Mohon tunggu...
Sutanto Kosasi
Sutanto Kosasi Mohon Tunggu... Guru - Teacher

To infinity and beyond...

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Seandainya Prabowo Mau Mengalah...

15 Agustus 2019   03:35 Diperbarui: 15 Agustus 2019   03:49 150
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Lho, kok "seandainya"? Bukankah beliau sudah melakukannya, sudah mengalah, dengan menemui Jokowi di MRT, dengan menemui Ibu Mega, dan yang terakhir, dengan menghadiri Kongres PDIP? Sekali lagi, bukankah beliau sudah mengalah? Kok "seandainya" sih?

Selow, teman-teman. Mengalah yang saya maksud adalah dalam konteks Pilpres 2019.

Hadeh, udah basi tuh bicarain Pilpres 2019. Yang lain dong.

Tenang, Bro and Sis. Yang namanya menulis itu adalah menuangkan isi pikiran kita dalam bentuk tulisan. Jadi, karena kebetulan yang melintas dalam pikiran saya adalah hal yang berhubungan dengan Pilpres 2019, yah udah saya tuliskan aja. Masak saya nggak boleh menulis tentang hal yang barusan lewat? Orang menulis tentang manusia purba yang timeline-nya ribuan tahun yang lalu pun sah-sah aja kok.

Ya sudah, to the point aja deh. Apa sih maumu?

Oke, gini lho, sehubungan dengan "mesranya" hubungan Prabowo dengan Jokowi dan Ibu Mega belakangan ini, timbullah satu spekulasi spesifik di antara kita semua: apakah "kemesraan" itu menjadi sinyal bahwa PDIP akan mengusung Prabowo menjadi capres di Pilpres 2024 dan Jokowi serta Ibu Mega akan membantu memuluskan jalan ke arah tersebut? Bisa jadi iya, bisa jadi nggak. 

Tentu saja ada pro-kontra terhadap persepsi tersebut. Menurut saya sih, sinyalnya lebih condong ke "iya". Pendukung Jokowi yang sangat sentimen terhadap Prabowo banyak yang melunak dan bahkan tak sedikit yang berubah menjadi memuji beliau atas sikapnya yang "mau mengalah". 

Belum lagi sambutan meriah kader-kader PDIP ketika beliau hadir di Kongres PDIP, semuanya seakan menjadi sinyal positif bahwa pendukung Jokowi siap mengalihkan dukungan kepada Prabowo.

Eit, jangan terlalu cepat menyimpulkan dong. Baper amat sih. Lagian apa sih hubungannya dengan judul artikel ini?

Iya, saya tahu. Semuanya masih fifty-fifty. Realistisnya, untuk saat ini, mungkin sekitar 30-70 (30% bakalan didukung). Nah, disinilah baru sinkron isi artikel dengan judulnya.

Hadeh, cepetan dong. Plin-plan amat. Apaan sih?

Gini lho, dulu kan sebelum Pilpres 2019 ada wacana menyandingkan Jokowi-Prabowo sebagai capres dan cawapres. Bahkan menurut politikus Partai Gerindra, Andre Rosiade, tawaran menjadi cawapres itu berasal dari Jokowi sendiri. 

Sayangnya Prabowo menolak. Walaupun alasan penolakan itu mengatasnamakan rakyat yang ingin Prabowo maju sebagai capres, sedikit banyak pasti ada faktor "tak mau mengalah" dari Prabowo. (Sumber)

Sebelum berita itu muncul, saya pernah mengobrol dengan seorang teman dan saya mengatakan bahwa Prabowo akan kalah kalau maju sebagai capres versus Jokowi di tahun 2019 dan peluang terbesar beliau untuk menjadi presiden adalah di tahun 2024, dan itu bisa diwujudkan dengan cara yang terbaik: menjadi cawapres-nya Jokowi. Saya yakin banyak orang yang juga mempunyai pemikiran yang sama dengan saya waktu itu. 

Namun, jujur saja, saya ingin Prabowo menjadi cawapres-nya Jokowi bukan karena saya mendukung beliau, tapi lebih karena saya merasa capek dengan hiruk pikuk tentang pilpres dan perpecahan yang semakin menjadi-jadi diantara kedua kubu, sehingga, alangkah baiknya  kedua tokoh ini bersatu saja. 

Dan kalau itu benar-benar terjadi, kalau benar Jokowi-Prabowo menjadi pres-wapres RI periode 2019-2024, Prabowo mempunyai segudang kesempatan untuk menunjukkan pada publik bahwa beliau memang mempunyai kapabilitas untuk menjadi "the next leader".

Iya sih, tapi kalau Prabowo beneran maju jadi cawapres-nya Jokowi, apakah pendukung Jokowi bisa menerimanya, apakah pendukung Prabowo bisa menerimanya? Nggak segampang itu, Ferguso!

Saya tak tahu apakah pendukung Prabowo bisa menerima atau nggak, tapi saya yakin pendukung Jokowi oke-oke aja (walaupun nggak mayoritas). Lihat saja reaksi pendukung Jokowi setelah pertemuan MRT yang bersejarah tersebut. Ternyata banyak yang bereaksi positif terhadap Prabowo kok. 

Dan itulah, yang sesungguhnya menjadi modal utama Prabowo untuk maju nyapres di tahun 2024: para pendukung Jokowi. Dengan memenangkan hati pendukung Jokowi, Prabowo mempunyai peluang paling besar dibandingkan calon-calon lain yang muncul di tahun 2024 nanti. 

Ditambah dengan pendukungnya sendiri (yang benar-benar mendukung lho ya, bukan penumpang gelap atau pendukung dengan "agenda perjuangan tertentu") maka bisa dibayangkan seberapa besar kekuatan Prabowo di tahun 2024.

Sekali lagi, jangan baper dulu. Belum tentu reaksi positif sama dengan mau mendukung lho.

Iya, I know. Makanya saya bilang kesempatan terbesarnya adalah dengan menjadi wapres-nya Jokowi. Jika sikap mengalah Prabowo di MRT dan Kongres PDIP saja bisa menimbulkan efek "suka" terhadap beliau, apalagi jika beliau sudah mengalah sedari dulu dan menjadi wapres-nya Jokowi serta menunjukkan kapabilitas terbaiknya sebagai RI-2, bukankah pada akhirnya akan berbuah menjadi dukungan terhadapnya? 

Tapi yah sudahlah, mungkin "kemesraan" itu sudah cukup berarti untuk mengusungnya menjadi RI-1 di masa mendatang. Hanya saja, seiring berlalunya waktu, "kemesraan" itu bisa saja terlupakan, dan bila tiba saatnya nanti, mungkin dukungan dari kubu Jokowi menjadi tidak terlalu signifikan lagi. 

Bandingkan dengan kemungkinan yang terjadi kalau beliau menjadi pendamping Jokowi sekarang. Itulah sebabnya saya bilang,"Seandainya Prabowo mau mengalah..."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun