Tenggara yang memiliki populasi Binturong diantaranya adalah Kamboja, Thailand, Malaysia, Brunei Darussalam, Laos, Filipina, Vietnam dan Indonesia yang tersebar di daerah Kalimantan, Jawa, dan Sumatera. 

Melalui Undang-Undang No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, Indonesia memasukkan Binturong sebagai satwa yang dilindungi, bahkan lembaga International Union for Conservation of Nature (IUCN) pun menyatakan Binturong dalam status konservasi rentan (Vulnerable). Binturong juga terdaftar dalam Convention on International Trade in Endangered Species (CITES) Apendiks III, karena dari beberapa riset dan survei, populasi Binturong cenderung alami penurunan.

Kopi Binturong dapat dijadikan sebagai komoditi ekspor yang sangat kompetitif, karena untuk satu (1) kilogram kopi Binturong roasted bean dihargai sebesar 2,3 juta rupiah, sedikit lebih mahal dari kopi luwak yang berharga 2 juta per kilogram. Badan Konservasi Sumber Daya Alam akan mendata dan memeriksa kesehatan Binturong tiap tiga bulan sekali.

Maka dari itu, Balittri menggunakan teknologi yang dapat membudidayakan bakteri, senyawa-senyawa kimia, dan enzim yang terdapat dalam pencernaan binturong untuk dapat menghasilkan kopi Binturong yang ramah lingkungan dan satwa. Sehingga adanya penganiayaan terhadap hewan pun dapat dihindari dan dicegah. 

Terlebih dari hasil fermentasi alami binturong biji kopi yang dapat diolah hanya sekitar 1 kilogram dari 50 liter biji kopi yang disediakan. Jika kopi Luwak dihargai 100 USD per cangkir, maka tidak menutup kemungkinan kopi Binturong akan melebihi harga itu, apalagi jika didukung oleh strategi pemasaran yang masif dan kreatif sehingga kopi Binturong dapat diterima di semua kalangan.

Konsumen kopi internasional memiliki standar yang tinggi juga permintaan pasar yang besar. Hal ini dapat dijadikan sebagai peluang bisnis baru dengan selalu meningkatkan kualitas dan produksi kopi nasional, khususnya kopi Binturong, melalui pendekatan teknologi inovasi fermentasi yang dikembangkan Balittri. Mengenai tuntutan kopi luwak dan Binturong 'bebas sangkar' yang dibuat oleh World Society for the Protection of Animals (WSPA), harus pula dipenuhi oleh para pelaku usaha dan produsen kopi dengan membuktikan adanya sertifikat komitmen terhadap upaya konservasi alam dan satwa di Indonesia.

Semoga kedepannya masalah penganiayaan dan penipuan terhadap branding kopi luwak dapat berkurang dan menemukan jalan keluar yang lebih manusiawi lagi dibanding menyiksa hewan liar untuk keuntungan semata manusia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun