Mohon tunggu...
Supartono JW
Supartono JW Mohon Tunggu... Konsultan - Pengamat pendidikan nasional dan sosial. Konsultan pendidikan independen. Prakitisi dan Narasumber pendidikan. Praktisi Teater. Pengamat sepak bola nasional. Menulis di berbagai media cetak sejak 1989-2019. Ribuan artikel sudah ditulis. Sejak 2019 rehat menulis di media cetak. Sekadar menjaga kesehatan pikiran dan hati, 2019 lanjut nulis di Kompasiana. Langsung meraih Kompasianer Terpopuler, Artikel Headline Terpopuler, dan Artikel Terpopuler Rubrik Teknologi di Akun Pertama. Ini, Akun ke-Empat.

Bekerjalah dengan benar, bukan sekadar baik

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Pilihan

Menafsir Kata 'Wajar' yang Benar dan Baik

12 Agustus 2024   12:32 Diperbarui: 12 Agustus 2024   13:43 112
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

(KBBI), wajar adalah biasa sebagaimana adanya tanpa tambahan apa pun, menurut keadaan yang ada, sebagaimana mestinya. (KBBJ), wajar adalah tidak biasa sebagaimana adanya, ada tambahan apa pun, menurut keadaan yang ada, tidak sebagaimana mestinya.

(Supartono JW.12082024)

Akibat Presiden Jokowi, di Jakarta Convention Center, Jumat (9/8) di hadapan awak media menyebut bahwa pembengkakan anggaran upacara peringatan HUT RI ke-79 tahun masih dalam batas "wajar". Alasannya, pembengkakan anggaran terjadi karena tahun ini upacara dilaksanakan di dua tempat, yaitu di IKN Nusantara dan Jakarta. Upacara kemiliteran digelar di IKN, sedangkan hiburan rakyat digelar di Istana Merdeka, Jakarta.

"Iya namanya dulu hanya di satu tempat. Ini karena ada transisi sehingga menjadi di dua tempat. Tapi kan bukan lompatan yang anu," Ujar Jokowi.

Kamus baru, ketidakwajaran yang diwajarkan

Apa yang disampaikan oleh Jokowi di tengah berbagai polemik tentang IKN. Sebelumnya tentang etika dan moral yang ditanggalkan olehnya dalam Pilpres 2024. Kini pembengkakan anggaran yang menggunakan "uang rakyat" tetap dianggap wajar. Saya pikir keteladanan di  negeri ini telah kehilangan arah. Pernyataan Jokowi semakin sulit diterima akal sehat.

MAAF, SEBAGAI RAKYAT JELATA, SEPANJANG INDONESIA DI PIMPIN PRESIDEN JOKOWI, MELALUI BEBERAPA ARTIKEL YANG SUDAH SAYA TULIS, SAYA SELALU BERUSAHA OBYEKTIF DAN ADIL MENYOROTI APA YANG DILAKUKAN OLEH PRESIDEN YANG TIDAK LAMA LAGI USAI MENJABAT INI.

SAAT PERSIDEN JOKOWI MEMBUAT KEBIJAKAN, TINDAKAN, DAN LAINNYA YANG BENAR DAN BAIK SESUAI AMANAH, SAYA TULIS BAHWA PRESIDEN JOKOWI TELAH BERBUAT AMANAH, BENAR, DAN BAIK UNTUK KEPENTINGAN RAKYAT.

NAMUN, SAAT PRESIDEN JOKOWI MEMBUAT KEBIJAKAN ATAU BERTINDAK YANG SAYA PIKIR TIDAK AMANAH, SAYA PUN MENGKRITISI AGAR PRESIDEN KITA INI KEMBALI KEPADA AMANAH.

Kini, menjelang rakyat Indonesia merayakan ulang tahun kemerdekaan, ternyata Presiden kita ini membuat pernyataan yang membuat rakyat tidak nyaman. Indikatornya, di berbagai kolom komentar, baik di media massa atau media sosial, tepatnya rakyat prihatin atas kata-kata Jokowi yang seolah tidak menimbang pikiran dan perasaan rakyat. Terlebih, yang kecewa, saya "baca" bukan hanya rakyat yang 42 persen, tetapi rakyat yang katanya 58 persen pun ikut kecewa.

Bisa jadi, inilah kado manis HUT Kemerdekaan RI yang paling indah bagi rakyat Indonesia. Di tengah rakyat masih bergelimang kebodohan, kemiskinan, dan penderitaan, alias masih "terjajah", belum merdeka. Terus ditekan berbagai akal-akalan membayar iuran dan pajak. Menjadi tameng membayar hutang negara. Tetapi pesta pora dengan anggaran uang rakyat, justru disebut wajar oleh Pemimpin yang elu-elukan di negeri ini.

Inilah hal tidak wajar yang dipaksakan untuk tetap disebut wajar. Rakyat dipaksa untuk menelan paradigma baru tentang makna wajar versi Jokowi. Padahal, dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), makna wajar adalah biasa sebagaimana adanya tanpa tambahan apa pun, menurut keadaan yang ada, sebagaimana mestinya. Sementara wajar menurut Kamus Besar Bahasa Jokowi (KBBJ), wajar adalah tidak biasa sebagaimana adanya, ada tambahan apa pun, menurut keadaan yang ada, tidak sebagaimana mestinya.

Apakah karena keadaan transisi, karena ada IKN yang masih proses, peringatan HUT RI ke-79 harus diselenggarakan di dua tempat, Jakarta dan IKN? Siapa sebenarnya yang mengharuskan? Sepertinya, Jokowi sendiri yang merencanakan. Bila peringatan HUT RI memang harus di dua tempat, bagaiaman agar tidak membuat Kamus Baru untuk makna wajar? Solusinya, anggaran HUT RI tetap sesuai anggaran biasa, tidak harus nambah. Bila tetap memaksa untuk disebut wajar, jangan ada tambahan anggaran yang memakai uang rakyat. Coba pakai anggaran dari dana pribadi atau para pemodalnya, deh!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun