Pemerintah pun menggadaikan kewibawaannya dalam implementasi kebijakan HET. dalam Permendag 7/2020, gula diatur dengan harga acuan HET sebesar Rp 12.500 per kilogram. Namun realitanya di pasaran bisa mencapai Rp 14.000 per kilogram, bahkan lebih mahal dari itu ditemukan di tempat lainnya. Wibawa yang dimiliki oleh pemerintah telah runtuh karena pencabutan HET minyak goreng kemasan yang membuat ibu rumah tangga menjerit setelah mengetahui meski stok melimpah tetapi harga minyak goreng melambung. Upaya peredaman jeritan rakyat oleh pejabat negara dengan pemberian alternatif cara memasak justru menambah absurd situasi ini, bukan memberi solusi efektif.
Kesedihan yang dirasakan masyarakat akibat banyaknya barang kebutuhan pokok yang naik dapat terobati kemudian hari dengan iming-iming pemerintah izinkan masyarakat mudik Lebaran. Tetapi, mudik pun mengeluarkan biaya yang cukup mahal sebab tarif sejumlah ruas tol pun alami kenaikan sejak akhir Februari. Hal ini sesuai dengan keputusan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR). Namun lagi-lagi dalam hal kenaikan tarif ini hanya mempertimbangkan pengejaran pengembalian investasi sesuai rencana bisnis Badan Usaha Jalan Tol serta penjagaan iklim investasi jalan tol nasional supaya lebih kondusif, dan sebagai peningkatan mutu layanan di jalan tol.
Maka sejauh ini dapat kita lihat bahwa masyarakat pada dasarnya tidak hanya berpuasa menahan lapar dan haus, tetapi juga berpuasa terhadap kenaikan harga kebutuhan pokok. [SA]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H