Lalu belum sampai lima menit euphoria itu sirna. Indonesia mendapat tendangan bebas. Dari sisi kanan. Hampir dekat dengan garis pinggir. Tak jauh juga dengan kotak pinalti.Â
Punggawa muda, Luthfi Kamal dipercaya mengambil tendangan bebasnya. Ia bersiap. Peluit wasit dibunyikan. Tak lama ia melepaskan bolanya. Sudah ditunggu oleh rekan-rekannya juga di kota pinalti.
Gol lagi. Teriak komentator. Kali ini Osvaldo Haay. Pemain nomor 10 punggawa muda. Badannya tak terlalu tinggi, namun ia berani melompat. Menanduknya ke sisi kanan penjaga gawang Thailand muda. Sulit dijangkau. Karena tandukannya tidak diduga akan bersarang lagi ke gawangnya. Umpan cantik juga darii Luthfi Kamal. Indonesia berbalik unggul. Menang dan menjadi juara Aff u-22. Prestasi!
Kehormatan Indonesia kembali lagi. Jika Bung Hatta masih ada, ia mungkin akan lebih detail lagi menganalisis pertandingan timnas. Beliau begitu sangat mencintai sepakbola. Katanya, pemuda Nusantara mengerti betul bahwa kehormatan sebagai bangsa bukan cuma urusan perang senjata, melainkan juga sepak bola. Bung Hatta melanjutkan, sepakbola dianggap sebagai wadah kesatuan untuk menegakkan martabat bangsa. Sepak bola tidak hanya menjadi hobi, tetapi juga sebagai prestasi.
Terimakasih, Bung Hatta. Ternyata kita memiliki kesamaan. Sama-sama mencintai sepakbola dan juga Indonesia.
Salam,
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H