SetelahPSSI apa mau terus gunakan cara instan demi dongkrak prestasi? Bagaimana mau transformasi?
masa emas Witan cs. Setalah masa emas para pemain naturlasasi,(Supartono JW.19042024)
Tiada kado terindah di hari Ulang Tahun (HUT) PSSI ke-94, Jumat (19/4/2024), selain kemenangan Timnas Indonesia U-23 di Piala Asia U-23 Qatar atas Timnas Australia U-23 pada Kamis malam (18/4/2024).
9 dari 11, lokal
Kado indah itu semakin membahagiakan, sebab penggawa Garuda U-23, bukanlah para pemain yang lahir semudah membalik telapak tangan. Juga bukan para pemain yang tiba-tiba muncul dan berhasil, akibat diasuh STy.
Usai wasit membunyikan peluit tanda laga berakhir, setelah waktu normal melebihi 11 menit, Garuda memastikan diri menekuk Australia. Saya mendapat kepastian dari Indra Sjafri bahwa, dari 11 pemain yang diturunkan sejak kick off, 9 pemain adalah para penggawa muda yang diasuh Indra Sjafri kala meraih medali emas SEA GAMES 2023, penggawa pembinaan lokal. Sementara 2 pemain adalah pemain naturalisasi.
Artinya, meraih hasil dan prestasi itu, membutuhkan proses. Membutuhkan  pembinaan berjenjang yang konsisten.
Kemenangan Indonesia atas Australia, harus diakui bukan hanya sekadar upaya STy, tetapi ada upaya-upaya dari tangan dan pihak lain. Sehingga mengantar para pemain memiliki jam terbang dan pengalaman.
Kemenangan atas Australia yang ranking FIFAnya 24, sementara Indonesia 134, selain menjadi catatan sejarah yang bukan saja mengagetkan Asia Tenggara, tetapi juga dunia, meski di level U-23, membuktikan bahwa sebuah prestasi dalam sepak bola atau bidang apa pun, tidak pernah instan.
Di luar itu, Shin Tae-yong (STy) tidak salah dalam menurunkan komposisi pemain sejak kick off. Lalu, hanya tersisa beberapa pemain yang tetap bebal, belum cerdas intelgensi dan personality. Serta kepemimpinan wasit yang objektif, adil.
Buka mata hatiÂ
Untuk itu, di usia PSSI ke-94, saya kembali mengingatkan Ketua Umum PSSI, Erick Thohir, bahwa ternyata, Timnas Indonesia U-23, yang hanya diperkuat oleh 2/3 pemain berdarah Indonesia yang sebelumnya mendapat pendidikan, pelatihan, pembinaan, dan kompetisi sepak bola di luar negeri, ternyata mampu mengalahkan Australia.
Saya senang bila dalam kata sambutan peringatan HUT PSSI ke-94, Erick Thohir membicarakan transformasi sepak bola Indonesia, yang menurutnya butuh waktu dan proses tidak mudah.
"Seperti saya sudah sampaikan berulang kali, memang kan dalam pembenahan transformasi sepak bola yang dilakukan itu perlu waktu dan tidak mudah," kata Erick Thohir.
Harus kita akui, sejak PSSI diketuai Erick, sepak bola nasional di ranah "atas", memang bergerak ke arah positif, khususunya soal perkembangan Timnas Indonesia.
Dalam dua tahun terakhir, Timnas Indonesia, level senior sampai kategori usia banyak memperlihatkan tren positif. Timnas Indonesia senior bisa mencetak sejarah untuk kali pertama tembus fase knockout ajang Piala Asia 2024 Qatar.
Berikutnya, Timnas Indonesia U-23 juga untuk kali pertama melenggang ke putaran final Piala Asia U-23. Bahkan, usai menjalani dua pertandingan, Garuda Muda punya kans untuk lolos ke fase knockout. Sebab, sudah mengumpulkan satu kemenangan dari negara kuat Australia dan kalah dari tuan rumah Qatar 0-2.
Pilih pondasi atau naturalisasi?
Untuk itu, sesuai kata sambutan Anda di HUT PSSI ke-94, Pak Erick, bahwa Anda sudah menyampaikan berulang kali, dalam pembenahan transformasi sepak bola yang dilakukan itu perlu waktu dan tidak mudah, apakah berikutnya Anda akan terus menggenjot program Naturalisasi?
Atau konsentrasi dan konsisten mengurus pondasi sepak bola nasional, sepak bola akar rumput?Â
Setelah masa emas Witan cs. Setalah masa emas para pemain naturlasasi, PSSI apa mau terus gunakan cara instan demi dongkrak prestasi? Bagaimana mau transformasi?
Sekali lagi, lihat! 9 pemain hasil pendidikan, pelatihan, dan pembinaan lokal, mampu menjadi tulang punggung Timnas dan mampu mengalahkan Australia.
Apakah Anda akan membiarakan kompetisi EPA Liga 1 yang rahasia buruknya sudah diketahui publik? Apakah Anda akan terus mengabaikan sepak bola akar rumput? Membiarkan wadah dan kompetisinya tidak beregulasi?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H