Masyarakat yang kontra demo buruh karena dinilai cenderung rusuh dan bikin kemacetan parah dimana-mana. Sehingga menilai berlebihan pada pihak-pihak yang melakukannya dengan agenda tunggal tolak Omnibus Law atau batalkan Undang Undang (UU) Cipta Kerja. Demo mereka yang sudah berlangsung sejak 6 hingga 8 Oktober pasca disahkan Pemerintah dan DPR pada Senin, (5/10) itu diiringi anarkis. Sementara aturan untuk buruh/pekerja yang dimuat dalam UU tersebut hanya salah satu bagian saja. Sebab, Omnibus Law memuat banyak paket aturan. Â Â
Kehadiran Omnibus Law sengaja digadang pemerintah mampu menjawab persoalan tumpang tindih perundang-undangan di Indonesia. Seperti dituturkan Pakar Hukum Tata Negara, Jimmy Z Usfunan, yang dikutip hukumonline.com, bahwa Omnibus Law bisa menjadi jalan keluar mengatasi tumpang tindihnya regulasi.
Selain itu juga mengatasi persoalan konflik antara penyelenggara pemerintahan, ketika ingin melakukan inovasi atau kebijakan, tetapi berbenturan dengan peraturan permundang-undangan, salah satunya dalam hal investasi.
Jelaslah dalam UU Cipta Kerja tidak hanya menyangkut pengaturan terhadap buruh/pekerja, melainkan banyak paket yang juga diatur di dalamnya. Sehingga ada yang mengatakan lebih bijak jika mereka meminta pembatalan UU itu dengan cara lebih santun, yakni minta kepada Presiden untuk membuat Peraturan Pemerintah Pengganti Undang Undang (Perpu). Atau bisa juga mengajukan judicial review kepada Mahkamah Konstitusi (MK).
Kata para mengamat, para penggagas demo terutama para orator, koordintor aksi dan narator, serta intelektualnya sudah mengerti cara menempuh atuaran yang benar. Tetapi mereka justru memilih jalanan untuk menyelesaikan problem. Toh demokrasi bukan identik dengan unjuk rasa saja. Musyawarah pun bagian dari demokrasi. Bahkan cara tersebut lebih bijak karena akan menimalisir kerugian bagi pelaku demo maupun orang lain yang tidak bersentuhan langsung.
Tetapi faktanya gerakan demonstrasi telah menggetarkan dunia, karena dilakukan secara besar-besaran. Seperti kasus demo pada 8 Oktober dengan agenda tunggal menolak Omnibus Law Cipta Kerja. Dampaknya ikut membuat Jalan Utama Cikarang-Bekasi lumpuh total diduduki demonstran. Semua kendaraan roda empat atau lebih mematikan mesin dan lampu mobil karena tidak bisa bergerak sama sekali karena blokade. Kondisi jalanan cukup mencekam selain gelap, juga kuatir dengan kejadian dekstruktif lainnya. Ditambah lampu penerangan di jalan tersebut sudah banyak yang mati.
Nyaris yang bisa menembus kemacetan dan keluar dari blokade demo hanya kendaraa roda dua. Itu pun berjibaku melewati jalur tikus yang sangat berliku. Masuk gang dan lewat jalan setapak di depan rumah penduduk. Akibatnya perjalanan dari terminal Cikarang hingga Pasar Induk Cibitung ditempuh hampir satu setengah jam. Padahal dalam kondisi normal hanya kurang setengah jam.
Ketika penulis menyusuri jalur tikus di pinggir kali irigasi di Desa Muktkiwari Cikarang, kondisinya sangat sulit untuk bergerak karena motor saling berpapasan. Selain itu peserta demonstrasi juga ikut lalu-lalang dengan muka dicorat-coret pasta gigi. Â
Dalam kondisi panik itu, penulis sempat menanyakan kepada pengendara dari arah berlawanan tentang kondisi yang sudah dilewati. Jawabnya pun mengejutkan. Ia mengabarkan bahwa di jalan raya yang dilewatinya banyak motor gede dan motor-motor bagus lainnya berserakan di jalan raya, ditinggal penunggangnya karena berlari mengindari tembakkan gas air mata dari aparat. Tak selang lama bau gas air mata masih menyengat dan mata merasakan pedih.
Dia menegaskan bahwa lahirnya UU tersebut, justru semakin mempermudah bagi pengembangan Koperasi dan UMKM (KUMKM) di Indonesia. Teten juga menegaskan, UU Cipta Kerja ini dapat menjawab masalah utama bagi Koperasi dan UMKM yang selam ini dianggap tersumbat. Dia juga berharap dengan hadirnya UU tersebut, Koperasi dan UMKM makin mudah tumbuh besar. Masih kata Teten, secara umum ada enam poin penting bagi UMKM yang diatur dalam UU Cipta Kerja.