Tak keliru, apabila Relawan diberikan lahan semisal kolomkhusus oleh kompasiana.com untuk saling berdebat secara tertulis. Selain keeleganan Relawan akan kentara, juga mereka pun perlu membudayakan berliterasi.
Dalam kaitan ini Relawan yang mendukung atau menolak gagasan atau calon pemimpin yang mereka bahas, merupakan polemik cantik yang tidak sekadar gaduh di jalan-jalan raya. Namun, menjadi ingar-bingar dalam polemik asyik para intelektual.
Berkaca pada sejarah, bangsa ini pernah diwarisi polemik tentang kebudayaan yang dihelat oleh para tokoh sekelas Sutan Takdir Alisjahbana, Sanoesi Pane, dan Poerbatjaraka.
Sebagaimana diketahui, Polemik Kebudayaan adalah momen pergulatan pemikiran di kalangan budayawan Indonesia pada 1930-an. Polemik seputar apakah zaman Indonesia modern pada awal Abad ke-20 merupakan kelanjutan zaman sebelumnya ataukah justru sama sekali baru.
Bagian ini diisi dengan perang pena antara Sutan Takdir Alisjahbana, Sanusi Pane, dan Poerbatjaraka. Poerbatjaraka ikut menanggapi tulisan Sutan Takdir Alisjahbana. Guru Besar UI dan UGM itu memandang bahwa Indonesia modern adalah sambungan dari zaman-zaman sebelumnya. Dia juga menolak pandangan bahwa Indonesia harus berkiblat ke Barat.
Polemik atau perdebatan mereka dan tokoh-tokoh budayawan lainnya secara tertulis dikumpulkan oleh Achdiat Karta Mihardja dan dijadikan buku berjudul Polemik Kebudayaan yang diterbitkan oleh Balai Pustaka pada 1948.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H