Mohon tunggu...
Nabila
Nabila Mohon Tunggu... Lainnya - Freelance writer

Writing is the cathartic escape that untangles the web of thoughts and emotions, freeing the mind from the thorns of confusion and anxiety.

Selanjutnya

Tutup

Film Pilihan

Review: Film The New Rulers of The World

16 Agustus 2022   16:23 Diperbarui: 16 Agustus 2022   16:31 6043
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Film. Sumber ilustrasi: PEXELS/Martin Lopez

Globalisasi secara tak langsung menghapus batas-batas bagi negara untuk saling berinteraksi sehingga hubungan baik akan tercipta antar negara dan hal itu akan mengurangi keinginan untuk berperang. Dalam Globalisasi bukan hanya hubungan baik yang akan terbina, ada inovasi-inovasi baru yang tercipta akibat munculnya globalisasi dalam dunia internasional. 

Namun, di sisi lain Globalisasi membawa dampak buruk kepada negara-negara berkembang dengan mengeksploitasi sumber daya alam mereka dan memiskinkan negara mereka. 

Pada kesempatan ini, John Pilger salah seorang Jurnalis yang memenangkan penghargaan BAFTA dengan film dokumenternya ini memberikan pemaparan atas efek yang ditimbulkan dari globalisasi dalam film dokumenternya yang berjudul “The New Rulers of The World”.

Film dokumenter karya John Pilger ini bermula dengan gambaran gaya hidup orang-orang kaya di belahan dunia. Menggunakan produk-produk dengan harga yang terbilang mahal, lalu setelahnya terdapat sebuah perbandingan pada scene dimana para pekerja di negara berkembang hidup dengan penuh kesulitan. 

John Pilger mengungkapkan bahwa ketimpangan antara yang kaya dengan yang miskin sangatlah jelas. Beliau berkata bahwa hanya dengan 200 perusahaan saja, perusahaan besar di belahan dunia ini dapat menguasai perekenomian negara dunia ketiga atau negara berkembang. 

Saat ini, General Motors dapat dikatakan lebih besar pendapatannya daripada Denmark, dan Ford lebih besar daripada Afrika Selatan. Orang-orang yang mengenakan produk dari merek-merek terkenal ini tidak mengetahui bahwa pada dasarnya produk tersebut diproduksi di sebuah negara miskin dengan upah buruh yang sangat minim, bahkan mereka dipekerjakan seperti budak.

Globalisasi dipercaya membawa pengaruh yang menyedihkan kepada negara-negara berkembang. Perusahaan-perusahaan besar seperti Nike, GAP, Adidas dan Reebok memperkerjakan para buruh dengan upah yang benar-benar berada di bawah standar. 

Ketika harga pakaian yang dihasilkan dijual seharga Rp.112,000. (Seratus Dua Belas Ribu Rupiah), maka upah untuk buruh yang membuat produk tersebut hanya sekitar Rp.500. (Lima Ratus Rupiah) saja. Para buruh ini secara terpaksa bekerja lebih dari batas waktu yang seharusnya. Jika produk tersebut akan diekspor dalam jumlah yang banyak, maka para buruh ini harus bekerja kira-kira selama 36 jam dengan upah yang sama.

Dalam pandangan Marxisme, hal tersebut merupakan fenomena nyata mengenai kaum Borjuis dan kaum Proletar. Bapak Sastrawan Pramoedya Ananta Noer mengungkapkan bahwa Indonesia telah dihisap habis kekayaannya oleh para kapitalis. 

Beliau berkata, “Ratusan tahun lamanya Indonesia dihisap oleh negara barat sehingga barat menjadi kuat, menjadi makmur, menguasai keuangan dan perdagangan sampai sekarang. Melalui instrumen yang bernama IMF dan keikut-sertaan Bank Dunia, Indonesia telah didikte dan disesap habis hingga negeri yang begitu kaya akan sumber daya alam diubah menjadi Negara pengemis.”

Intervensi IMF dan Bank Dunia dalam perekonomian Indonesia juga dipercaya sebagai campur tangan dari rezim Soeharto. IMF dan Bank Dunia seolah-olah mengiming-imingi rakyat Indonesia bahwa mereka akan mensejahterakan negara berkembang ini. 

Namun, pada kenyataannya hal seperti itu tidak pernah terjadi. Dalam film tersebut disebutkan bahwa Soeharto dan para pengikutnya setidaknya telah menyelewengkan uang pinjaman dari Bank Dunia dalam jumlah yang sangat besar dan hal ini memberikan dampak kepada rakyat Indonesia yang harus membayar hutang tersebut sepanjang masa. 

Dan John Pilger kembali mengutip bahwa dalam kasus seperti ini, yang kaya akan tumbuh semakin kaya sementara yang miskin akan semakin jatuh miskin.

Pada kesimpulan yang penulis ambil dari pandangan Marxisme ini, dalam film yang berjudul The New Rulers of The World menjelaskan betapa sistem perekonomian Indonesia diatur oleh para pemegang kekuasaan yang hanya ingin menguntungkan diri mereka sendiri. 

Kaum-kaum Borjuis mengeksploitasi kaum-kaum Proletar, memperkerjakan mereka dengan upah yang sangat minim bahkan dengan intensitas kerja yang melebihi batas kemampuan manusia untuk bekerja, buruh diperlakukan bagai mesin yang akan terus bekerja hingga si pemilik mengatakan bahwa pekerjaan mereka telah selesai. 

Adanya ketimpangan dalam hal pembagian upah ini juga menjadi sorotan. Ketika sepatu dengan harga sekitar Rp. 1,400,000- diperjualkan dikalangan dunia, sementara upah yang diterima oleh buruh pembuat sepatu tersebut hanyalah sekitar Rp. 9000,-. 

Ketimpangan inilah yang akhirnya menimbulkan konflik antara kelas Borjuis dengan Proletar. Meskipun, pada akhirnya para kaum Proletar tidak dapat berbuat apa-apa selain mengikuti prosedur yang diperintahkan oleh perusahaan dari kaum Borjuis. 

Bahkan dengan mengumpulkan uang tersebut selama beberapa bulan, kaum buruh tidak dapat merasakan hasil jerih payah mereka. 

Globalisasi secara terang-terangan membuka pasar bebas, dimana setiap individu atau kelompok dapat melakukan kegiatan perekonomian dengan standar yang telah ditentukan oleh dunia. Akan tetapi, hal tersebut hanya menguntungkan sebelah pihak saja. 

Indonesia dengan sumber daya alam yang melimpah saat ini dieksploitasi oleh kaum kapitalis. Dapat diibaratkan bahwa Indonesia memperkaya negara-negara maju, dan memiskinkan negara dan rakyatnya sendiri. 

Pengambilan kekuasaan dari pihak Borjuis layaknya Soeharto dan para pengikutnya membawa Indonesia pada ketergantungan akan uang pinjaman dari Bank Dunia, dan hal ini lagi-lagi berdampak kepada masyarakat terkhusus masyarakat miskin. 

Marxisme memandang bahwa datangnya globalisasi bukan sebuah hal yang baru, melainkan hal tersebut merupakan perpanjangan tangan dari kapitalisme yang menghancurkan negara-negara kecil di dunia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun