Sebelum itu, perlu dipahami terlebih dahulu bahwa kaya dan miskin itu juga terdapat di dalam mindset seseorang. Masuk ke dalam pembahasan mengapa THR dapat menjadikan seseorang memiliki mental miskin adalah karena beberapa hal, yaitu:
Fenomena Uang Kaget
THR ini bisa digambarkan sebagai uang kaget, dimana ia didapatkan secara cuma-cuma tanpa adanya usaha jerih payah keringat diri sendiri.
Mayoritas orang yang berada di tingkat perekonomian menengah ke bawah setiap mendapatkan uang kaget sebagian besarnya dikeluarkan secara konsumtif karena memiliki insting untuk menghabiskan uang yang didapat. Bahkan uang tersebut digunakan bukan untuk hal-hal yang produktif bahkan menghilangkan eksistensi uangnya itu sendiri.
"Ah, kapan lagi dapet yang segini, jadi lebih baik dihabiskan saja sekarang". Kata mayoritas masyarakat Indonesia yang akhirnya melahirkan sebuah fenomena gaya hidup yang konsumtif.
Padahal sejatinya, orang kaya jika mendapatkan uang kaget akan dipergunakan dan dikelola sebaik mungkin dengan mindset "bagaimana caranya uang tersebut tetap berputar dan menghasilkan lebih banyak lagi".
Pada tahun 2021, terdapat penelitian yang dilakukan oleh Continuum Indonesia dan INDEF, dengan hasil survei big data analytics sebesar 90% uang THR para pekerja Indonesia justru dialokasikan untuk berbelanja, sedangkan sisanya sebesar 6,6% untuk menabung dan investasi. Maka tidak heran lagi jika dilihat dari persentase tersebut bahwa yang THR yang didapatkan habis dalam sekejap.Â
Tendensi sikap konsumtif tersebut bisa berkembang di masyarakat karena didukung oleh pemikiran bahwa saat mendapatkan THR, gaji yang diperoleh menjadi dua kali lipat lebih banyak dibandingkan bulan-bulan sebelumnya. Padahal Peruntukan THR ini berbeda dengan gaji yang harus dibelanjakan secara rutin. Oleh karena itu, mindset sebagian besar masyarakat Indonesia akan THR perlu diubah.
Adanya THR seharusnya tidak menjadikan diri sendiri memiliki kebiasaan untuk menghabiskan secara keseluruhan pada aspek-aspek yang tidak produktif. Lebih baik dana THR tersebut ditabung, diinvestasikan untuk kebutuhan di masa depan. Konsiderasi jangka panjang ini, akan membuat kita dapat mencegah uang THR habis lantaran budaya berbelanja konsumtif.Â
Mindset yang Salah
Maksud dari mindset yang salah di sini adalah ketika seseorang mendapatkan pemasukan yang lebih banyak dari biasanya mereka akan melakukan penghabisan/pengeluaran lebih banyak. Hal ini dinamakan sebagai "lifestyle inflation".Â
Padahal semestinya jika memiliki pemasukan yang lebih banyak, kita perlu berpikir "How to create more from more income" atau bagaimana caranya kita dapat mengelola, memutar, dan menghasilkan yang lebih lagi dari pemasukan yang ada tersebut.Â
Satu hal lainnya yang perlu diperhatikan adalah bahwa THR sebagai uang kaget yang stabil didapatkan tiap tahunnya sehingga munculah habit atau kebiasaan untuk menghabiskan segalanya secara konsumtif.Â
-
Mental Accounting
Ini merupakan salah satu behavioral finance yang cukup unik di dalam masyarakat. Hal ini dapat diilustrasikan sebagai berikut:
Ada dua kantung yang berisi sama-sama 100 ribu rupiah. Uang di kantong kanan merupakan hasil jerih keringat dan susah payah. Sedangkan kantong kiri adalah 100 ribu uang kaget yang didapatkan cuma-cuma. Nah dalam hal ini, mental accounting adalah bagaimana cara seseorang mengubah persepsi kita terhadap uang tergantung dari situasi yang berbeda.Â
Jika kembali pada penggambaran sebelumnya, ketika seseorang tidak melihat uang tersebut didapatkan dengan kerja keras, maka akan dengan mudah untuk dikeluarkan. Mindset inilah yang perlu dipatahkan dengan mulai berpikir bagaimana caranya menghasilkan pemasukan yang lebih lagi dari uang THR tersebut. Jangan terjebak pada pemikiran dan mental orang miskin.Â
Mulailah untuk melakukan budgeting 50% ditabung, 50% sisanya dihabiskan untuk kebutuhan produktif lainnya. Sisihkan, bukan sisakan. Perlakukan uang kaget (THR) tersebut sebagai uang yang dihasilkan dari kerja keras. Dengan hal ini, maka kita akan memiliki insting untuk menaruh uang pada hal-hal yang produktif dibanding menghabiskan untuk hal konsumtif. Bisa jadi uang tersebut dapat digunakan sebagai modal bisnis usaha baru.Â
Semoga tulisan ini dapat menjadi refleksi bagi kita bersama hingga kita tidak terjebak dalam mental seorang pengemis.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H