Mohon tunggu...
Skalit Fie
Skalit Fie Mohon Tunggu... lainnya -

senja dan pelangi, keduanya unsur indah yang kunikmati saat sosokmu tak tertangkap retina mataku, sedangkan doa adalah caraku merengkuhmu..

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Sebab Berandai-andai Menjadi Mudah Karena Sosok 'Kamu' Sebagai Inspirasinya

21 April 2013   23:23 Diperbarui: 24 Juni 2015   14:49 156
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Andai aku memiliki keberanian untuk mengartikan semua tindakan yang telah kamu lakukan. Atas segala hal yang kamu ungkapkan meski belum ada kesempatan yang menghampiriku untuk menangkapnya dalam pandangan, dan menyimpannya dalam memori otakku. Untuk sikap posesifmu yang masih berusaha kupahami sampai saat ini, untuk segala tindakanmu yang terkesan menuntut  diluar dugaanku, untuk kepintaran yang kamu anggap kebodohan karena mungkin kamu menganggapnya berujung pada suatu kesia-siaan. “Egois” adalah kata yang kamu ucapkan sendiri untuk menilai tindakanmu, meski terselip suatu pembelaan karena ‘mengkhawatirkanku’. Entahlah, aku tidak bisa mengartikan tindakanmu terhadapku, kerja otakku menjadi lemah saat memikirkan semua hal tentangmu, rasanya logika tak mendukungku untuk mencari tahu jawabannya, ilmu dan wawasan yang kumiliki pun seperti tak berfungsi dengan baik saat menerka maksud dari kejadian yang ada unsur kamu didalamnya. Bertanya padamu maksud dari semuanya? Sudahlah, tak akan ada jawaban pasti yang akan kudengar darimu, dan aku pun tak mau berasumsi tentang itu. Tak perlu ada klarifikasi atau hal semacamnya, aku juga tak menuntut jawab akan pertanyaan yang kutuliskan pada cerita kali ini.

Aku lebih suka mengabadikan semua hal tentang kita dalam ingatanku, itu sebabnya pada suatu ketika saat kamu memintaku untuk mengabadikan hasil karya kreatifitasmu dengan memotretnya, aku memilih untuk tidak mengindahkan permintaanmu. Sungguh!! bukan karena aku tidak menyukai hasil karyamu, atau tidak menghargainya seperti yang kamu ungkapkan kepadaku, meski aku yakin ungkapan itu adalah salah satu gurauanmu. Aku selalu suka kreatifitasmu, untuk setiap origami yang tak terencana sebelumnya memanfaatkan kertas-kertas yang tak bermakna diantara kita, untuk setiap nyanyian yang tak pernah terselesaikan, untuk suara yang tak pernah terdengar tak merdu ditelingaku, untuk setiap penilaianmu yang mungkin lebih tepatnya kuartikan sebagai kritikan terhadap keadaan sekitar kita pada waktu itu, dan untuk segala hal yang terjadi didalam atau diluar rencana kita. Hanya saja aku takut tak dapat menyimpannya dengan baik jika aku mengabadikannya dalam sebuah foto, akan ada banyak celah untuk menghilangkan jejaknya. Itu sebabnya aku lebih menaruh kepercayaan lebih pada ingatanku untuk menyimpannya dan memutar kembali ingatan itu menjadi kenangan penghiburku saat duka menghampiri atau menjadi pelengkap kebahagiaan saat sukacita merengkuhku, dan dari kedua hal itu yang lebih terpenting adalah saat aku sedang berusaha untuk mengistirahatkanmu sejenak dalam pikiranku. Mengistirahatkanmu sejenak? Baiklah, mengapa kubilang mengistirahatkanmu sejenak dalam pikiranku, sebab kerja otakku tak pernah lelah memutar kenangan tentangmu.

Ada yang tertinggal saat waktu menunjukkan jalan kita pulang, hal yang selalu ingin kulakukan saat mengawali perjumpaan dan mengakhiri pertemuan, jabat tangan yang seperti biasa kulakukan. Sungguh, aku tidak lupa akan hal itu, tapi aku berusaha mengontrol diri karena tak ingin membuatmu tidak nyaman atas tindakanku itu. Hal yang kutakutkan adalah menjadikannya suatu kebiasaan saat waktu menciptakan pertemuan. Takut?? Ya, aku mulai merasa takut, jika suatu saat tindakanku justru membuatmu malu terhadap pandangan sekitar, aku takut saat lingkungan tak berpihak dan menciptakan asumsi-asumsi yang tak pernah mereka klarifikasi kepadaku atau kepadamu sebelumnya. Aku berusaha menahan diri agar tak menimbulkan pandangan negatif akan tindakanku, bukan untuk pencitraan diriku, hanya saja aku sedang berusaha menahan rasa sakit jika suatu saat aku benar-benar tidak bisa melakukannya lagi, atau paling tidak aku sedang berusaha untuk tidak menciptakan rasa sakit terhadap penggemar-penggemarmu diluar sana. Kamu tahu, mata akan menjatuhkan airnya karena melihat apa yang seharusnya tak terlihat atau yang tidak ingin dilihat dan berakhir pada kesimpulan yang tak pernah dibuktikan kebenarannya. *Terhadapmu, aku pernah merasakannya.*

Akan ada saatnya kamu mengerti mengapa begitu mudah merangkai aksara yang menghasilkan karya dengan menjadikanmu sebagai insipirasinya. Pada setiap kumpulan aksara yang menghasilkan cerita, puisi, sajak atau semacamnya, meski terkadang bermakna kebahagiaan yang ingin kupancarkan atau pedih dan luka saat kenyataan menyadarkanku bahwa bukan sosok kamu yang menyertai, melainkan karya yang kujadikan alibi untuk mengenang. Percayalah, ini bukan tentang rasa yang tersirat, tapi tentang otak yang tiba-tiba saja memutar kenangan tentangmu saat gairahku menulis berada pada posisi puncak. Jangan larang aku untuk menjadikanmu sebagai inspirasiku mencipta karya, sebab aku takut tak bisa lagi mencipta karya yang mengundang decak kagum bagi mereka yang membacanya.

Percayalah, ini bukan tentang rasa yang tersirat melainkan rasa cintaku pada kegiatan menulis. semoga kamu bersedia untuk memahaminya.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun