Mohon tunggu...
Nikita Situmeang
Nikita Situmeang Mohon Tunggu... Lainnya - Tetaplah berambisi.

Mari sama-sama belajar Dibentuk, Terbentuk, Membentuk....

Selanjutnya

Tutup

Politik

Alasan "Sulit" RUU PKS tak kunjung disahkan

18 Juli 2020   00:38 Diperbarui: 18 Juli 2020   01:07 556
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Beberapa bulan terakhir kembali lagi terdengar kabar tidak mengenakkan dari Pemerintah khususnya DPR. Membuat rakyat harus turun lagi ke jalan untuk bersuara padahal pandemi belum reda. Keputusan menarik Rancangan undang-undang Penghapusan kekerasan seksual (RUU PKS) membuat  geram sejumlah masyarakat Indonesia khususnya kaum hawa.
Dalam kurun waktu yang sangat singkat seolah tidak ada habisnya tindakan dan keputusan oleh pemerintah yang dianggap tidak tepat oleh pemerintah. Seolah segala kebijakan yang dibuat tidak memiliki orientasi yang tepat.
Menduduki jabatan di pemerintahan seolah hanya untuk ongkang kaki bukan untuk kepentingan rakyat.

 Apa yang pemerintah sedang kejar??? Saya pikir ini menjadi pertanyaan yang tepat untuk diajukan saat ini.
Seperti kita ketahui  Rancangan undang-undang Penghapusan kekerasan seksual (RUU PKS) bukan baru ini lagi dibicarakan namun beberapa tahun belakang sudah menjadi perbincangan yang hangat.Tingginya kasus kekerasan seksual yang terjadi di Indonesia bukan lagi hal yang sepele rasanya. Kekerasan seksual bahkan sudah masuk ke semua lini termasuk ke pemerintahan bukan?? Ah tak perlu jauh-jauh bahkan di tempat seharusnya kita merasa terlindungi seperti di sekolah-sekolah dan kampus pun kekerasan seksual sudah merayap masuk.

Bahkan di garda terdepan yang seharusnya melindungi para anak korban kekerasan seksual pun telah terjadi. Seperti baru-baru ini yaitu kasus pemerkosaan terhadap seorang anak  yang dilakukan oleh seorang Kepala Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak atau P2TP2A di Lampung Timur, Lampung. Benar-benar merusak dan telah merongrong kepercayaan masyarakat.
Siapa yang tak geram dan marah saat mendengar alasan Rancangan undang-undang Penghapusan kekerasan seksual (RUU PKS) ditarik dari Program legislasi nasional (Prolegnas) ???!

"Kami menarik RUU Penghapusan Kekerasan Seksual. Karena pembahasannya agak sulit," ujar Marwan dalam rapat bersama Badan Legislasi (Baleg) DPR, Selasa (30/6/2020).
Coba kita pikirkan memangnya ada pembahasan yang mudah mencakup undang undang??? Masyarakat khususnya kaum hawa mendesak di sahkan nya uu ini bukan hanya sekedar untuk ribut di jalanan.... Bukannnn!


Akan tetapi masyarakat meyakini bahwa RUU PKS mampu menjadi payung hukum yang tepat terhadap semua korban kekerasan seksual. Pro dan kontra tentu ada bahkan sampai ada pula yang mengatakan bahwa RUU PKS pro LGBT... Padahal menurut nalar saya secara pribadi RUU PKS bukan berarti menjadi RUU yang pro LGBT namun lebih mengarah ke perlindungan setiap orang yang mengalami kekerasan seksual terlepas dia dalam kehidupan adalah orang yang bagaimana bahkan jika dia adalah seseorang penyuka sesama jenis sekalipun  RUU PKS akan tetap berlaku apa bila ia mengalami tindak kekerasan seksual. Jadi bukan berarti bahwa RUU PKS melegalkan LGBT.

Ditambah lagi dengan dampak dari kekerasan seksual yang sangat buruk terhadap korban. Dengan adanya RUU PKS dapat meminimalisir laku dan tindakan kejahatan kekerasan seksual yang terjadi. Kerap kali kasus kekerasan seksual terjadi di tanah "keluarga" Yang biasanya hanya berakhir dengan damai tanpa ada proses hukum dan keadilan bagi si korban. Tidak mengatakan proses perdamaian dalam keluarga salah hanya tetap saja tidak adil Bagi si korban atas tindakan dan trauma yang ia dapatkan, maka dari itu pelaku harus tetap mendapatkan hukuman yang setimpal.

DPR seolah sedang melakukan drama sudah 4 tahun sejak RUU PKS menjadi prolegnas sudah sejak tahun 2016 namun hingga kini belum juga disahkan bahkan telah ditarik dari prolegnas. Seharusnya DPR menjadikan ini sebagai bahan renungan, setiap harinya ada korban tidak lagi di jumlah puluhan kasus kekerasan seksual di Indonesia bahkan sudah mencapai angka ribuan.

Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) telah mencatat sebanyak 431.471 kekerasan seksual yang terjadi terhadap perempuan sepanjang tahun 2019.Belum lagi kasus-kasus lain yang tidak dilaporkan terhadap Komnas perempuan. Sering kali juga kita temukan kasus pelecehan seksual yang berujung pada pembunuhan terhadap korban, bukan main lagi berapa brutalnya para pelaku kini.


DPR jangan lagi tutup mata seolah ini hal sepele yang tidak berdampak bagi kemajuan bangsa ini. Harapan kami terkhusus kaum hawa semoga tuan Puan terhormat pemangku kuasa mendengarkan keinginan rakyatnya dan tidak abai. Karna kami yakin tidak ada yang sia-sia dari mereka yang mau berjuang dan mau bersuara dengan lantang.
Demi keadilan! Demi kemanusiaan!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun