Mohon tunggu...
Slamet Arsa Wijaya
Slamet Arsa Wijaya Mohon Tunggu... Guru - Tak neko-neko dan semangat. Sangat menyukai puisi dan karya sastra lainnya. Kegiatan lain membaca dan menulis, nonton wayang kulit, main gamelan dan menyukai tembang-tembang tradisi, khususnya tembang Jawa.

Sedang berlatih mengaplikasikan kebenaran yang benar, ingin lepas juga dari ketergantungan kamuflase dan kecantikan berlipstik yang mendominasi di lingkungan kita. Sisi lainnya, ingin jadi diri sendiri dan wajib mencintai tanah air sepenuh hati dan jiwa.

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Jejak Jiwa Separuh Cinta

10 November 2020   05:57 Diperbarui: 10 November 2020   06:19 49
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tak menyangka mawar yang merona di sudut langit terjatuh di atas gelombang. Walau berupaya mendayung tuk raih kembali, tetap menjadi mutiara jiwa. Kau dalam tenggelam.

Pesonamu pecah bersama buih-buih menjadi kristal selembut uap. Dalam doa, kau membentuk embun. Jadi masih ada asa bersamamu menyentuh wajah.

Andai kebencian yang mengiris-iris kalbu dan dendam jadi bara api, mustahil ada sisa-sisa doa. Karena harapan tlah habis.

Di batin ini nihil prasangka, kanvas masih putih tanpa coretan noda, apalagi nista. Sejatinya tangan ini dengan kuas-kuas halus akan mewarnai indah kanvas kehidupan cinta.

Padahal kau tak singkat menatap fajar yang bercerita tentang pagi. Sepertiku jua tak lekas puas pandangi cahayamu di antara kesejukkan berbungkus asri kedamaian.

Kau jadi kejora di dada, dan aku matahari mengawal siang. Petang hingga senja kita tetap bergandeng tangan. Pikirku di tiap relung terbagi cahaya. Ternyata banyak rongga masih kegelapan.

Alasan beda budaya tak sanggup seberangi karena debur dabar gelombangnya. Kenapa kau tanyakan saat langkah sudah di tengah jalan. Bukankah perbedaan dalam lingkaran cinta menjadi keindahan nyata.

Akhirnya air mata pun tak mampu membasuh keruh pikiranmu yang berkalung prasangka kecurangan. Lepaslah pertalian bukan lagi abstrak. Selamat berpisah Trump!.

*****

Bekasi, 10/11/2020

#esawe.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun