Mohon tunggu...
Supartono JW
Supartono JW Mohon Tunggu... Konsultan - Pengamat pendidikan nasional dan sosial. Konsultan pendidikan independen. Prakitisi dan Narasumber pendidikan. Praktisi Teater. Pengamat sepak bola nasional. Menulis di berbagai media cetak sejak 1989-2019. Ribuan artikel sudah ditulis. Sejak 2019 rehat menulis di media cetak. Sekadar menjaga kesehatan pikiran dan hati, 2019 lanjut nulis di Kompasiana. Langsung meraih Kompasianer Terpopuler, Artikel Headline Terpopuler, dan Artikel Terpopuler Rubrik Teknologi di Akun Pertama. Ini, Akun ke-Empat.

Bekerjalah dengan benar, bukan sekadar baik

Selanjutnya

Tutup

Bola

Setop Menjadikan Anak, Korban Mimpi Orang Tua & Pembina, dalam Hal Sepak Bola! (2)

5 November 2024   05:27 Diperbarui: 5 November 2024   07:29 173
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik


Saya melahirkan dan mendirikan Klub Sepak Bola BFC di Jakarta Timur, tahun 1990 saat masih kuliah. Saya melahirkan dan mendirikan SSB Sukmajaya, tahun 1998, saat saya baru memiliki putri berusia 3 tahun. Saya melahirkan dan mendirikan Sukmajaya FC, tahun 2004, saat anak lelaki saya baru usia 1 tahun. Saya melahirkan dan mendirikan SSB Prakasa tahun 2020, saat usai SSB Sukmajaya 22 tahun. Pertanyaanya, untuk siapa dan untuk apa, saya melahirkan dan mendirikan Klub dan SSB, hingga sampai saat ini, lebih dari 34 tahun, untuk siapa?

(Supartono JW.05112024)

Sebagai catatan untuk mengingatkan terkait artikel "Setop Menjadikan Anak, Korban Mimpi Orang Tua dan Pembina, dalam Hal Sepak Bola", di sini saya tambahkan alasan mengapa saya membuat wadah sepak bola.

Pasalnya, saya temukan dan identifikasi, banyak orang tua yang membuat wadah kegiatan "apa pun", tujuan awalnya karena demi anaknya. Kemudian, saat anaknya sudah tidak aktif lagi, wadah pun mengiringi, tidak aktif, berhenti, dan mati.

Di wadah yang saya buat pun, para pengurus yang kebanyakan orang tua siswa, akan usai dan mundur dari kepengurusan mengiringi anaknya yang usai pula di kegiatan dalam wadah tersebut.

Yang sangat miris, ada orang tua siswa yang hadir langsung siap jadi pengurus. Bahkan menjadi sponsor dan donatur, tetapi begitu tahu fakta anaknya  tidak begitu berkembang dan tidak menjadi pilihan utama tim pelatih dalam turnamen/kompetisi, orang tua ini pun akan sangat mudah angkat kaki. Bahkan mencari peruntungan dengan pindah ke wadah yang lain. Atau membuat wadah sendiri, demi untuk anaknya.

Untuk masyarakat

Dengan bekal awal sebagai praktisi sepak bola, memahami kepemimpinan dan keorganisasian di divisi olah raga senat mahasiswa, serta sebagai Ketua Karang Taruna Remaja, saya melahirkan dan mendirikan Klub Sepak Bola BFC di Jakarta Timur, tahun 1990 saat masih kuliah. 

Adanya lisensi kepelatihan dan ijasah sarjana, plus ilmu kekeluargaan dari Teater Koma, serta dukungan dari almarhum Ronny Patinasarany, saya melahirkan dan mendirikan SSB Sukmajaya, tahun 1998, saat saya baru memiliki putri berusia 3 tahun. Saya melahirkan dan mendirikan Sukmajaya FC, tahun 2004, saat anak lelaki saya baru usia 1 tahun. Saya melahirkan dan mendirikan SSB Prakasa tahun 2020, saat usai SSB Sukmajaya 22 tahun. Pertanyaanya, untuk siapa dan untuk apa, saya melahirkan dan mendirikan Klub dan SSB, hingga sampai saat ini, lebih dari 34 tahun?

Jawabnya yang pertama, sudah pasti bukan untuk diri saya dan keluarga saya. Yang kedua, untuk selalu dapat "berbagi" kepada masyarakat, memfasilitiasi belajar kehidupan nyata melalui permainan sepak bola.

Dan, tidak menjadikan wadah ini, lahan bisnis atau tempat mencari nafkah.

Sehingga senantiasa dapat mengingatkan diri sendiri, merefleksi diri untuk saya pribadi, anggota klub dan SSB (pengurus, orang tua, siswa, pemain, dan lainnya).

Bukan mencetak siswa/pemain menjadi pemain sepak bola amatir, profesional, Liga, atau Timnas. Tetapi membantu membentuk karakter: tahu diri, tahu berterima kasih, peduli, simpati, empati, disiplin, bertanggung jawab, konsisten, santun, berbudi, kreatif, inovatif, cekatan, tidak mengandlakn orang lain, tidak bergantung, tidak egois, tidak individualis hingga membumi dan rendah hati, bekal untuk kehidupan nyata. Di rumah, di lingkungan masyarakat, di pekerjaan, hingga dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, sebab kompeten soft skill (kepribadian) dan hard skill (intelektual)nya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun