Mohon tunggu...
Supartono JW
Supartono JW Mohon Tunggu... Konsultan - Menulis di berbagai media cetak sejak 1989. Pengamat Pendidikan Nasional dan Humaniora. Pengamat Sepak Bola Nasional. Praktisi Teater.

Bekerjalah dengan benar, bukan sekadar baik

Selanjutnya

Tutup

Bola

Etika dan Moral Pembina Sepak Bola Akar Rumput

17 Desember 2024   22:37 Diperbarui: 17 Desember 2024   22:58 108
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik


Indahnya sepak bola akar rumput Indonesia. Banyak wadah yang maunya mencari prestasi dengan cara instan. Lalu, menggembosi wadah-wadah sepak bola akar rumput yang lain, terutama yang berstatus pembinaan murni, dengan berbagai iming-iming.

Di saat bersamaan, para orang tua pun terhipnotis dengan iming-iming itu. Lupa diri. Lupa dari mana asal mula anaknya mengenal sepak bola. Hilang etika dan moral. Tidak tahu terima kasih. Tidak tahu diri. Tidak ada lagi rasa hormat, rasa menghargai wadah yang telah membinanya. Tidak ada rasa utang budi.

Open seleksi...

Jujur, maaf, saya tertawa, "membaca informasi dari berbagai media terutama medos, wadah-wadah "itu" mencari mangsa dengan tajuk klasik: "Open Selection" atau model lainnya, untuk merekrut siswa/pemain sepak bola. Iming-imingnya beasiswa. Sasaran usianya pun bukan lagi hanya anak-anak usia dini (PAUD) di bawah Usia 12 tahun,  tetapi sampai usia 17 tahun.

Siapakah yang diiming-imingi? Apakah anak baru lahir yang belum mengenal sepak bola?

Yang pasti, hanya orang-orang yang tahu etika dan moral serta pandai bersyukur, tentu akan terhindar dari perbuatan menyakiti pembina sepak bola di wadah lain yang sudah berdarah-darah membina, dengan perbuatan mencomot pemain dengan berbagai dalih dan akal-akalan.

Tetapi bagi orang-orang yang tidak punya etika dan moral, tidak pandai bersyukur, kebetulan keberadaannya yang sedang  atau masih "di atas", maka akan mengghalalkan segala cara mencomot siswa/pemain yang sudah dibina dan dididik wadah lain dengan muslihatnya.

Kebetulan pula, saat bersamaan, para orang tua yang ambisi, mau enaknya, mau gratisan, tidak punya etika dan moral, tidak pandai bersyukur, sedang "mewabah" di +62.

Tetapi bagi orang-orang yang tidak memiliki etika dan moral, tidak juga pandai bersyukur, maka perilakunya akan melebihi politisi. Apa yang diperbuat adalah demi kepentingan dan keuntungan pribadi dan kelompoknya.

Tidak malu, pemain rekrutan dengan iming-iming beasiswa itu, dimainkan dalam kompetisi yang sama, yang juga diikuti oleh wadah pembinaan murni yang pemain ikut direkrut.

Lalu, dalam kompetisi, tanpa rasa risi dan rasa malu, karena tidak membina, hanya mencomot pemain, tetapi mencanangkan target setiap laga wajib menang. Di akhir kompetisi harus juara.

Wahai para operator kompetisi khususnya operator swasta, apa yang kalian cari, bila sejak awal peserta kompetisi sudah diketahui caranya seperti itu? Mengapa kompetisi tetap dijalankan dengan kondisi tim peserta yang kualitasnya pincang?

Fakta ini, jelas menunjukan bahwa sejatinya, kompetisi sudah tidak dilandasi oleh nilai-nilai kejujuran, sportif, dan fairplay.

Bila kondisi di akar rumput demikian, apakah PSSI akan dapat memetik calon pemain timnas yang karakternya beretika dan bermoral?

Inilah potret kecil, betapa gagalnya pendidkkan karakter di Indonesia. Bahkan terjadi di olah raga sepak bola yang seharusnya  menjadi tempat praktik niai-nilai sportivitas, fairplay, menghormati, dan menghargai.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun