Mohon tunggu...
SLAM Indonesia
SLAM Indonesia Mohon Tunggu... Penulis - Media Anak Muda

SLAM kepanjangan dari Suara Laras Anak Muda. Membawa suara dan narasi skena-skena anak muda di Indonesia dan cerita sejarah republik. Melalui medium tulisan dan audio (podcast). Dengan harapan melahirkan 'ruang diskusi' untuk anak muda. Kunjungi podcast kami di Spotify (SLAM Indonesia) spotify:show:2umh8SLetO9aUtkGIfKFGL

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Belajar Meneliti dan Melebur dengan Masyarakat dari Perspektif Etnomusikolog Rijal Tanmenan

28 Februari 2019   20:09 Diperbarui: 28 Februari 2019   20:15 52
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Sebenarnya, tanpa akademik, semua orang adalah observer atau peneliti. Tinggal kitanya mau gerak nggak sih.", Uda Rijal, Etnomusikolog.

Kami memanggilnya dengan awalan Uda. Uda Rijal seorang Etnomusikolog berasal dari Sumatera Barat. Teringat waktu itu pertama kali bertemu di Padang bulan Maret 2018. Atas rekomendasi kerabat.

Setiap bertemu, kopi menjadi awalannya. Sehingga cair pula obrolannya.

Sesempatnya berkunjung ke Jakarta, kami menemuinya. Mengobrol mengenai beliau sebagai Etnomusikolog dan pendekatan penelitian yang pernah ia lakukan. Sampai pada bagaimana cara melebur ke dalam suatu masyarakat.

Uda, boleh perkenalan diri ke podcast perdana kita, SLAM Indonesia?

Nama saya, Rijal Tanmenan, yang bergerak di bidang seni. Yang orang bilang Etnomusikologi. Basisnya di Sumatera Barat.

Kita sebenarnya cukup awam terhadap Etnomusikologi. Apa bisa diceritakan lebih lengkap?

Etnomusikologi itu anak cabang dari disiplin ilmu etnologi, etnografi, antropologi, dan musikologi. Jadi sederhananya, Etnomusikologi itu disiplin ilmu keseimbangan antara musik dan budaya. Kalau kita mau masuk ke dalam budaya, data yang kita olah itu antara musik dan budayanya. Musik kan cabang seni juga, sebenernya seninya. Kalo etnomusikologi yang diangkat pengkajian dalam musik itu sendiri dari musik itu sendiri. Analisia musik pada setiap budaya.

Jadi cerita dibalik seni musik dalam budaya itu sendiri ya?

Etnomusikologi ini kan jadi samar di masyarakat. Ini kan studi musik tradisi, daerah. Sejatinya, etnomusikologi itu adalah studi musik dari budaya tertentu. Jadi yang diteliti musik bangsa, bukan musik etnis, bukan musik tradisi, bukan musik daerah, bukan musik bangsa. Sebagai contoh, bangsa Melayu kayak gimana. Melayu kan sangat luas. Berarti kita berurusan dengan antropologi, etnografi tertentu. Jadi etnomusikologi susahnya disitu.

Jadi prosesnya sangat panjang. Bahwa dalam satu bangsa, ada musik tertentu. Ditelaah sebagai seorang antropolog.

Karena di sana ada teknik insider outsider ya. Di dalam observasi. Cuman kan itu di era 40an 60an ya. Tokoh-tokohnya kan ada Alan K. Yang muda dari eranya tadi Susan Kleiner. Dan masih banyak lagi. Cuman kan yang jadi catatan zaman sekarang kan, sebuah bangsa atau budaya, mengalami perkembangan dan evolusi. Kayaknya kita bisa tutup Alan, Susan dan tokoh tokoh lain. Karena budaya kita bergerak cepat. Nah jadi kita harus melupakan semua teknik itu. Kalau aku sih kayak gitu. Ngejalanin sebuah pendekatan ke masyarakat harus berbaur.

Kita tidak bisa serta merta, ya tau ya, masyarakat kita kalau kita sedang penelitian kan, itu susah ngedapetin data, semua jadi fake. Nah mending kita copot semua atribut itu semua. Sejauh ini pengalamanku seperti itu.

Berdasarkan pengalaman yang sudah-sudah, pendekatannya seperti apa ketika meneliti suatu daerah?

Sewaktu aku masih kuliah. Studinya aku kan ada dua etnis. Pertama ada etnis Bali. Aku tertarik dengan dunia perkusi. Aku suka dengan jenis perkusi, namanya Bale Ganjur. Kalau diteliti dari peran, fungsi, kedudukan, sudah banyak banget. Terus kedua, etnisnya yang suka aku teliti waktu itu, Minangkabau, Sumatera Barat. Terkhusus untuk jenis perkusinya. Talempong.

Talempong ini banyak banget. Aku pilih Talempong Pacik. Nah untuk peran, fungsi, kedudukan sudah banyak studinya. Zaman sekarang menurutku peran fungsi bukan lagi spotnya. Jadi aku capturenya, sebuah bangsa, sebuah etnis, sebuah musik bangsa, yang selera sekarang gitu.

Pada masa aku kuliah itu. Aku kekurangan dana untuk pengajuan observasi lapangan. Itu menuntutku memilih cara yang sederhana. Kalau ke Bali banyak modal. Kalau Minangkabau kan aku orang sana. Jadi langsung selo gitu.

Jadi Uda awal sebelum penerjunan dan pendekatan penelitian?

Untuk Bale Ganjur, jenis perkusi Bali, itu ketertarikan aku terhadap bunyi-bunyian mereka. Aku dengar denger dari referensi audio. Aku merasa itu unik ya. Kenapa itu namanya Bale Ganjur, kenapa ini ada namanya Gamelan Gong gede. Kenapa musiknya begini. Awalnya begitu sebelum penelitian ya. Aku coba cari dan capture hal lain dari itu.

Ketertarikan itu sampai aku studi ke Karangasem. Dari situ liat, aku berubah lagi. Makanya aku tidak pernah kunci sebuah data. Buka lagi, jadi mengalir. Waktu aku turun di sana. Sebenarnya ketertarikan itu menuntut kita untuk kreatif menentukan metode apa.

Jadi setiap metode beda-beda?

Nggak bisa kita satu metode kita samain. Pukul rata. Begitu juga dengan musik Talempong (Sumatera Barat). Karena aku orang sana kan sedikit mengenal budaya sana, bagaimana karakter masyarakat di sana, bagaimana yang ada di sana. Aku coba studi juga bagaimana hasil penelitian si A si B.

Sebenarnya ke Minangkabau itu, mungkin karena itu waktunya. Karena aku nggak bisa masuk ke Bali. Kondisional.

Gini aku suka dengan antropologi, sosiologi, filsafat, baik estetikanya, artistiknya, baik dari kompositoris dan lain-lain. Tapi sederhananya, ketertarikan ku di luar musik dengan ilmu-ilmu falsafah membentuk diriku untuk berpikir ulang dengan apa yang ada.

Ini aku dongeng dikit ya.

Kalau dulu orang berperilaku sesuatu, sehingga yang lain mengikuti. Perlahan jumlahnya makin banyak, menjadilah sebuah yang orang bilang tradisi. Tradisi itu kan bentuk yang tercipta dari perilaku yang menjalankannya. Singkatnya, perilaku membuat bentuk. Laku membuat bentuk.

Ketika aku melakukan penelitian, lepas dari akademik, hingga sampai sekarang, growing up dong pemikiranku. Kalau dulu orang bilang, "Laku membuat bentuk". Nah sekarang aku, "Bentuk membuat laku". Kayak sekarang nih Sosial Media, pas kita melihat seorang artis, kan merubah laku kita. Kita jadi fans. Mengikuti dia. Nah, kekuatan bentuk sampai merubah laku. Ini aku sadari sepenuhnya. Jadi ketika turun ke masyarakat, aku melepas semua perilaku dan atribut sepenuhnya.

Jadi aku masuk dalam bentuk atribut masyarakat kayak gimana. Udah, kayak gelas kosong. Melebur aja dulu. Nanti akan diisi. Itu akan mengendap gitu lho. Meresap dan serapannya akan kita dijadikan titik. Mau capture apa nih.

Sampailah pertanyaan, Talempong arus tuntutan akademik, sehingga baru boleh meneliti?

Sebenarnya, tanpa akademik, semua orang adalah observer, insider, peneliti. Tinggal kitanya mau gerak nggak sih. Dan aku memang melakukan itu. Dari tujuh belas tahun yang lalu. Kalau berkesenian sadarnya dua puluh empat tahun lalu. Dan mengambil sikap sebagai peneliti atau observernya ya tujuh belas tahun yang lalu.

Ngumpulin data dulu. Baca-baca. Udah ada endapan. Baru terjun ke lapangan. Dicopot semua atribut. Nanti akan jadi percikan, ini buku yang kamu baca, pas lihat ke masyarakat, "Ini fakta yang unik, tapi kok enggak ya?". Mengambil ininya kan susah ya.

Apakah Uda sampai ikut terlibat sebagai pemain Talempong Pacik bersama warga?

Iya. Aku juga ikut main. Aku diajarin. Bagaimana mengenal dan menyetem. Tapi nggak terlalu jauh sampai membuat Talempong. Tapi aku tau organology akustiknya kayak gimana, bahan apa yang buat mencetak. Emang harus into deep sih.

Tapi setelah penelitian itu, Uda masih bermain sampai saat ini?

Iya masih. Sampai saat ini Aku masih main. Bisa dilihat di kanal Youtube Tanmenan Merekam atau di Instagram Rijal Tanmenan. Waktu itu aku main di launching buku, di bukuku berjudul Dialektika Talempong Pacik.

SEBUAH CATATAN SLAM INDONESIA PODCAST. 2019.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun