Mohon tunggu...
Muhammad Zaki
Muhammad Zaki Mohon Tunggu... Lainnya - Guru | Pecinta Sejarah

Jangan biarkan dirimu menderita dua penyakit. Pertama rabun membaca dan kedua lumpuh menulis. Ingatlah selalu pesan Al-Ghazali "Jika engkau bukan anak raja/ustadz maka menulislah". \r\n

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

OVJ (Dalam Kajian Budaya)

23 Oktober 2011   07:00 Diperbarui: 26 Juni 2015   00:36 332
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Posatmodernisme. Keadaan postmodernisme mempunyai kisahnya sendiri bila diceritakan perbingkai, bila ada bingkai yang tidak diceritakan maka hal itu seperti kita berada di garut tanpa beli dodol. Ada cerita yang kurang untuk memenuhi puzzle2 yang kosong, yang bila pas disatukan akan menjadi sebuah cerita besar tanpa ada gurun. Apa yang ada didalam kondisi postmodernis adalah kegalauan para pemikir sendiri yang masih banyak berbeda dalam definisi postmodernisme. Tapi yang pastu adalah kehadiran postmodernis tak lain untuk mengisi ketidak berdayaan modern untuk bergerak ke depan, menurutnya keadaan modernitas telah kehilangan kekuatan kritiknya.

Sementara itu didalam totalitas kehidupan sehari-hari tidak bisa dihindarkan bahwa sisa-sisa, puing-puing dari keadaan modern masih ada utuh sejalan dengan perihal postmodernisme. Hal tersebut tida bisa dipungkiri bahwa ketika para ilmuwan membombardir keadaan modern mereka itu ada dalam warisan modern. Wariasn yang cemerlang adalah tekhnologi dan industrialisasi yang semakin hari semakin menjadi tempat ideologi para pencari jalan.

Kebudayaan Massa/Industri

Ketika para penonton bersorak ria, berdendang tangan dan tertawa melihat para pemeran OVJ, apa yang terdapat disana adalah sebuah pergerakan yang sama yang dikehendaki oleh orang yang berkehendak (elit penguasa industr). Para penonton di atomisasi menjadi satu, menjadi massa yang berangkat untuk menjadi orang yang sama dan selaras dengan apa yang dikehendaki oleh para penguasa industri.

Permasalahan diatas terlahir karena peralihan dari modernisme kepada keadaan postmodernisme, tandasnya Yasraf. Terbukti lah apa yang ditegaskan oleh Yasraf oleh pemikir kenamaan German, dia adalah salah satu anggaota dari madzhab yang dengungnya masih menggema sampai sekarang. Yah siapa lagi kalau bukan Theodor Adorno, sang pemikir dan pengkritis kebudayaan postmodernisme.

Adorno adalah sosok penting dalam madzhab Frankurt, setidaknya dia menyumbang pemikiran yang cemerlang dan gemilang terhadap kritik kebudayaan. Kritik yang frontal dilontarkan oleh Adorno terletak pada kekeliruan pencerahan pada kondisi industri yang ditenggarai Adorno sebagai sarang kaum kapitalis yang membumbui terhadap semangat pencerahan. Campur tangan para kaum kapitalis tersebut karena adanya tujuan yang paling utama, yang paling sentral adalah keuntungan dari pemanfaatan kebudayaan yang lahir di zaman postmodernis.

Adorno yang selalu berseru untuk menjaga kemurnian kebudayaan modern tinggi dan yang tak jarang mengkritik secara tidak langsung terhadap postmodernis mempunyai gagasan bahwa apa yang menjadi pembicaraan bahwa aufklarung, pelepasan kondisi manusia terhadap ilusi, mitos dan halusinasi yang mengekang manusia untuk berkehendak telah hadir dan akan selalu menyertai ternyata tidak lebih malah menjerumuskan pada hal yang mungkin lebih kejam daripada itu, terlebih kata Yasraf hal itu menjadi penjara baru bagi semangat pencerahan. Akan tetapi bumi yang sepenuhnya dicerahkan memancarkan kekuasaan yang menimbulkan bencana. Program pencerahan menjadi program kekecewaan, penghancuran mitos-mitos dan penukaran pengetahuan dengan imajinasi ringan (Adorno & Horkheimer)

Namun tidaklah semua inti yang dikritik Adorno dalam kondisi pencerahan, melainkan apa yang dia yakini sebagai adanya kesalahan/penyimpangan pencerahan oleh sekelompok kaum borjuis dalam diskursus kapitalisme yaitu pencerahan melalui komoditi dan komodifikasi seluruh aspek kehidupan, termasuk kebudayaan dan seni. (Yasraf)

Dengan demikian benarlah dalam kemenangan manusia yang mengagungkan manusia terdapat suatu istilah metaphysic of will (kehendak akan kekuasaan) dan kehendak untuk mendominasi (Levin). Dalam diskursus kebudayaan dan seni kehendak ini muncul didalam kehendak kaum borjuis kapitalis yang ingin menguasai pasar, seringkali kebudayaan dijadikan wadah/komoditi untuk mencapai keuntungan yang mereka tuju. Menurut Adorno yang demikian itu adalah sama dengan halnya fasisme yang segalanya diatur oleh komando. Artinya segala tindak tanduk yang dilakukan oleh yang menjadi objek merupakan tafsiran apa yang elit kapitalis inginkan.

Didalam diskursus kapitalisme yang dinamakan dengan produksi dan reproduksi dijadikan komoditi yang dipasarkan untuk mencari keuntungan, nilai lebih. Apa yang ditawarkan oleh kebudayaan industri terbatas pada apa yang diidamkan oleh kaum borjuis kapitalisme, yah itu yang kita kenal dengan nilah lebih. Tak ada nilai guna yang ditawarkan kebudayaan industri.

OVJ Dalam Bendungan Kebudayaan Massa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun