Mohon tunggu...
Slamet Samsoerizal
Slamet Samsoerizal Mohon Tunggu... Penulis - Fiksi dan Nonfiksi

Penggagas SEGI (SElalu berbaGI) melalui tulisan.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Kampanye Pilpres di Kampus dengan Makalah, Harus Ditradisikan!

1 September 2022   12:10 Diperbarui: 1 September 2022   12:24 175
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kampanye Pilpres (pemilihan/pilihan presiden) di kampus setuju?  Tanpa toleh kanan kiri, saya langsung menyatakan setuju. Maaf,  bukan berarti saya abai terhadap undang-undang Pemilu, kebijakan Bawaslu atau KPU dalam hal ini.

Tiga alasan perlu saya kemukakan. Pertama, sebagai kampus sebagai pusat peradaban sah saja dimasuki siapa pun yang mengusung pemikiran demi kemajuan negara.

Kedua, kampus sebagai pusat ngelmu yang menghasilkan pakar, utamanya mahasiswa mesti banyak belajar tidak melulu dari buku tetapi juga praktisi. Ketiga, forum yang dikemas dalam rangka menggagas Indonesia ke depan tidak keliru jika dimulai dari kampus.

Menggagas Program

Substansi dari kampanye Pilpres adalah jualan program dari sang kandidat kepada khalayak. Oleh karena banyak program yang mau dipasarkan, maka saat di kampus bisa saja hanya menjual ide tentang peta jalan pendidikan Indonesia 5 tahun yang akan datang.

Melalui jualan tersebut, kandidat yang memang memiliki jejak rekam bermutu daripada warga +62 kebanyakan, sebaiknya menuliskan dalam bentuk kertas kerja atau makalah. Jarang terjadi kan?

Salah satu budaya narasumber atau tamu kampus saat akan melaksanakan perkuliahan umum, misalnya,   membagikan materi dalam bentuk makalah. Padahal, tulisan adalah dokumen bersejarah yang tak lekang oleh waktu.

Menulis dan tulisan adalah budaya akademis. Semua ide dapat dituangkan secara tertib dan sistematik, justru lewat tulisan yang ilmiah. Makalah, cuma salah satu contoh kecil.

Saya bisa mengatakan bahwa tradisi "membawakan" makalah bagi dosen tamu yang diundang ke perguruan tinggi jarang terjadi.  Apalagi, jika yang diundang adalah pejabat legislatif dan eksekutif.  

Topik yang disajikan memang aktual. Akan tetapi, yang disampaikan hanya orasi lisan tentang topik aktual tersebut, yang memakan waktu dari awal hingga akhir acara.

Diskusi, cuma mendapatkan jatah satu persen. Selebihnya, kuliah umum cuma menguap. Maka, kemasan mewajibkan siapa pun narasumber atau dosen tamu yang akan memberikan sesuatu kepada kampus hendaknya wajib menulis makalah.

Menggagas program kampanye pilpres lewat makalah, jauh lebih tertata dan terukur. Bahkan dapat dikatakan, tak ada yang terlewat malah dari ide yang disampaikan sang kandidat.

Alangkah eloknya lagi, makalah tersebut dibagikan minimal satu hari sebelum kampanye pilpres. Peserta yang hadir yakni mahasiswa saat kampanye tersebut, tentu sudah membaca dan mampu memberikan sebuah dialog atau diskusi yang pasti lebih seru dan menarik.

Senyampang perhelatan ini belum dilaksanakan, sila tim sukses kandidat Presiden untuk menyiapkan model kampus ini. Hal yang diharapkan kandidat bisa diperoleh.

Pertama, program yang dikampanyekan di kampus tepat sasaran. Kedua, pendidikan politik bagi kampus pun dapat tercipta secara ilmiah.  

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun