Mohon tunggu...
Salma Aulia
Salma Aulia Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Program Studi Jurnalistik Universitas Padjadjaran

"Work hard in silence. Success be your noise"

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Antara Euforia Sambut Bulan Ramadhan dan Fenomena Naiknya Harga Kebutuhan Pokok

26 April 2022   16:20 Diperbarui: 26 April 2022   16:24 667
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar sembako di pasar (sumber: Salma Aulia)

Perlu Adanya Keberpihakan

Lebih dari sedekade berlalu, organisasi dunia yang bernama United Nations Development Programme (UNDP) menerbitkan sebuah annual report yang di dalamnya berisi tentang himbauan yang diberikan UNDP pada setiap pemerintahan di negaranya masing-masing untuk dapat mewujudkan keberpihakan pada rakyat dalam membuat sebuah kebijakan pembangunan. Dimana setiap kebijakannya harus disediakan pilihan guna peningkatan nilai atau values yang bermanfaat agar lebih sejahtera lagi kehidupan masyarakatnya. Laporan tersebut terbit di tahun 2010/2011 dengan judul "People-centred Development in Action: Empowered Lives, Resilient Nations". 

Pertumbuhan ekonomi sebuah negara itu sangat penting, dan UNDP menyadari hal itu. Namun hal tersebut hanya dijadikan sekadar sarana untuk perluasan pilihan dalam menciptakan nilai kehidupan warga yang lebih berkualitas, karena pertumbuhan ekonomi bukanlah tujuan dari adanya pembangunan. Dalam menciptakan nilai, hal terpenting adalah membangun individu manusianya supaya dapat menentukan masa depannya dengan pilihan yang terbaik. Hal ini tentu perlu adanya dukungan dari pemerintah dan masyarakat dengan cara terlibat aktif di dalamnya agar perwujudan kesejahteraan dan kualitas hidup berhasil dicapai sebagai ukuran pembangunan. 

Paradigma people centered development ini memperhatikan keseimbangan antara ekologi manusia yang didukung oleh sumber pembangunan utamanya, yakni informasi dan inisiatif kreatif yang tak ada habisnya. Hal ini bertujuan untuk mengembangkan manusia dengan pengaktualisasian optimal potensi manusianya itu sendiri. People centered development ini penting sebagai wadah bagi prakarsa juga keanekaragaman lokal dan menegaskan pentingnya masyarakat lokal yang mandiri. Jika dilihat dari manajemen pembangunannya, birokrasi pemerintah diubah peranannya menjadi aktor yang menciptakan suatu keadaan atau kondisi yang memantik munculnya kemandirian rakyat, dengan arti lainnya yaitu sebagai katalis yang mempercepat proses pembangunan yang berfokus pada kemandirian lokal.

Upaya pengembangan kebijakan perlu difokuskan atau dipusatkan pada individu atau kelompok manusianya sebagai subjek dan sebagai objek penerima dari manfaatnya. Maka dari itu, sikap mengabaikan adanya manusia (masyarakat) dalam membentuk sebuah kebijakan sama dengan pengingkaran nilai luhur kebijakan. Paradigma people centered development perlu diterapkan karena tak hanya bermanfaat tetapi juga turut mendukung pemerintah dalam penguatan resiliensi menghadapi berbagai tantangan. 

Masyarakat ditempatkan sebagai aktor utama yang memiliki kekuatan dalam perencanaan, perumusan, dan pelaksanaan pembangunan yang disesuaikan dengan potensinya masing-masing. Lalu menciptakan keterkaitan yang tepat antara alam dan aspek sosio-ekonomis juga kultur yang melihat masa kini juga masa mendatang. Hal ini tentu dilakukan dengan adanya pendekatan pembangunan desa terpadu dengan menitikberatkan pada multi sektoral. Partisipasinya dilakukan secara lokal dan direncanakan dari bawah. Partisipasi masyarakat perlu ditingkatkan dan dikedepankan dalam pengambilan keputusan adalah reaksi, dimana selama ini masyarakat hanya berpartisipasi pada tahap mobilisasi dan implementasi saja.

Lalu yang dilakukan pemerintah saat ini adalah melihat namun mereka cenderung tak memihak, apakah pemerintah sedang memainkan peran antagonis yang memperlemah negara? Berlakon sebagai antagonis yang berwatak buruk dan dijadikan sebagai antitesis lakon protagonis. Mereka berlakon dengan membuat kebijakan-kebijakan antagonis yang tak bersahabat itu dapat memicu sederet masalah baru yang menjadikan beban hidup masyarakat kian berat.

Misalnya dalam masalah penyesuaian tarif PPN. Hal ini dinilai tidak memihak kepentingan masyarakat, melainkan bertujuan untuk mencapai target penerimaan pajak sektor konsumsi. Pemerintah memiliki kekuatan yang besar dan kuat untuk memungut pajak dari kelompok masyarakat yang berkemampuan konsumsi tinggi. Perubahan kebijakan tarif PPN ini meski dikatakan sebagai pilihan rasional untuk kontribusi pemerintah dalam pemerataan ekonomi, tetapi masyarakat menganggap bahwa hal ini adalah keputusan sepihak yang diputuskan dalam waktu yang tidak tepat yaitu ketika kebutuhan sedang tinggi-tingginya. Sehingga masyarakat memiliki penilaian pada pemerintah bahwa mereka menaruh keberpihakan pada para pengusaha yang mengambil keuntungan pada momen Ramadan dimana konsumsi masyarakat sedang memuncak.

Ego defense mechanism yang dimiliki oleh pemerintah sendiri diperkuat secara komparatif. Dimana telah PPN selama puluhan tahun diterapkan berlaku tarif tunggal sebesar 10 persen. Dibandingkan negara lain, tarif PPN 10 persen tergolong rendah, sehingga kenaikan tarif menjadi 11 persen dianggap wajar. Padahal diksi "wajar" ini bersifat subjektif.

Kenaikan tarif PPN dipertimbangkan dengan maksud untuk memelihara momentum pertumbuhan ekonomi Indonesia, karena di tahun 2021 pertumbuhan ekonomi hanya berkisar pada 3,69 persen sehingga pada tahun 2022  pemerintah ingin mengejar target hingga 5,2 persen. Maka dari itu, kenaikan PPN kembali disebut wajar tanpa memperhatikan dan mengikutsertakan adanya pertimbangan kepentingan bersama.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun