[caption caption="echisianturi.blogspot.com"][/caption]
Semua orang pasti selalu berharap memilki pasangan sama halnya denganku yang sudah sekian lama tak pernah sekalipun memiliki seorang pasangan. Padahal didalam hati aku selelu berharap saat-saat bahagia itu datang, tapi apalah daya mungkin Tuhan berkehendak lain. Namaku Feny, statusku sekarang merupakan mahasiswi disalah satu Unversitas di kota Surabaya. Aku mempunyai 3 sahabat mulai awal masuk SMA yaitu Anisa, Anggi, dan Kristin sampai sekarang kami masih sering bertemu walaupun beda Universitas. Mereka semua sangat sayang padaku, memang diantara ketiga sahabatku itu Anisa merupakan sahabat yang paling bisa mengerti anku. Seperti biasa ketika para perempuan-perempuan berkumpul tak ada hal lain selain gosip tentang kehidupan masing-masing terutama tentang kisah mereka dengan pasangan masing-masing, ketika mereka mulai sibuk cerita tentang kehidupan percintaan mereka aku hanya bisa menyimak, karena menurutku memang tidak ada hal yang menarik. Awalnyaaku memang tak pernah mempermasalahkan hal itu tetapi seiring dengan berjalannya waktu aku mulai merasa ada yang mengganjal dihatiku setiap kami membicarakan tetang pasangan. Tapi aku tak pernah menghiraukannya yang terpenting bagiku sekarang adalah belajar, belajar dan belajar.
Walaupun aku merupakan satu-satunya yang jomblo diantara mereka aku berusaha untuk tidak iri denganmereka. Aku selalu berusaha berfikir positif terhadap para sahabatku, walau terkadang mereka juga mengejekku. Pada suatu malam kami berempat mempunyai rencana nongkrong bareng di salah satu cafe di Grand City Mall Surabaya sudah hampir satu bulan lebih kami tidak bertemu karena ada beberapa tugas kampus yang harus segera diselesaikan. Malam itu seperti biasa kami bercerita tentang segala hal yang telah kami lewati selama kami tidak bertemu. Setelah beberapa waktu bercerita panjang lebar kami mulai saling mengejek biasalah lama tak berjumpa dengan para sahabat terkadang juga ngomongnya ngelantur alias asal nyeplos. Aku tidak tau mereka sengaja atau tidak yang pasti mereka berdua mengejekku (Anggi dan Kristin).
“Fen, kamu LGBT ya kok gak pernah lihat kamu jalan sama cowok mulai SMA ?” sambil tertawa terpingkal-pingkal.
“Hmmm” seketika itu aku diam tanpa kata.
“Kalian berdua itu ngomong apa sih ?” sahut Anisa membelakudengan muka merasa bersalah.
“Enggak kok, cuman belum ada yang pas aja” aku menanggapi ejekan mereka.
“Alah ngaku aja deh kalau kamu emang LGBT” mereka terus mengejeku.
“Sudah-sudah ayo kita pulang” sahut Anisa mengahlihkan topik pembicaraan.
Dalam perjalanan pulang aku terus memikirkan tentang ejekan Anggi dan Kristin, aku merasa semakin tidak pede apabila bertemu dengan mereka berdua, tetapi aku terus berusaha meyakinkan diriku kalau mereka hanyalah bercanda, walau bagaimanapun mereka adalah sahabat-sahabat terbaikku. Persahabatan kami tetap berjalan dengan baik cuman bedanya sekarang kami jarang sekali bertemu karena kesibukan masing-masing sebagai seorang mahasiswi. Setelah kejadian itu disetiap kami nongkrong bareng pasti Anggi dan Kristin mulai menggodaku dengan ejekan-ejekan tentang LGBT yang pada saat itu memang lagi buming dan pahlawan super yang selalu membelaku yaitu Anisa. Sebenarnya aku sadar kalau mereka berdua hanyalah bercanda, tetapi lama-lama aku merasa risih dengan ejek-ejekan yang mereka lontarkan padaku.
Siang itu kebetulan kuliahku dilibur karena dosennya sedeng ada acara diluar kota, mumpung ada kesempatan aku mengajak Anisa betemu tetapi hanya berdua saja tanpa mengajak Anggi dan Kristin. Karena aku tidak mau mendengar ejekan-ejekan mereka kepadaku, banyak sekali hal yang aku keluhkan kepada Anisa tentang perasaankuketika diejek oleh sahabat sendiri (Anggi dan Kristin).Setelah cerita panjang lebar kepada Anisa rasanya plong, karena Anisa siap membantu bicara kepada mereka berdua agar tidak ngejek aku lagi. Sebenarnya kalau masalah pasangan aku berusaha nyari tapi Tuhan belum ngirimin jadi ya aku bersabar aja.
Selang dua minggu aku curhat kepada Anisa, kami berempat seperti biasanya yaitu nongkrong bareng di café dalam perjalanan aku merasa was-was takutnya nanti aku di ejek lagi oleh Anggi dan Kristin. Malam itu aku sengaja datang terlambat, ketika sampai didepan caféaku melirik kearah jam tangan ternyata menujukan pukul 19.00 padahal biasanya setengah jam sebelumnya kami sudah berkumpul. Dari kejauhan aku melihat mereka bertiga sedang berbincang dengan seorang cowok “hmmm cukup ganteng sih” dalam pikiranku. Setelah sampai disebelah meja mereka aku menyapa terlebih dahulu karena merasa bersalah.
“Hai gengs sorry telat soal macet tadi” sapa sekaligus alasanku.
“Iya gpp santai aja kali Fen” jawab mereka bertiga, laki-laki yang tadinya berbicara dengan para sahabatku itu ternyata memperhatikanku.
“Oh iya, kenalin ini teman kampusku” Anisa memperkanalkannya padaku.
“hehehehe” Anggi dan Kristin nyengir melihat ekspresi wajahku, karena mereka tau kalau kau sangat jarang seklali bicara sama cowok.
“Hai, aku Feny” sapaku sambil malu-malu.
“Aku Wisnu” jawabnya dengan lembut.
Seteleh saling menyapa aku duduk dan mulailah kami beerempat salaing cerita panjang lebar tentang kegiatan mereka. Sempat terlintaskan didalam benakku apakah aku ini sengaja dikerjain sama sahabat-sahabatku ini, “alah yah sudahlah” pikirku. Ditengah-tengah seru-serunya pembicaraan kami, si Anggi mungkin keceplosan karena terlalu sering ngejekin aku.
“Cie si LGBT malu-malu dideketin sama cowok” menengar ucapan Anggi mukaku seketika memerah. Aku hanya terdiam karena aku tidak tau harus ngomong apa karena disebelahku ada Wisnu.
“Udah-udah jagan ngejek Feny terus ah, kan kasihan” bela Anisa sambil sewot.
“Iya-iya maafin” merasa bersalah. Wisnu yang duduk di sampingku cuman diam dan sesekali tersenyum entah apa yang terlntas dalam pikirannya.
Aku sempet bicara panjang dengan Wisnu, ternyata dia orangnya enak kalau diajak biacara cukup dewasa. Aku kira itu merupakan pertemuanku yang pertama dan terakhir ternyata tidak. Pada waktu perjalanan pulang ternyat Wisnu minta nomor HPku, aku ragu-ragu sih awalnya mau ngasih tapi gpp lah itung-itung nambah teman pikirku. Keesokan harinya Anisa memang sengaja main kerumahku kebetulan pas hari libur. Seperti biasa klau Anisa datang kerumahku dia pengennya ngemil terus, karena dirumahku memang banyak sekali makanan. Sambil lihat acara TV druang tamu tiba-tiba Anisa bertanya kepadaku.
“Gimana si Wisnu suka ga ?” Gak ada angin gak ada hujan si Anisa nanya hal aneh menurutku sih.
“Maksudnya gimana Sa ?” aku bingung.
“Jadi gini lo Fen, si Wisnu itu teman kampusku nah dia tadi malam aku ajak karena dia pengen kenalan sama kamu” sambil ngemil.
“Anggi dan Kristin tau gak ?” aku bertanya, takutya aku dikerjain sama mereka.
“Ya enggaklah, mangkanya sekarang ini kesempatan kamu membuktikan kemereka kalau kamu bukan LGBT seperti yang mereka bilang ke kamu” sambil makan.
“Kamu emang sahabtku yang terbaik dari yang terbaik Sa” aku memeluk Nisa hingga makannya tumpah di bajunya.
Setelah mendapakan penguatan dari Nisa akupun bersemangat untuk membuktikan kalau aku bukan LGBT seperti ejekan Anggi dan Kristin yang dilontarkan kepadaku. Iya sekali lagi aku tau kalau mereka cuman bercanda tapi bercanda mereka udah kelewatan. Terkadang aku berfikir sahabat macam apa mereka yang tidak pernah peka terhadap perasaan sehabatnya sendiri. Tapi fikiran itu berusa aku hilangkan karena mengingat kebaikan mereka pada waktu SMA. Dua minggu telah berlalu pertemuanku dengan Wisnu belum ada kabar tentangnya.
Pagi yang cerah secarah ahtiku di pagai itu, ada sebuah pesan masuk tanpa nama awalnya aku enggan untuk membacanya setelah aku buka pesan itu ternyata dari Wisnu betapa senangnya hatiku.Itulah awal komuniksi kami yang semakin hari semakin menjadi-jadi.Dari awal bertemu aku memang sudah ada sedikit rasa yang berbeda dari dalam hatiku. Aku sempat bingung ada apa sebenarnya denganku, maklumlah belum pernah ngerasain suka sama cowok sebelumnya.Setelah beberapa bulan kami dekat singkat cerita kamipun akhirnya jadian, karena dari awal kami memang sudah saling suka. Setelah aku mempunya seorang pasangan ternyata tidak sesuai dengan apa yang aku inginkan, mereka malah tambah sering mengejekku, tapi kali ini berbeda entah mengapa taka da sedikitpun rasa marah dan jengkel kepada mereka. Ada aaupu tidak ada pasangan bagiku mereka tetap sahabat terbaikku, setelah sekian lama aku sadar ejekan dari sahabatku merupakan bentuk kasih dan sayang mereka terhadapku. Satu hal yang terpenting yaitu jangan pernah melupakan Tuhan kita dikala kita tersesat oleh segala cobaanya.
By: SR
***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H