Mohon tunggu...
Muslim Cendekiawan
Muslim Cendekiawan Mohon Tunggu... Lainnya - ASN di Kementerian Keuangan

Saya adalah seorang ASN di Kementerian Keuangan yang sedang menempung tugas belajar tingkat Diploma IV.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Optimalisasi Penerapan Pajak Rokok di Indonesia

17 Mei 2023   21:48 Diperbarui: 17 Mei 2023   21:52 262
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Birokrasi. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 191 Tahun 2022 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 192/PMK.010/2021 tentang Tarif Cukai Hasil Tembakau berupa Sigaret, Cerutu, Rokok Daun atau Klobot, dan Tembakau Iris, terdapat kenaikan tarif CHT sekitar 10 persen atau lebih pada tahun ini dan di tahun 2024 mendatang. 

Sebut saja tarif CHT untuk sigaret putih mesin (SPM) I dan II mengalami kenaikan sebesar 11 sampai dengan 12 persen dan sigaret kretek pangan (SKP) I, II, dan III sebesar 5 persen. Selain itu, tarif CHT untuk sigaret kretek mesin (SKM) I dan II mengalami peningkatan sebesar 11,5 sampai 11,75 persen.

Peningkatan tarif CHT tersebut bertujuan untuk mengendalikan produksi dan konsumsi rokok. Harapan pemerintah dalam hal ini Menteri Keuangan adalah mengurangi keterjangkauan masyarakat dalam membeli rokok. Namun demikian, terdapat efek samping atas kebijakan ini yaitu semakin maraknya produksi dan jual beli rokok ilegal. 

Rokok ilegal adalah rokok yang beredar di masyarakat namun tidak memenuhi kewajiban sebagai barang kena cukai berupa pembayaran cukai yang ditandai dengan pita cukai (DJBC).

Pengawasan terhadap beredarnya rokok-rokok ilegal tersebut cukup sulit karena produksi rokok-rokok ilegal biasanya dalam skala kecil atau rumahan dan penyebarannya secara langsung dari produsen ke penjual, sehingga otoritas yang berwenang belum mampu memberantasnya dengan maksimal. Tidak dapat dipungkiri bahwa terdapat keterbatasan Sumber Daya Manusia (SDM) dalam penanggulangan rokok ilegal ini. Seringkali sidak yang dilakukan merupakan petugas gabungan antara Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP), Tentara Nasional Indonesia (TNI), Kejaksaan Negeri (Kejari) dan/atau DJBC.

Rokok-rokok ilegal tersebut tidak dapat dikenai Pajak Rokok, karena sebagaimana ketentuan yang berlaku Dasar Pengenaan Pajak (DPP) Pajak Rokok adalah cukai rokok. 

Ketiadaan cukai rokok dan Pajak Rokok atas rokok ilegal menciptakan ketimpangan persaingan di industri rokok. Banyak masyarakat yang lebih memilih membeli rokok ilegal karena harganya jauh lebih murah dibandingkan dengan rokok legal. 

Padahal menurut studi yang dilakukan oleh Sihombing dan Arsani (2020), bahwa tingkat penghasilan berpengaruh terhadap konsumsi rokok. Dalam studi tersebut, disimpulkan bahwa semakin rendah tingkat penghasilan maka dapat meningkatkan konsumsi rokok. Bergesernya preferensi perokok ini menyebabkan turunnya penerimaan Pajak Rokok di berbagai Pemerintah Provinsi di Indonesia.

Selain rokok ilegal, tantangan yang perlu dihadapi oleh Pemerintah Provinsi adalah transparansi pengelolaan Pajak Rokok yang wajib dialokasikan paling sedikit 50% untuk mendanai pelayanan kesehatan masyarakat. 

Lebih lanjut lagi dalam Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan mengatur bahwa Pemerintah Provinsi wajib menganggarkan 75% dari 50% tadi untuk dialokasikan ke program Jaminan Kesehatan. Alokasi tersebut langsung dilakukan pemotongan untuk dipindahbukukan ke rekening Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan.

Strategi Optimalisasi

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun