Mohon tunggu...
Dewi
Dewi Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

[HORORKOPLAK] 'Penghuni' dan Penghuni Kos

11 Januari 2017   17:12 Diperbarui: 11 Januari 2017   17:18 968
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

PK Ujung             : “Lumayan. Kalau ditukar ada lah 14 juta. Itu gaji suamiku belum sempat ditukar

PK 3                       : “Oooo... masih dollar singapur?. Tuyul kan nggak kenal dollar. Ga akan diambil

Saya                       : “Udahlah kita lihat ke kamarmu aja. Ayo...

Kami menuju kamar ujung. Mengendap-endap tak bersuara. Seperti berbaris dengan urutan saya, PK ujung, PK 2 dan PK 3. Pintu  kamar ujung  masih terbuka. Pandangan kami langsung menuju jendela. Tidak ada siapa siapa. tapi ada terlihat 4 jari memegangi kusen jendela. Kami berbalik arah berebutan mau keluar lagi. Jantung rasanya mau copot. Saya amati dari pintu jarinya terlihat sangat nyata. Saya memberanikan diri masuk lagi dan memegang tangannya. Mukanya tiba tiba udah di depan wajah saya lengkap dengan senyum cap gigi 2 kelinci.

Kami bawa dia masuk ke kamar, lapor ibu kos, ternyata anak itu adalah keponakan kamar sebelahnya lagi yang baru datang tadi sore. Anak itu bilang di kamar panas dan dia cuma mau jalan jalan dan manjat jendela. Tantenya belum pulang karena masuk shift jam 11 malam. Tapi kenapa jam 2 pagi? Belum lagi lebar pinggiran tembok itu cuma  40 cm. Entahlah...

Tadi malam temanku datang ke kos, sekalian nginap. Dia curhat panjang benar. Mulai dari pekerjaannya, bosnya yang nyebelin, tunjungan yang makin kecil, hingga kecelakaan maut di persimpangan dekat rumahnya. 2 orang perempuan baru pulang kerja diserempet oleh mobil truk kontainer. Mereka jatuh dan ditabrak oleh ban belakang kontainer. Keduanya meninggal di TKP.

Aduh aku merinding nih”, kataku. Sambil menunjukkan tanganku yang penuh rambut. Ingat bukan bulu loh... rambut! Rambut di tanganku berdiri tegak sehingga pori-pori ku terlihat jelas. “Apa hantu orang meninggal yang kita ceritain tadi ke sini?”, kata temanku sambil merapatkan posisi duduknya ke saya. “Bukan, Aku mau BAB dah ga tahan, abis ceritamu panjang aku ga enak motongnya”, jawabku sambil berlari menuju toilet.

Oh ya... hampir lupa. Setiap saya merasa takut, saya selalu melihat pergelangan kaki kiri. Tak perlu takut, saya pernah mengalahkannya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun