Mohon tunggu...
Slamet Arsa Wijaya
Slamet Arsa Wijaya Mohon Tunggu... Guru - Tak neko-neko dan semangat. Sangat menyukai puisi dan karya sastra lainnya. Kegiatan lain membaca dan menulis, nonton wayang kulit, main gamelan dan menyukai tembang-tembang tradisi, khususnya tembang Jawa.

Sedang berlatih mengaplikasikan kebenaran yang benar, ingin lepas juga dari ketergantungan kamuflase dan kecantikan berlipstik yang mendominasi di lingkungan kita. Sisi lainnya, ingin jadi diri sendiri dan wajib mencintai tanah air sepenuh hati dan jiwa.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

HWN Momentum Wayang sebagai Tontonan dan Tuntunan, Pepadi tetap Gelar Festival

7 November 2020   10:48 Diperbarui: 7 November 2020   12:06 233
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sekali lagi di tangan Kondang Sutrisno pula Marakaz Square dijadikan Alun-alun pementasan HWN maupun pementasan reguler. Mengingat Pepadi selalu mengadakan pentas wayang kulit sebulan dua kali. Penontonya selalu membanjir. Soal penuh sesaknya penonton, sudah dikenal sebagai rekor dari seluruh pemantasan wayang di wilayah Jabodetabek, sehingga banyak dalang ingin pentas di tempat yang sudah diklaim sebagai "Istananya" pentas wayang kulit.

Di bawah kepemimpinan Pak Kondang Sutrisno pula diwadahi seluruh jumlah komunitas pendemen wayang  dinana pun berada. Menurut pengusaha sukses itu, dalam pentas wayang kulit itu sukses karena ke tiga unsur saling sinergi. Bila ketiganya menjadi mata rantai, maka pertunjukan wayang kulit selalu sukses. Sebab kata dia, ada penanggap dan ada dalang, tapi tanpa penonton, pertunjukan akan gagal alias sepi. Demikian ada dalang dan penonton yang jutaan jumlahnya, tetapi tidak ada yang nanggap apalah artinya pertunjukan wayang kulit. Demikian  ada penganggap dan ada penonton tetapi tidak ada dalang tetap tidak ada kesenian wayang dipentaskan.

Untuk itulah kini, ketiga unsur tersebut menjadi anggota Pepadi. Masih kata Pak Kondang, soal wayang juga akan lestari, dengan indikator, banyak dalang bocah dan remaja terus bermunculan. Begitupun penonton wayang kulit, sekarang didominasi oleh penonton kalangan muda. Bahkan diakui, kini sangat anyak dalang yang terampil dan lincah melakonkan karakter tokoh wayang dengan ekspresinya sangat variatif dan inovatif.

Dok: Bolo Seno
Dok: Bolo Seno
Sebenarnya ada nilai apakah di dalam wayang itu sendiri, kok begitu menjadi magnet bagi penggemarnya. Ternyata banyak studi yang telah dilakukanpenelitihan  tentang apa dan bagaimana wayang kulit dengan keberadaannya di Indonesia ini. Tidak lain, bagi orang Jawa memperayai malam pertunjukan wayang menjadi malam yang sakral.

Tidak lain, dalam peristiwa penting itu digunakan untuk memohon anugerah dari Tuhan Penguasa Alam Semesta, agar hajatan besar yang dilaksanakan dapat berjalan dengan selamat. Selain itu, wayang juga sebagai sumber nilai dan jati diri bangsa. Kepada generasi milenial diharapkan wayang menjadi fondasi dari produk seni kreatif yang digandrungi.

Asal Usul Wayang

Wayang sudah diketahui sebagai salah satu puncak seni budaya bangsa Indonesia yang paling menonjol, dari banyak karya budaya lainnya. Dalam kesenian wayang ada seni peran, seni suara, seni musik, seni tutur, seni sastra, seni lukis, seni pahat, dan juga seni perlambang. Budaya wayang pun diyakini akan terus berkembang dari zaman ke zaman. Wayang kulit juga berfungsi  sebagai media penerangan, dakwah, pendidikan, hiburan, pemahaman filsafat dan hiburan.

Sesuai hasil penelitian para ahli sejarah kebudayaan, wayang merupakan budaya asli Indonesia. Terutama di Pulau Jawa. Tak dipungkiri wayang sudah ada sejak berabad-abad silan sebelum agama Hindu masuk ke Jawa. Meskipun cerita wayang yang populer di masyarakat kini, adalah hasil adaptasi karya sastra India, yakni Ramayana dan Mahabarata. Selanjutnya, induk cerita di pewayangan sudah banyak mengalami pengubahan dan penambahan yang disesuaikan dengan falsafah asli Indonesia.

Terkait konsep filsafat yang menyangkut pada pandangan masyarakat Jawa, terhadap keberadaan para dewa dalam pewayangan. Dimana dalam pewayangan para dewa itu bukan lagi menjadi sesuatu yang bebas dari salah, tetapi juga seperti makhluk Tuhan lainnya. Tak jarang dewa bertindak keliru, dan khilaf. Demikian hadirnya tokoh panakawan sengaja diciptakan para budayawan, khususnya budayawan Jawa. Tidak lain untuk memperkuat konsep filsafat, bahwa di dunia ini tidak ada makhluk yang benar-benar baik, atau benar-benar jahat. Setiap makhluk selalu menyandang unsur kebaikan dan kejahatan.

Dok: Bolo Seno
Dok: Bolo Seno
Tentu saja wayang kulit merupakan pertunjukan asli Jawa. Pendapat ini bukan asal klaim tetapi merupakan hasil penelitian yang seksama. Tepatnya ahli sejarah kebudayaan Belanda Dr. GA.J. Hazeau, dalam disertasi berjudul Bijdrage tot de Kennis van het Javaansche Tooneel (1897), wayang kulit adalah walulang inukir (kulit yang diukir) dan dilihat bayangannya pada kelir. Tepatnya, wayang yang dimaksud adalah Wayang Kulit seperti yang kita kenal saat ini.

Kemudian wayang dari kaca mata pemerintah setelah mengakui keberadaan wayang kulit secara legalitas, menurut Menko PMK Muhadjir Effendi, wayang merupakan salah satu pilar utama seni budaya bangsa Indonesia yang Adi Luhung. Sebab, dalam wayang mengandung pelajaran, fatwah, dan simbol-simbol yang menjadi nilai hidup dan moral bangsa Indonesia, terutama masyarakat Jawa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun