Abstrak
Pesatnya perkembangan dan kemajuan teknologi global merupakan peluang yang harus diambil dalam berbagai tantangan yang dihadapi setiap negara. Salah satunya melalui upaya beradaptasi dengan berbagai teknologi yang diusung Revolusi Industri 4.0 yang dimanfaatkan dalam berbagai sendi kehidupan. Indonesia terus menghadapi berbagai tantangan dengan adanya dampak isu keamanan regional yang salah satu di antaranya terkait sinergitas pengamanan wilayah perbatasan yang belum optimal. Untuk menjawab tantangan tersebut, tulisan ini akan mengulas bagaimana tantangan dan peluang perkembangan teknologi khususnya revolusi industri 4.0 dalam sinergitas pengamanan wilayah perbatasan di Indonesia.
Kata kunci : sinergitas, pengamanan wilayah perbatasan, perkembangan teknologi
Pendahuluan
Menurut Stephen Covey sinergitas dapat dipahami sebagai komunikasi, koordinasi dan kerjasama antar unsur, elemen, instansi atau kementerian/lembaga untuk mendapatkan pencapaian hasil kegiatan yang lebih baik daripada jika dikerjakan sendiri. Setiap kegiatan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara diperlukan sinergitas antara elemen dan unsur-unsur yang ada. Komitmen saling membantu antar instansi ini dalam menciptakan situasi yang kondusif melalui kerja sama, bermitra dan bersinergi dengan semua komponen bangsa lainnya. Setiap elemen, unsur dan instansi tidak dapat sendirian dalam melakukan pekerjaan terhadap jalannya kehidupan kemasyarakatan, melainkan memerlukan sinergitas dengan instansi lain untuk menciptakan situasi kondusif dalam rangka terwujudnya stabilitas keamanan.
Kaitannya dengan stabilitas kemanan, berdasarkan Undang-Undang RI Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI, khususnya pasal 7 diuraikan tugas TNI dalam Operasi Militer Perang (OMP) dan Operasi Militer Selain Perang (OMSP) yang salah satunya adalah tugas mengamankan wilayah perbatasan. Pengamanan wilayah perbatasan itu sendiri adalah segala usaha, pekerjaan, dan tindakan yang dilakukan secara terus menerus, untuk mengamankan, menjaga dari segala ancaman dan gangguan yang dapat mengganggu ataupun membahayakan wilayah perbatasan (Permenhan RI Nomor 4 Tahun 2017). Menurut sumber lain kegiatan pengamanan wilayah perbatasan ini dipahami sebagai segala usaha dan kegiatan untuk menjamin tegaknya kedaulatan wilayah negara di perbatasan darat, laut dan udara dengan negara lain, dari segala bentuk ancaman dan pelanggaran, termasuk kegiatan-kegiatan survei dan pemetaan. (Peraturan Panglima TNI Nomor Perpang/173/XII/2011). Ketiga peraturan perundang-undangan inilah yang dijadikan sebagai dasar dan payung hukum bagi TNI sebagai alat pertahanan negara dalam pelaksanaan pengamanan wilayah perbatasan.
Dalam pelaksanaan pengamanan wilayah perbatasan, TNI selalu berpedoman pada postur kekuatan dan rencana strategis. Pembangunan kekuatan tersebut dapat dilaksanakan dengan pendekatan capability-based planning. Perlu dimahami bersama betapa sulitnya untuk meraih kekuatan pengamanan wilayah perbatasan yang ideal. Namun, TNI tidak akan menyerah dan akan terus berupaya untuk terus mengambil peluang dari teknologi 4.0., agar siap menghadapi berbagai ancaman disruptive. Kemampuan yang harus dimiliki di era disruptive tersebut adalah berupa gabungan dari berbagai unsur teknologi di antaranya: teknologi pengindra (sensor), teknologi pemukul (shooter), dan teknologi pendukung (support). Dengan memiliki ketiga unsur tersebut tentunya belum cukup. Menyikapi perkembangan teknologi, khususnya pada era informasi yang diperlukan sinergitas dan kolaboritas TNI dengan unsur dan instansi lain yang terkait telah berinvestasi pada pengembangan tactical data link untuk mewujudkan sinergi antara sensor, shooter, dan support melalui konsep network-centric.
Namun dalam pelaksanaannya banyak permasalahan dan isu kompleks yang dihadapi sebagai tantangan tersendiri bagi TNI. Permasalahan tersebut pada umunya dilatarbelakangi dengan adanya keterbatasan sumber daya manusia dalam pemanfaatan teknologi yang terus berkembang dihadapkan dengan berbagai isu pelanggaran batas wilayah yang terus berdatangan dari negara tetangga beserta kompleksitas masalah sosio-ekonomi di perbatasan tersebut. Oleh karena itu tulisan ini akan mengulas bagaimana sinergitas antar instansi terkait dalam operasi pengamanan wilayah perbatasan yang terpadu dihadapkan pada tantangan dan peluang pemanfaatan perkembangan teknologi dan informasi yang berlatar belakang revolusi industri 4.0.
Permasalahan dan Isu Pengamanan Wilayah Perbatasan
Luasnya wilayah Indonesia dengan kurang lebih 17,000 pulau dengan Total panjang garis pantai 99.093 km menjadi dasar permasalahan pokok dalam pengamanan wilayah perbatasan. Hal ini dapat dilihat pada kenyataan kondisi medan alam Indonesia sebagai kepulauan yang membutuhkan anggaran dan dana yang tidak sedikit untuk kegiatan pengamanan wilayah khusunya perbatasan baik darat, laut maupun udara dengan negara-negara tetangga. Permasalahan yang dapat ditemui yaitu adanya berbagai keterbatasan personil dan teknologi pada instansi yang terkait dengan pengamanan perbatasan seperti TNI, Pemda, Polri, kementerian/lembaga terkait dan unsur serta elemen masyarakat di wilayah perbatasan. Ketergantungan alat utama sistem persenjataan (alutsista) yang dimilki TNI dengan alat pendukung sensor yang masih didatangkan dari luar negeri juga dianggap sebagai masalah yang berkaitan dengan meningkatnya kebutuhan anggaran perbatasan. Hal ini diperkuat dengan data sebagai berikut : keterbatasan coverage dari 20 radar yang dimiliki TNI (masih banyak blank spot area), dan keterbatasan jumlah alutsista (khususnya pesawat), sehingga kekuatan tidak bisa digelar secara proporsional sehingga mengakibatkan kemampuan patroli udara dan penindakan terhadap pelanggaran wilayah udara menjadi sangat terbatas. Kompleksitas dan koneksitas sistem komunikasi yang masih sangat minim serta belum terintegrasinya sistem data nasional menjadi kendala dalam upaya sinergitas dan kolaboritas instansi terkait dalam mengamankan perbatasan wilayah Indonesia. Sehingga perlunya real time big data resources dari field utama dalam sistem komando hingga unit kecil. Selain itu juga perlu adanya antisipasi terhadap alutsista negara tetangga yang jauh lebih berteknologi tinggi yang berbasis intelgensia buatan.
Selain berbagai permasalahan yang diuraikan di atas, juga diikuti dengan berbagai isu pengamanan wilayah perbatasan yang meliputi : 1) pelanggaran wilayah darat, laut dan udara; 2) pelanggaran izin masuk/tinggal; 3) penyelundupan barang (smuggling); 4) perdagangan manusia (human trafficking); 5) pencurian SDA hayati dan non hayati; 6) penyelundupan Narkoba; 7) penyelundupan satwa liar, hewan langka dan tanaman; 8) terorisme, perompakan, pembajakan; dan 9) masalah Sosio-ekonomi dan nasionalisme di antaranya penggunaan dua mata uang negara dan identitas kewarganegaraan ganda. Isu pelanggaran wilayah perbatasan didukung dengan adanya data pelanggaran khususnya perbatasan wilayah udara sebagai berikut : Pertama, ratusan pelanggaran di bekas Military Training Area (MTA-2) di wilayah barat Indonesia, di mana pada tahun 2017 ada 5 pelanggaran, tahun 2018 terdapat 163 pelanggaran, tahun 2019 sebanyak 265 pelanggaran dan pada tahun 2020 (s.d. 29 Maret 2020) memiliki 453 pelanggaran; Kedua, adanya ribuan pelanggaran udara di wilayah Papua yang disebabkan banyaknya airstrip yang tidak termonitor. Total airstrip di Papua sebanyak 362. Sekitar 200 diantaranya, belum mendapatkan penjagaan/ pengawasan dari pihak berwenang. Pada tahun 2019 tercatat sebanyak 11.795 non- scheduled flight dan tahun 2020 (s.d. 31 Maret 2020) tercatat sebanyak 3.282 non-scheduled flight; dan Ketiga, penerbangan tanpa dokumen lengkap (security/flight clearance). Contoh tiga yang terakhir di tahun 2020 : pada 27 Februari 2020, pesawat sipil milik Amerika, Gulfstream 550 dengan callsign N999HZ, rute: Jepang-Seletar, tanpa flight clearance melintas wilayah Indonesia (Natuna), mengaku mendapat izin dari Singapura; kemudian pada 28 Februari 2020, pesawat sipil milik Amerika, Boeing 777-200 dengan callsign N749BC, rute: Singapura-Arizona, tanpa flight clearance melintas wilayah Indonesia (Natuna); dan 1 Maret 2020, pesawat militer asing milik Amerika Seikat, C-135, rute: Kadena-Doha, tanpa flight clearance melintas wilayah Indonesia (Natuna).
Dasar Hukum Pengamanan Wilayah Perbatasan
Tugas TNI dilaksanakan melalui OMP dan OMSP, salah satunya yaitu mengamankan wilayah perbatasan yang berdasarkan Undang-Undang RI Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI khususnya pasal 7. Dalam pasal tersebut dapat diuraikan bahwa pengamanan wilayah perbatasan (Pamwiltas) dibagi menjadi tiga bagian yaitu : 1) Pamwiltas darat terhadap tiga negara tetangga (Malaysia di Kalimantan, Papua Nugini di Papua dan Timor Leste di NTT); 2) Pamwiltas laut terhadap 10 negara diantaranya Australia, Filipina, India, Malaysia, Papua Nugini, Palau, Thailand, Timor Leste, Singapura dan Vietnam; 3) Pamwil Udara di FIR (Flight Information Region) dengan Singapura dan Lintas Udara dengan Malaysia atas wilayah Kepulauan Natuna; dan 4) Pamwil 24 PPKT (Pulau-Pulau Kecil Terluar).
Dasar tersebut diturunkan dan diuraikan secara detail dalam Peraturan Menteri Pertahanan (Permenhan RI) No 4 Tahun 2017 Tentang Pengerahan TNI dalam Pengamanan Perbatasan, khususnya Pasal 18 yang menjelaskan wewenang Panglima TNI dalam pengamanan wilayah perbatasan, debagai berikut : 1) merumuskan dan menetapkan kebijakan operasional pengamanan wilayah perbatasan; 2) menyusun aturan pelibatan TNI sebagai pedoman operasional prajurit di lapangan; dan 3) merencanakan, menyiapkan, melaksanakan, dan mengevaluasi pelaksanaan penggunaan kekuatan pasukan pengamanan wilayah perbatasan. Kemudian lebih lanjut dalam Pasal 14 diatur mengenai pengerahan TNI dalam Pengamanan Wilayah Perbatasan dalam bentuk Satgas dan dilaksanakan sepanjang tahun, yang secara rinci pada Pasal 15 menguraikan penjelasan penambahan, pergeseran pos perbatasan dan pengerahan TNI dalam Pengamanan Wilayah Perbatasan berdasarkan pertimbangan taktis dan Strategis.
Dalam Undang-Undang RI Nomor 43 Tahun 2008 Tentang Wilayah Negara khususnya pasal 9 dan pasal 10 diatur mengenai kewenangan pemerintah dan pemerintah daerah mengatur pengelolaan dan pemanfaatan Wilayah Negara dan Kawasan Perbatasan. Dalam pengelolaan Wilayah Negara dan Kawasan Perbatasan, pemerintah berwenang : 1) menetapkan kebijakan pengelolaan dan pemanfaatan Wilayah Negara dan Kawasan Perbatasan; 2) mengadakan perundingan dengan negara lain mengenai penetapan Batas Wilayah Negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan hukum internasional; 3) membangun atau membuat tanda Batas Wilayah Negara; 4) melakukan pendataan dan pemberian nama pulau dan kepulauan serta unsur geografis lainnya; 5) memberikan izin kepada penerbangan internasional untuk melintasi wilayah udara teritorial pada jalur yang telah ditentukan dalam peraturan perundang-undangan; 6) memberikan izin lintas damai kepada kapal-kapal asing untuk melintasi laut teritorial dan perairan kepulauan pada jalur yang telah ditentukan dalam peraturan perundang-undangan; 7) melaksanakan pengawasan di zona tambahan yang diperlukan untuk mencegah pelanggaran dan menghukum pelanggar peraturan perundang-undangan di bidang bea cukai, fiskal, imigrasi, atau saniter di dalam Wilayah Negara atau laut teritorial; 8) menetapkan wilayah udara yang dilarang dilintasi oleh penerbangan internasional untuk pertahanan dan keamanan; 9) membuat dan memperbarui peta Wilayah Negara dan menyampaikannya kepada Dewan Perwakilan Rakyat sekurang-kurangnya setiap 5 (lima) tahun sekali; dan 10) menjaga keutuhan, kedaulatan, dan keamanan Wilayah Negara serta Kawasan Perbatasan.
Kebijakan Pemerintah Dalam Pengamanan Wilayah Perbatasan
Berdasarkan payung hukum tentang pengamanan wilayah perbatasan yang diraikan sebelumnya, dalam rangka mengatasi berbagai permasalahan dan isu pengamanan perbatasan, pemerintah mengeluarkan kebijakan yang diatur dalam Permenhan RI Nomor 13 Tahun 2014 diantaranya sebagai berikut : Pertama, menjaga kedaulatan dan keutuhan wilayah perbatasan melalui kegiatan 1) patroli keamanan, pemetaan topografi wilayah darat serta melaksanakan pembinaan teritorial; 2) patroli keamanan wilayah laut yurisdiksi nasional, pemetaan dan pemberdayaan wilayah laut; 3) patroli keamanan udara, pengamatan dan pengintaian udara serta pemberdayaan wilayah pertahanan udara; dan 4) pengembangangan dan peningkatan kemampuan intelijen secara terintegrasi; Kedua, mencegah pelanggaran wilayah perbatasan melalui : 1) patroli keamanan darat, laut dan udara sepanjang garis batas dan pintu masuk wilayah NKRI; 2) kerjasama operasi pengamanan perbatasan dan bidang intelijen antar instansi terkait; 3) kerjasam dan koordinasi serta sinergitas Kementerian/Lembaga dan elemen masyarakat serta diplomasi kawasan perbatasan; 4) pengintegrasian sistem kontrol dan pengawasan ruang udara dan sistem koordinasi radar sipil-militer;dan 5) pengintegrasian kemampuan intelijen TNI dengan kementerian/lembaga terkait;
Ketiga, mencegah penyelundupan dan pencurian Sumber Daya Alam (SDA) melalui : 1) kerjasama dan koordinasi kementerian/lembaga di pos Pamtas dan PLBN (Pos Lintas Batas Negara); 2) pengembangan sistem informasi intelijen dengan kementerian/lembaga terkait; dan 3) patroli keamanan dan pengintaian darat, laut dan udara di wilayah yurisdiksi nasional; Keempat, melaksanakan pemberdayaan wilayah pertahanan di perbatasan melalui : 1) operasi bakti dan karya bakti TNI dengan kementerian/lembaga dan masyarakat perbatasan; 2) pembinaan teritorial di wilayah perbatasan darat; 3) pembinaan potensi maritim di wilayah pesisir dan wilayah laut; dan 4) pembinaan potensi dirgantara di wilayah perbatasan; Kelima; menggelar kekuatan operasi TNI di wilayah perbatasan meliputi Operasi pengamanan perbatasan darat, laut dan operasi pengamanan 24 PPKT; Kelima, meningkatkan hubungan diplomasi militer melalui latihan militer bersama negara tetangga, patroli terkoordinasi, kunjungan pejabat militer dan port visit; dan Keenam, pengelolaan perbatasan dengan supervisi BNPP melalui perundingan batas wilayah negara, pemberdayaan masyarakat wilayah perbatasan dan pembangunan wilayah perbatasan.
Optimalisasi Pemanfaatan Teknologi Dalam Sinergitas Pengamanan Wilayah Perbatasan
Selain kebijakan pemerintah di atas, dalam menjawab tantangan perkembangan teknologi yang secara khusus berbasis revolusi industri generasi 4.0, maka pemerintah dan kementerian/lembaga terkait khususnya TNI saat ini memanfaatkan peluang melalui teknologi dalam rangka mendukung pengamanan wilayah perbatasan. Pemanfaatan teknologi ini diharapkan dapat meminimalisir berbagai permasalahan dan isu yang berkaitan dengan perbatasan wilayah dengan negara tetangga. Namun kenyataannya penggunaan teknologi yang ada saat ini masih belum optimal dan selaras dengan kemajuan teknologi secara global yang pesat. Kondisi saat ini, khususnya TNI dalam pemanfaatan teknologi untuk pengamanan wilayah perbatasan baik pada level strategis sampai pada level taktis masih menggunakan teknologi Satelit Inderaja, teknologi Foto Udara, teknologi UAV/drone, teknologi Chip Patok Perbatasan dan teknologi survaillance (CCTV).
Pemanfaatan teknologi ini dalam pengaplikasiannya di lapangan, TNI tentunya bersinergi dengan kementerian/lembaga terkait. Sebagai contoh satelit inderaja, TNI melalui Direktorat Topografi ketiga angkatan berkoordinasi dan bersinergi dengan Lapan (Lembaga Penerbangan Antariksa Nasional) dalam interpretasi citra wilayah perbatasan. Contoh lain juga dapat dilihat pada sinergitas antara TNI AU dengan BIG (Badan Informasi Geospasial) melaui kegiatan pemanfaatan foto udara dengan menggunakan pesawat Casa 212 TNI AU untuk mengupdate situasi wilayah perbatasan terkini melalui hasil foto udara. Penggunaan drone/UAV melalui sinergitas Dinas Topografi TNI AU dengan BIG dan perusahaan Surta lainnya dalam memonitoring realtime kondisi wilayah perbatasan. Pemanfaatan Radar sipil-militer yang saling berkoordinasi antara Kohanudnas dengan AirNav Indonesia dalam memantau lalu lintas udara dan Lasa-X di wilayah yuridiksi udara Indonesia, sebagai upaya untuk mencegah adanya penerbangan baik sipil maupun militer yang ilegal dalam menjaga perbatasan wilayah udara. Upaya lain juga melalui penggunaan CCTV dan Chip Patok perbatasan wilayah darat untuk memantau aktivitas dan kegiatan manusia/warga yang melintas perbatasan khususnya wilayah darat dan pergeseran patok perbatasan darat.
Upaya melalui pemanfaatan teknologi tersebut dalam kenyataannya masih belum optimal dalam memberikan solusi untuk mengurangi permasalahan dan dampak dari isu di wilayah perbatasan. Oleh karena itu perlu menjadi perhatian pemerintah khususnya dalam optimalisasi sinergitas antara instansi terkait perbatasan wilayah. Hal ini dapat ditempuh melalui optimalisasi pengamanan perbatasan dengan C4ISR (Command, Control, Communications, Computers, Intelligence, Surveillance and Reconnaissance) atau dalam istilah militer Indonesia menggunakan K4IPP (Komando, Kontrol, Komunikasi, Komputer, Intelijen, Pengamatan, Pengintaian).Kegiatan K4IPP ini melalui kegiatan network connectivity dalam pengambilan keputusan, shared information dalam memberikan informasi dan situasi terkini, dan fused intelligence untuk mendata karakteristik target dan sasaran yang berkaitan dengan kegiatan ilegal di wilayah perbatasan. Selain itu juga diharapkan kegiatan K4IPP ini memiliki konsep konfigurasi yang terdiri dari berbagai layer seperti sensor layer, info C3 layer dan effector layer. Konfigurasi ini melibatkan berbagai alat teknologi informasi yang dioperasikan oleh berbagai instansi. Sehingga dalam hal ini diperlukan adanya sinergitas antara instansi, kementerian.lembaga terkait wilayah perbatasan.
Upaya lain yang dapat ditempuh yaitu melalui sinergitas operasi pengamanan perbatasan. Dalam Peraturan Presiden Nomor 12 tahun 2010 tentang BNPP yang salah satu pasalnya mengatur tentang susunan keanggotaan BNPP terdiri atas para Menteri Koordinator sebagai pengarah, Menteri Dalam Negeri sebagai Kepala BNPP dengan anggota : Menteri Luar Negeri, Menteri Pertahanan, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, Menteri Keuangan, Menteri Pekerjaan Umum, Menteri Perhubungan, Menteri Kehutanan, Menteri Kelautan dan Perikanan, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, Menteri Pembangunan Daerah Tertinggal, Panglima Tentara Nasional Indonesia, Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia, Kepala Badan Intelijen Negara, Kepala Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional, dan Gubernur Provinsi terkait. Tentu dalam upaya ini diperlukan koordinasi, komunikasi dan kerjasama yang terjalin baik, melekat dan terus menerus sehingga tercapainya pengamanan wilayah perbatasan yang efektif dan efisien. Selain itu juga, perlu adanya sistem pengamanan perbatasan yang terpadu melalui optimalisasi institusi pengamanan Custom, Immigration and Quarrantine (CIQ) pada Pos Lintas Batas Negara (PLBN). Upaya ini melalui sinergitas antara Ditjen Imigrasi Kemenkumham, Ditjen Bea & Cukai Kemenkeu dengan TNI-Polri.
Berbagai upaya lainnya dalam pemberdayaan SDM untuk meningkatkan pemanfaatan teknologi perbatasan yang mana saat ini sudah ada sistem radar karya anak bangsa dalam pengamanan wilayah perbatasan dengan Teknologi Informasi yaitu Circularly Polarization Synthetic Aperture Radar (CP-SAR). CP-SAR ini sebagai hasil riset ilmuwan Indonesia Prof. Josaphat Tetuko Sri Sumantyo, Ph.D. yang cukup membanggakan dunia perkembangan dan kemajuan teknologi di Indonesia. Alat ini dipasang pada pesawat TNI jenis cassa atau Boeing yang berguna dalam perekaman, pengamatan dan pengintaian melalui udara terhadap gambaran situasi terkini di wilayah perbatasan, yang terkoneksi dengan microsatellite polarisasi melingkar. Teknologi ini sangat unggul karena dapat mengatasi penetrasi awan, akbut dan asap, dapat digunakan pada pemrotetan malam hari dan memberikan informasi detail dan akurat pergerakan obyek di perbatasan. Upaya lain yang memperkuat pemanfaatan teknologi seperti pembangunan Tactical Data-Link Nasional, rencana pembelian alutsista berkemampuan AEW&C sebagai platform C2BM di udara, upaya melindungi jaringan melalui Satuan Siber (Satsiber) untuk pengamanan data dan jaringan, serta pembentukan Satuan Perang Elektronika (Satpernika), untuk melindungi kemampuan elektronika kawan atau mengecoh dan melumpuhkan kemampuan elektronika lawan. Perkembangan teknologi dalam tataran global dan munculnya berbagai kreatifitas dan ide yang merupakan karya anak bangsa dapat dijadikan sebagai semacam penyemangat bagi pemerintah Indonesia untuk lebih memperhatikan kemandirian dalam pemnfaatan teknologi untuk peningkatan sinergitas pengamanan wilayah perbatasan.
Kesimpulan
Setiap elemen, unsur dan instansi tidak dapat sendirian dalam melakukan pekerjaan terhadap jalannya kehidupan kemasyarakatan, melainkan memerlukan sinergitas dengan instansi lain untuk menciptakan situasi kondusif dalam rangka terwujudnya stabilitas keamanan. Dalam pelaksanaan pengamanan wilayah perbatasan, diperlukan adanya sinergitas berbagai instansi kementerian/lembaga yang terkait dan selalu berpedoman pada postur kekuatan dan rencana strategis. Pembangunan kekuatan tersebut dilaksanakan dengan pendekatan capability-based planning. Namun dalam pelaksanaannya banyak permasalahan dan isu kompleks yang dihadapi sebagai tantangan tersendiri bagi TNI. Permasalahan tersebut pada umunya dilatarbelakangi dengan adanya keterbatasan sumber daya manusia dalam pemanfaatan teknologi yang terus berkembang dihadapkan dengan berbagai isu pelanggaran batas wilayah yang terus berdatangan dari negara tetangga beserta kompleksitas masalah sosio-ekonomi di perbatasan tersebut.
Berdasarkan hukum perundang-undangan tentang pengamanan wilayah perbatasan dalam rangka mengatasi berbagai permasalahan dan isu pengamanan perbatasan, pemerintah mengeluarkan berbagai kebijakan yang diatur dalam Permenhan RI Nomor 13 Tahun 2014 yang intinya berupaya untuk meningkatkan pengelolaan perbatasan dengan supervisi BNPP melalui perundingan batas wilayah negara, pemberdayaan masyarakat wilayah perbatasan dan pembangunan wilayah perbatasan, menjaga kedaulatan dan keutuhan wilayah perbatasan, mencegah pelanggaran wilayah perbatasan, mencegah penyelundupan dan pencurian Sumber Daya Alam, melaksanakan pemberdayaan wilayah pertahanan di perbatasan dan menggelar kekuatan operasi TNI di wilayah perbatasan serta meningkatkan hubungan diplomasi militer melalui latihan militer bersama negara tetangga.
Perkembangan teknologi telah membawa konsekuensi terhadap pengamanan wilayah perbatasan. Hal ini tidak terlepas dari adopsi berbagai teknologi dan penemuan baru dalam yang bertujuan untuk memperkuat sistem pengamanan wilayah perbatasan yang tersinergi dan terkolaborasi.. Bagi Indonesia, ini merupakan sebuah tantangan sekaligus peluang bagi pemanfaatan teknologi tersebut pada sinergitas pengamanan wilayah perbatasan yang saat ini dimiliki. Upaya melalui pemanfaatan teknologi tersebut dalam kenyataannya masih belum optimal dalam memberikan solusi untuk mengurangi permasalahan dan dampak dari isu di wilayah perbatasan. Oleh karena itu perlu menjadi perhatian pemerintah khususnya dalam optimalisasi sinergitas antara instansi terkait perbatasan wilayah. Selain itu juga perlunya pemberdayaan SDM untuk meningkatkan pemanfaatan teknologi perbatasan yang mana saat ini sudah ada sistem radar karya anak bangsa dalam pengamanan wilayah perbatasan dengan Teknologi Informasi yaitu Circularly Polarization Synthetic Aperture Radar (CP-SAR). Perkembangan teknologi dalam tataran global dan munculnya berbagai kreatifitas dan ide yang merupakan karya anak bangsa dapat dijadikan sebagai semacam penyemangat bagi pemerintah Indonesia untuk lebih memperhatikan kemandirian dalam pemnfaatan teknologi untuk peningkatan sinergitas pengamanan wilayah perbatasan.
DAFTAR PUSTAKA
Buku
Sumantyo, Josaphat Tetuko Sri, Prof. Ph.D. 2019. “Pengamanan Wilayah Perbatasan dengan Teknologi Informasi : Synthetic Aperture Radar (SAR) untuk Pengawasan Perbatasan”. Josaphat Microwave Remote Sensing Laboratory (JMRSL) Center for Environmental Remote Sensing, 1-33, Yayoi-cho, Inage-ku, Chiba-shi 263-8522 Japan.
Jurnal
Rachmat, Angga Nurdin. 2014. “Tantangan dan Peluang Perkembangan Teknologi Pertahanan Global Bagi Pembangunan Kekuatan Pertahanan Indonesia”, Universitas Jenderal Ahmad Yani, Cimahi.
Muradi. 2015. “Pengelolaan Pengamanan Perbatasan Indonesia”, Jurnal Ilmu Pemerintahan Cosmogov Vol. 1 No. 1
Website
“Sinergitas Jadi Kunci Pengamanan Wilayah Perbatasan NKRI”. 2019. BNN, https://bnn.go.id/sinergitas-jadi-kunci-pengamanan-wilayah-perbatasan-nkri.
“Pelanggaran Kedaulatan Di Wilayah Udara Negara Indonesia Oleh Pesawat Udara Asing”. Maret 2017. Research Gate, https://www.researchgate.net/publication/336670195
Peraturan Perundang-Undangan
Undang-Undang RI Nomor 34 Tahun 2004 Tentang TNI (Tentara Nasional Indonesia)
Undang-Undang RI Nomor 43 Tahun 2008 Tentang Wilayah Negara
Peraturan Presiden RI Nomor 12 Tahun 2010 tentang BNPP (Badan Nasional Pengelolaan Perbatasan)
Peraturan Menteri Pertahanan Nomor 13 Tahun 2014 tentang Kebijakan Pengamanan Wilayah Perbatasan
Peraturan Menteri Pertahanan Nomor 4 Tahun 2017 tentang Pengerahan TNI dalam Pengamanan Wilayah Perbatasan
Peraturan Panglima TNI Nomor Perpang/173/XII/2011 Pengamanan Wilayah Perbatasan
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H