Kuucapkan selamat datang sang sejuk bersayap gerimis. Kau adalah segalanya di mata kehidupan. Menyapa ramah kepada tiap wajah. Yang tak mampu bicara pun dipandu sampai mengerti. Membantu segala rasa dan tak mengenal kasta, strata atau kuasa. Sebab yang kau tenteng itu peradaban. Kau juga taburkan penawar ke dalam masker masker kemunafikan. Â Â
Lega ketika hamparan debu kau tutup, gersang kau hijaukan. Seketika dendang cinta terdengar. Menanti mijah kehidupan baru lahir dari sekat sekat dan lepas ke alam bebas. Dari ruang sempit ke lapang dan dari kusam, kelabu ke jingga. Dibersihkan dari mata kaki sampai mata batin. Mulai daki yang melekat hingga merobek wajah wajah haram bukan muhrim tetapi dalam rahim.
Jadilah pemilik rumah yang ramah tamu yang datang membawa berkah. Mengajari sedekah, jariah hingga keringat dan peluh di tubuh disekakannya. Dia tidak minta suguhan mahal, mewah, rumit juga menyulitkan. Dia cuma butuh jernih hati dan bening pikir. Tak keliru mari kita belajar jadi tuan rumah yang baik. Tak melupa apalagi lalai bisa saja kan berbuah kepanikan. Bahkan nestapa dipertontonkan karena yang datang air bah berwajah angkuh.
Mumpung warna masih kuning berbenahlah. Lekak lekuk jalan tamu langit itu dipercantik. Bantal bantal lusuh dan kumuh yang berserakan angkut dan bakar. Jangan biarkan warna menjadi merah karena hitamlah nasib yang akan mengalir. Sebelum alunan nafas tersengal sengal. Turaplah hati kita yang acuh tuk peduli dan jaga lingkungan. Bagi yang arif tetap ramah ucap selamat datang lebat hujan, semoga cepat kembali ke laut. Â Â Â . Â Â
*****
Bekasi 220920.
##Slamet Arsa Wijaya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H