Akhir-akhir ini Indonesia sering dihebohkan dengan beredarnya berita bohong alias hoaks baik seputar Pemilu ada juga seputar isu lain. Sebagian berujung pada laporan ke polisi, sementara ada beberapa kasus merenggut nyawa manusia secara langsung. Saya ingin membagikan cerita nyata hoaks yang merenggut nyawa manusia.
Cerita ini bukan untuk menakut-nakuti, saya hanya ingin berbagi bahaya hoaks di masyarakat. Berikut lengkapnya.
Saya lebih suka menyebutnya sebagai true story alias kisah nyata, karena langsung mengalaminya. Sudah beberapa kali juga saya membagikannya agar sobat yang lain mengerti bahayanya broadcast mesengger (BM) atau menyebarkan pesan secara sembarangan tanpa terlebih dahulu diketahui apakah informasi yang kita sampaikan benar atau hoaks.
Yang membuat saya semakin terdorong untuk membagikan informasi ini, karna hanya sedikit pengguna telepon seluler yang mengerti bahwa tak semua orang memiliki cara pandang yang sama terhadap sebuah pesan singkat. Sebagian yang lain menyebarkan BM hanya untuk suka-suka meskipun sebagian yang lain menganggapnya serius bahkan berpotensi membahayakan nyawa orang lain.
Kisah nyata ini saya alami sekitar tahun 2011 silam, saat saya mendapat penugasan peliputan selama sembilan (9) bulan di Kabupaten Sanggau, Kalimantan Barat. Kejadian persisnya sekitar bulan Maret, bertepatan dengan pelaksanaan pemilihan kepala daerah di beberapa kabupaten yang ada di Kalbar.
Kejadian bermula ketika marak SMS gelap yang menyebutkan adanya orang-orang berkeliaran untuk menculik anak-anak untuk dijadikan tumbal yang dalam bahasa lokal disebut Ngayau. Dalam minggu-minggu tersebut, saya bahkan lebih dari tiga kali mendapatkan pesan singkat dan BM yang sama dari nomor yang tidak saya kenal.
Bagi saya dan bagi sebagian pengguna telepon seluler tentu informasi tersebut hanya dianggap sebagai berita bohong alias hoaks. Karena isu penculikan anak untuk tumbal sudah menjadi layaknya cerita legenda untuk menakut-nakuti anak kecil agar tidak bermain terlalu jauh dari rumah dan hingga larut malam.
Tapi alangkah terkejutnya saya, ketika tanggal 7 Maret 2011 sekitar pukul 21.00 WIB malam ketika mendengar kabar di Kecamatan Meliau terjadi kasus penghilangan nyawa (pembunuhan) terhadap dua orang pedagang keliling yang dilakukan oleh puluhan orang di sebuah desa yang berjarak sekitar lima jam dari Ibukota Kabupaten Sanggau. Untuk membukktikan bukan berita bohong, malam itu juga saya meluncur ke ibu kota Kecamatan Meliau yang berjarak sekitar dua jam dari Kota Sanggau.
Dan seperti dugaan awal saya, berita tersebut benar adanya. Setelah menunggu hingga pagi, akhirnya saya bersama rombongan sekitar tiga truk pasukan brimob yang didatangkan dari Polda Kalbar langsung mendatangi lokasi kejadian. Yang membuat saya tercengang bukan kondisi korban yang tidak utuh lagi, melainkan lokasi kejadian yang rupanya sulit terjangkau oleh sinyal jaringan seluler.
Dalam analisa awam saya, bagaimana bisa sebuah pesan singkat (BM) bisa menyebar begitu masif di wilayah tersebut. Tapi begitulan sifat informasi, dapat dikirim melalui pesan singkat bisa juga dari mulut ke mulut. Akibatnya sangat fatal, kejadian pertama ini menewaskan dua orang yang jelas tidak tahu menahu mengapa mereka harus meregang nyawa.