Mohon tunggu...
Slamet Arsa Wijaya
Slamet Arsa Wijaya Mohon Tunggu... Guru - Tak neko-neko dan semangat. Sangat menyukai puisi dan karya sastra lainnya. Kegiatan lain membaca dan menulis, nonton wayang kulit, main gamelan dan menyukai tembang-tembang tradisi, khususnya tembang Jawa.

Sedang berlatih mengaplikasikan kebenaran yang benar, ingin lepas juga dari ketergantungan kamuflase dan kecantikan berlipstik yang mendominasi di lingkungan kita. Sisi lainnya, ingin jadi diri sendiri dan wajib mencintai tanah air sepenuh hati dan jiwa.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Balada Pisang Goreng Jelang Senja

8 November 2020   14:07 Diperbarui: 8 November 2020   16:39 230
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kartinah janda ayu bertubuh sintal selalu menjadi incaran pria. Tidak hanya duda dan bujang kasep, brondong pun tak ketinggalan. Keramahannya makin membuat lelaki betah ngariung di rumahnya. Tidak ada muansa saling cemburu dan persaingan dalam cinta. Sebab, tuan rumah sudah proklamasi tidak akan membuka pintu hati untuk hubungan dua hati. Yang dibuka adalah hubungan persahabatan dan peseduluran. Hal itu memang pintunya di buka lebar-lebar.

Wajar keakraban mereka lebih erat melebihi saudara. Mereka saling memberi uang pada Kartinah, tetapi bukan maksud menyuap hatinya agar luluh dalam budi. Sebaliknya bagi Kartinah uang itu tidak dimakan sendiri. Ia semata hanya ingin terus memupuk persaudaraan saja. Kegagalan berjodoh dengan San Bagong makin membuatnya selektif memilih lelaki.

Katanya mantan suaminya itu wakatknya tidak seperti Bagong dalam pewayangan yang selalu menyenangkan dan bijaksana. Menyayangi kepada siapa pun dan rajin menasehati orang, tetapi tanpa lupa bercermin diri. Artinya, Bagong tanpa San itu berani menasehati orang lain karena selalu berupaya jujur dan blak-blakan. Tidak menutup-nutupi kesalahan yang diperbuatnya. Sehingga berpikir sekali apa resiko dan dampaknya jika akan melakukan sesuatu. Kalau ada informasi sesuatu yang belum jelas juga tak langsung larut dan hanyut, apalagi sampai lupa kendali. Tetapi ditelaah dulu, takut ibarat angin yang datang itu meski awalnya terasa segar kuatir berujung menjadi badai.

Oya Bagong tanpa San, begitu Kartinah sering untuk membedakan nama Bagong wayang dengan eks suaminya. Bagong wayang itu periang dan lucu. Tak lekas marah, apalagi pemarah jelas bukan. Sebaliknya sering membuat orang yang diajak bicara atau saat di forum tak jarang membuat terpingkal-pingkal, karena celetuk-celetukannya lucu. "Bagong gitu lho emang begitu menggemaskan. Meski bodi atau postur tak mendukung pasaran tetapi hatinya bagai samudera sabar dan pemaaf," kagumnya.

Makanya lima tahun lalu saat usianya masih 18 tahun dan baru mengumpulkan tiga ijazah di tambah satu ijazah Paud. Ia ingin menggenapkan menjadi lima dengan ijab sah. Ya Kartinah begitu luluh hatinya, begitu ada pemuda bernama Bagong naksir padanya langsung kepincut. Mungkinkah terbius filosofi Bagong yang sering ia saksikan saat Ki Kartaji, bapaknya mendalang. Entahlah.

Kartinah dihatinya juga menghubung-hubungkan calon suaminya yang namanya ada kata San di depan kata Bagong, jadi lengkapnya menjadi "San Bagong" san itu dianalogikan sebagai hasil bunyi tulisan Sun dalam bahasa Inggris yang artinya matahari. Matahari ia artikan kompleks dengan arti positif yang bagus-bagus. Ya pemimpin yang wibawa, ya tegas, ya bijaksana, ya tabah, ya pemurah, ya lembut bagai pagi yang sejuk. Dalam mendung pun ia memberikan pelangi indah.    

Uhh, ternyata suaminya sosok yang tidak sama sekali melekat pada tokoh penokawan di wayang itu. Lima tahun hidup bersamanya sedikit mendapat surga dan yang lebar nerakanya. Ya pokoknya Kartinah merasa Bagong miliknya beda 180 derajat dari Bagong bapaknya yang menggemaskan itu. Bagong yang bersamanya tidak berbagi nafas segar, tidak bijaksana, tidak menyayangi. Selalu menasehati tetapi kalau dinasehati balik malah marah. Pokoknya cermin yang dibikin retak, bukan pribadinya yang harus dipermak. Karena perilakunya yang buruk dan perbuatan keliruan yang dibilas, dengan permintaan maaf agar kembali membaik.

Parenting - Dream.co.id
Parenting - Dream.co.id
Suaminya tidak jujur dan selalu menutupi perbuatanya yang menyimpang. Suka menggampangkan permasalahan dan menyepelekan orang lain, terutama pada istrnya. Sering cepat terbakar kalau dengar kabar, meski kabar itu disampaikan angin. Ia pun menjadi sumber badai karena berkolusi dengan angin-angin berkabar yang tak tentu arahnya. Bagongnya tidak membuat riang, tidak pernah melucu tetapi mecucu alias sukanya marah-marah dengan muka monyong. Semua itu masih membuat Kartinah sabar. Nasehat bapak dan simboknya dicerna, bahwa perjalanan hidup rumah tangga tidak selalu mulus. Penuh rintangan dan juga badai, maka tetap harus dihadapi.

Tetapi kesabaran bagai tersentak petir dan jauh melesat ke langit tujuh, saat kampaknya San Bagong dikeluarkan akan membelah hatinya. Tak sudi di madu begitu prinsipnya. Soal perbuatan dosa lain masih dimaklum bahkan dimaafkan. Tetapi kalau sudah urusan kesetiaan dan pecah komitmen, remuk katresnan pun rela baginya. Kartinah kadang terngiang tembang jawa yang dinyanyikan bapaknya saat pentas dalam adegan gandrung. ..."timbang diwayu lewih becik dadi randa selawase (katanya dari pada dimadu lebih baik jadi janda selamanya). Duh benarkan?

Entahlah, janda 23 tahun beranak satu cowok semata wayang ,umur 4 tahun diasuh suaminya. Dia relakan, tak mau seperti artis suka ribut merebutkan anak. Prinsipnya, sampai kapan pun anak yang dilahirkannya itu akan ingat ibunya dan suatu saat akan mencari ibunya. Ia yakin tak bakalan dilupakan anaknya, sebab dia tak dilahirkan oleh bonggol pisang. "Santai aja bro, momong awak lagi, jodoh takkan kemana," begitu hibur batinnya.

Dia kembali ke rumah orang tuanya yang juga membutuhkan kehadiranya sebagai anak bontot dari tiga bersaudara. Orang tuanya yang buka rumah makan, jujur dengan kehadirannya bisa mendongkrak omset warungnya. Jika Kartinah ikut menjaga warung tambah laris. Walau begitu, Waryanti ibunya tak pernah memaksa untuk membantu melayani di warung.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun