Mohon tunggu...
Pangeran Kebahagiaan
Pangeran Kebahagiaan Mohon Tunggu... karyawan swasta -

saya suka kopi

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Apa Maumu, Bermain dengan Hatiku

7 Desember 2013   22:04 Diperbarui: 24 Juni 2015   04:12 60
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Kau beri harapan untuk kau remukkan, berulangkali.



Sepenggal lirik dari band asal Jogja The Rain terngiang di telingaku kembali. Entah kenapa lagu ini sering muncul di benakku, apalagi saat aku tiba-tiba mengingat Wanti. Perlahan-lahan aku sandarkan badanku di dinding kamarku, berharap kamu ada di sini? Itu sama saja berharap pada angin lalu.



Aku lempar Ipod ku ke samping ranjangku, sekarang aku bingung. Haruskah aku kirim pesan lewat Whatsapp lagi untuk membuat janji bertemu denganmu? Aku hela napas, dan jemariku mengetik pelan di layar Samsung ini.



“Nanti malam aku ke kos ya”.



Tak sampai 10 menit, balasan muncul di layar handphoneku.



Aku sodorkan jaket warna merah yang sudah kusiapkan dari rumah saat kamu menghampiriku di jalan depan kos. Agak jauh memang aku menunggu dari kos mu, karena kamu tidak enak dengan teman-temanmu jika pergi denganku, kamu takut ada yang melaporkan ke pacarmu. Pelan motorku menyusuri jalanan Jogja, kamu di belakang memelukku sambil bercerita tentang kegiatanmu di tempat kerjamu tadi. Sesekali aku menjawab dan bertanya, dan kau tertawa saat aku bicarakan candaan gombal, tentunya sambil menepuk-nepuk punggungku.



Kami makan di restoran waralaba sushi terkenal, agak mahal memang. Selain karena dekat dengan kos, makan di sini juga aman. Makan di tempat mahal tidak akan membuat kita bertemu teman-temanmu. Wanti sibuk membolak balik buku menu, sementara aku sudah memesan unagi. Unagi adalah masakan belut. Menu kesukaanku di restoran ini. Sementara kamu bingung mau pesan apa karena tidak suka sushi, es krim  matcha greentea yang kamu pesan.



Aku masih memainkan gelas ocha ini, teh hijau yang rasanya tawar. Wanti masih menikmati es krim dengan mata berbinar-binar.  Takut gendut karena makan es krim katamu. Sumpah aku benar-benar jatuh cinta dengan gadis ini. Sambil memandangi wajahnya yang manis, aku genggam tangannya, dia memandangku sekilas sambil mengelus pipiku.



Kau cerita tentang rindu rumah, ingin pulang ke Jawa Tengah, kau cerita tentang pacarmu yang otoriter, kau cerita tentang masakan tengkleng yang entah kenapa kemarin malam tiba-tiba kamu sangat ingin. Ya ini aku, selalu ada di sisimu dalam suka dukamu, saat kamu menangis, saat kamu tersenyum. Aku yang selalu setia menjaga kamu.



Apa maumu, bermain dengan hatiku? Kau beri harapan untuk kau remukkan berulangkali.



Lagu itu lagi, mengalun pelan di sudut kamar dari Winamp di notebook milikku. Sambil kuberbaring di kamar memandang fotomu di dompetku. Aku ketik pesan melalui Whatsapp.



Selamat tidur. Terimakasih buat hari ini.





Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun