dokpri
Â
Pengetahuan yang kita dapatkan bersumber dari langit dan bumi. Itu semua karunia. Anugerah tak terperi yang diberikan Allah kepada mahluk-Nya. Itu sebabnya, apa pun yang kita miliki semestinya dibagikan dengan ikhlas.
Bisa jadi yang kita bagikan, cuma secuil informasi. Bisa jadi yang dibagikan lewat saluran lisan. Bisa pula lewat tulisan. Â Tentu informasi yang dibagikan yang bernilai guna.
Bernilai guna, berarti bukan hoaks. Dengan informasi yang kita sampaikan, pendengar atau pembaca tambah tercerahkan wawasannya. Nalarnya semakin terasah.
Informasi yang disampaikan pun bisa berupa apa saja. Anda mampu menyampaikan berisi ilmu pengetahuan? Boleh, kok. Informasi yang disampaikan berupa puisi dan prosa? Juga tak keliru.
Dalam perkembangan terkini, ilmu pengetahuan disampaikan melalui riset atau penelitian dan disebarluaskan melalui media jurnal ilmiah. Akan tetapi, menyadari terbatasnya media ini, sebagian ilmuwan menyadari pentingnya menggandeng awak media massa daring (online).
Secara masif, melalui laman situs para akademisi disajikan sejumlah riset, temuan, dan peneitian, serta kajian dengan  gaya populer. Ada yang mengistilahkan melalui situsnya dengan moto "disiplin ilmu, gaya jurnalistik."
Ihwal kutip-mengutip, kopasus atau kopi paste ubah sedikit dari sumber ilmu pengetahuan sebagaimana disebutkan, sah-sah saja jika akan diambil sebagai penyebarluasan ilmu. Asalkan patuh dengan kesantunan keilmiahan.
Kesantunan yang dimaksud adalah jika mengutip ide atau karya orang lain, ya menyebutkan sumbernya. Dilarang mendaku, bahwa ide tersebut adalah karyanya. Sehingga tak ada satu pihak pun yang menuding bahwa artikel Anda bernilai plagiat.
"Tak ada yang baru di kolong langit" demikian seorang filsuf  menyatakan. Apabila dikaitkan dengan ayat-ayat suci, kita semakin cengo. Sebab, memang apa yang diaku ilmuwan adalah temuannya sebenarnya sudah tersedia oleh alam.