Mohon tunggu...
Slamet Arsa Wijaya
Slamet Arsa Wijaya Mohon Tunggu... Guru - Tak neko-neko dan semangat. Sangat menyukai puisi dan karya sastra lainnya. Kegiatan lain membaca dan menulis, nonton wayang kulit, main gamelan dan menyukai tembang-tembang tradisi, khususnya tembang Jawa.

Sedang berlatih mengaplikasikan kebenaran yang benar, ingin lepas juga dari ketergantungan kamuflase dan kecantikan berlipstik yang mendominasi di lingkungan kita. Sisi lainnya, ingin jadi diri sendiri dan wajib mencintai tanah air sepenuh hati dan jiwa.

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Santapan Rohani Sehatkan Nurani Bukan Malah Berpenyakit

21 Oktober 2020   06:18 Diperbarui: 21 Oktober 2020   13:36 91
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagi yang sehat mata sudah lama kita sama-sama melihat liku-liku jalan ini. Mengerti, kesuksesan bukan hadiah dan pemberian laksana hujan jatuh dari langit. Tapi hasil perjuangan keras oleh panas dengan peluhnya. Guyuran hujan tak gigilkan kulit bahkan pori-porinya makin deras terisi harapan. Semangat bara kian menyala karena api cinta, demi cita-cita tak pernah padam.

Bagi yang sehat telinga jujur telah banyak mendengar suara-suara sumbang, serapah, kesal, caci maki dan keki lebih besar mengisi ruang. Dari pada nyanyian-nyanyian indah yang merasuki kalbu. Ternyata kita masih sulit menjadi pendengar yang baik, sehingga tetap berbanding kata-kata yang kita lontarkan.

Karena pintu telaah tak dibuka tuk sejenak merenungi, apakah informasi yang datang menyesatkan atau kebenaran sejati. Andai sikap ini tumbuh niscaya hanya ada bersuara rapi sesuai penilaian nurani yang tak dibumbui pedas atau asam.    

Bagi yang sehat hati telah luas sama-sama merasakan rasa-rasa, tentang pahit, getir dan bermacam ketidakadilan. Diwarnai renindasan dan fitnah karena mekarnya kemunafikan. Makin merona kesombongon, rimbun keangkuhan hingga turunannya menyuburkan kebencian.

Seyogyanya kita tak terlena dan cepat pasrah pada pusarannya itu. Tetaplah resapkan hadirnya hujan petuah-petuah tuk memagari hawa panas, dan merendam angkara yang terlanjur susupi hati. Niscaya wajah tetap hijau dan cerah karena ada embun ruhani yang selalu membasahi saat hujan sementara tiada.     

Balaslah keburukan dengan kebaikan pasti tak dipersalahkan, bahkan danggap mulia. Imbasnya pun dahsyat disukai orang-orang di mana pun. Sayangnya, kebanyakan kita sulit untuk melakukan. Sebaliknya sangat bermurah durja, pembalasan lebih kejam dari perbuatan.

Kalau ini yang kerap terjadi mari kembali tanyakan pada diri sejati. Apalah arti santapan rohani yang rutin kita lahap, jika vitamin dan gizinya di jiwa tak mampu kalahkan atau minimal menangkal hadirnya penyakit hati.

*****

Bekasi, 21/10/2020

#esawe.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun