Bukan Arab Saudi atau Australia
Lebih dari itu, Erick Thohir dan publik sepak bola nasional harus membumi bahwa Timnas Indonesia bukanlah seperti Timnas Arab Saudi dan Australia yang sudah bolak-balik masuk putaran final Piala Dunia.
Pencapaian masuk ronde 3 Piala Dunia pun baru pertama kali. Di raih atas kinerja STy yang saat itu, skuat Garuda belum dipenuhi pemain hasil binaan PSSInya luar negeri. Jadi, memecat STy, bila kalah dari Arab Saudi, bukan solusi. Tetapi akan membuat sepak bola Indonesia kembali "polusi". Penuh masalah, kembali terpuruk.
Jangan ikut-ikutan Federasi Sepak Bola Arab Saudi (SAFF) yang memecat Roberto Mancini. Pun jangan biarkan STy mundur seperti Graham Arnold yang merasa gagal karena tidak mampu memberikan kemenangan Australia atas Timnas Indonesia.
Dua timnas itu, memang layak ada di Piala Dunia 2026 karena perjalanan panjang prosesnya. Dan hasil prosesnya adalah bonus prestasi masuk Piala Dunia bolak-balik.
Sekali lagi, bila Indonesia gagal masuk ranking 4 klasemen Grup C, tidak lolos ke ronde 4, adalah wajar. Sesuai dengan kondisi yang realistis atas keberadaan timnas yang masih berproses.
Bukan matematika
Kendati hasil laga-laga sepak bola dapat diprediksi sesuai catatan matematis. Tetapi banyak hasil laga yang tidak sesuai prediksi dan tidak sesuai catatan matematis.
Secara matematis, berat bagi Timnas Indonesia mengalahkan Arab Saudi, meski bermain di SUGBK. Tetapi, untuk menang, bukan hal yang mustahil, asal STy sembuh dan dapat bersikap ilmiah dan percaya teori, sehingga jauh dari human error.
Secara matematis, tidak sulit Garuda mengalahkan Bahrain dan China di SUGBK, tetapi siapa yang dapat menggaransi anak-anak Garuda dapat menang?
Secara matematis, mustahil Indonesia mengambil poin saat di jamu Australia dan Jepang. Tetapi, bukan mustahil pula, Garuda malah dapat mengambil poin 1 atau 3.