Saya selalu salut dan menaruh hormat kepada siapa pun yang hidupnya tertata. Tipe ini bahkan mengatur saat usia berapa ia harus menikah. Dengan calon istri mana kelak pilihannya akan ditentukan.
Bahkan ia mencanangkan, bahwa istrinya haruslah wanitakarier. Usia berapa mereka memiliki keturunan. Memilih asuransi pendidikan mana kelak buat anaknya menempuh pendidikan, ia sudah pastikan.
Bekerja sebagai Aparatur Sipil Negara atau ASN, swasta atau malah memilih mandiri. Ia pun sudah menggemborkan keinginan tersebut, kepada siapa pun. Pokoknya, hidupnya berkonsep. Â Sedemikian tertatanya, sehingga hidupnya makmur. Â
Saat pensiun atau purnabakti pun, salut saya semakin bertambah. Anak-anaknya  sukses. Artinya dari segi pendidikan maupun status sosial. Si sulung jadi pengusaha dan kedua adiknya berprofesi dokter spesialis jantung dan kandungan.
Menurut kabar, ia bahkan memiliki pondok pesantren dan yayasan yatim piatu di kota asalnya. Simpulan saya, dia tipe manusia berkah.
 Satu teman lagi, hidupnya alamiah. Bahkan saat pensiun, ia hanya menjalani kehidupan wajarnya. Tidak bekerja lagi. Ia menikmati dana pensiun sebagai tabungan miliknya -- yang dipaksa melalui KPN tiap bulan, saat ia masih aktif sebagai ASN atau Pegawai Negeri Sipil (PNS).
Ia tidak memiliki aset semisal punya sawah berhektar-hektar. Punya usaha entah kuliner atau rental speda sekali pun. Riwayat tentang rekening khusus selain dana pensiun, tak terdengar.
Dua anaknya sukses. Itu tidak saja dari sisi pendidikan. Akan tetapi, dari strata sosial. Â Sulung berprofesi sebagai jurnalis.Si Bungsu, jadi dosen.
Dana tabungan? Boro-boro. Sebagai PNS golongan III dan hidup di kota besar, mana sempat mampir itu uang yang didapat dari gaji?
Dana darurat? Asuransi? Wah-wah, otaknya nggak nyampe kesana. Sisa gaji bersih sampai rumah hanya Rp1 juta. Hah kok bisa?