Pesatnya perkembangan teknologi informasi dan komunikasi saat ini, menjadikan manusia tidak dapat dipisahkan dengan jaringan internet dan alat komunikasi digital, terutama smartphone. Manusia dapat saling berkomunikasi satu sama lain dengan sangat mudah dan cepat menggunakan media sosial melalui smartphone yang mereka miliki.
Media sosial merupakan suatu platform digital yang digunakan oleh manusia untuk bersosialisasi satu sama lain secara online. Media sosial memungkinkan manusia untuk dapat saling berinteraksi atau berkomunikasi tanpa dibatasi oleh adanya ruang dan waktu. Kita bisa saling bertukar pesan, membagikan foto atau video, serta membangun networking kapan pun dan di mana pun sesuai keinginan kita.
Sebagai sarana komunikasi dan informasi, manusia dapat bebas berkreasi dan mengekspresikan diri melalui berbagai media sosial yang dimiliki, seperti Instagram, Twitter, Facebook, TikTok, Whatsapp, Line dan lain sebagainya. Kita bebas mengunggah dan berkomentar apa pun, serta mengomentari siapa pun sesuai apa yang kita mau.
Namun, media sosial dapat dianalogikan layaknya pisau bermata dua, di mana dapat menjadi manfaat juga membawa dampak buruk bagi orang lain maupun diri sendiri sesuai bagaimana kita menggunakannya. Kebebasan dalam menggunakan media sosial seringkali disalahartikan sebagai kebebasan tiada batas. Setiap orang memang berhak untuk berekspresi apa saja melalui media sosial, namun selayaknya interaksi secara langsung, kita juga harus tetap memperhatikan etika, aturan, dan norma yang berlaku di masyarakat. Tidak jarang kita menemukan penyimpangan perilaku yang terjadi di dunia maya, seperti tindakan bullying, penipuan, dan tindakan pelecehan seksual melalui media sosial.
Menurut Komnas Perempuan, pelecehan seksual merupakan seluruh tindakan yang bersifat seksual, baik yang melibatkan kontak fisik maupun non-fisik, di mana tindakan tersebut menyebabkan perasaan tidak nyaman, menyinggung, memalukan, dan merasa direndahkan. Pelecehan seksual dapat dilakukan oleh laki-laki maupun perempuan kepada siapa pun, tidak terbatas oleh gender dan hubungan pelaku dengan korban. Pelecehan seksual dapat terjadi di mana saja, seperti rumah, sekolah, kampus, tempat kerja, termasuk di media sosial.
Dewasa ini, tidak sedikit perilaku pelecehan yang terjadi di media sosial seperti TikTok, Instagram, dan sebagainya. Bahkan, pelaku seringkali tidak sadar bahwa apa yang dilakukannya merupakan salah satu bentuk dari tindakan pelecehan seksual. Komentar-komentar tidak pantas yang menjurus kepada seksualitas seseorang dengan ringan dilontarkan tanpa ada rasa sesal. Seringkali orang-orang hanya menganggap komentar tersebut sebagai sebuah lelucon belaka sehingga tidak dianggap serius, padahal kita tidak pernah mengetahui bagaimana perasaan seseorang di balik itu.
Bercanda ialah ketika dua belah pihak menganggap suatu lelucon itu lucu. Jika hanya lucu bagi salah satu pihak saja, maka hal tersebut bukanlah lelucon, melainkan bentuk gurauan yang telah merugikan salah satu pihak. Dalam konteks seksual, salah satu pihak telah melecehkan pihak lainnya. Hal ini dikarenakan taraf lucu bagi seseorang berbeda dan belum tentu sama antara satu sama lain.
Bentuk pelecehan seksual lain yang sering terjadi di media sosial adalah pesan pribadi yang tidak senonoh seperti sex texting, video call sex atau ajakan untuk melakukan hubungan seksual, doxing atau ancaman membagikan foto/video secara publik, kata-kata kebencian yang menghina atau merendahkan seseorang dalam konteks seksual, humor tentang seksualitas, dan masih banyak lagi.
Kasus pelecehan seksual yang ramai belakangan ini ialah konten TikTok dari seorang mahasiswi keperawatan di salah satu kampus di Yogyakarta yang dianggap telah melakukan pelecehan seksual kepada pasien pria. Mahasiswi tersebut mengunggah video bernada pelecehan yang berisi pengalamannya dalam memasang kateter urin kepada pasien pria. Unggahan tersebut menuai berbagai macam tanggapan dari masyarakat. Ada yang menganggap hal tersebut hanyalah candaan, ada pula komentar pedas yang menganggap mahasiswi tersebut telah melanggar etika profesi kesehatan. Komentar-komentar di dalamnya juga terindikasi sebagai tindakan pelecehan seksual, seperti kalimat “walaupun tidak bisa memiliki setidaknya sudah melihat.” dan kalimat lain yang sejenis.
Dari kasus tersebut kita harus membuka mata bahwa terkadang hal-hal yang kita anggap bercanda ternyata tidak lucu dan malah merugikan orang lain, bahkan merupakan suatu bentuk pelecehan seksual yang tidak disadari.