Mohon tunggu...
Supartono JW
Supartono JW Mohon Tunggu... Konsultan - Pengamat pendidikan nasional dan sosial. Konsultan pendidikan independen. Prakitisi dan Narasumber pendidikan. Praktisi Teater. Pengamat sepak bola nasional. Menulis di berbagai media cetak sejak 1989-2019. Ribuan artikel sudah ditulis. Sejak 2019 rehat menulis di media cetak. Sekadar menjaga kesehatan pikiran dan hati, 2019 lanjut nulis di Kompasiana. Langsung meraih Kompasianer Terpopuler, Artikel Headline Terpopuler, dan Artikel Terpopuler Rubrik Teknologi di Akun Pertama. Ini, Akun ke-Empat.

Bekerjalah dengan benar, bukan sekadar baik

Selanjutnya

Tutup

Ramadan Pilihan

1445 H (28) Antara Dana Operasional, Pandai Bersyukur, Sensitif, dan Amanah

7 April 2024   07:08 Diperbarui: 7 April 2024   09:07 1242
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Supartono JW

Semua akademisi yang menggunakan hati nuraninya dan orang-orang cerdas pikiran dan kaya hati di negeri ini pun, tahu bahwa itu perbuatan yang tidak etik dan tidak bermoral.

Saya, sebagai rakyat jelata, yang mencoba ikut andil mendirikan wadah kegiatan untuk masyarakat negeri ini, Indonesia, dalam bentuk kegiatan olah raga. Sudah berjalan lebih dari seperempat abad. Sebab bentuk wadahnya hanya kekeluargaan, bukan PT atau Yayasan, maka bicara tentang biaya operasional, demi roda kegiatan dan program-programnya dapat dijalankan, bagi saya sangat sulit untuk mendapatkannya.

Setiap waktu, menjadi sangat melelahkan pikiran dan hati, karena jangankan memiliki cukup anggaran untuk menjalankan program-program wadah saya ini. Untuk biaya operasional saja, tidak punya. Karena iuran dari anggota tidak lancar. Donatur terbatas. Sponsor pun susah didapat. Berharap sama pemerintah, daerah/pusat? Meski berbagai jalan di tempuh. Hasilnya utopia.

Meski begitu, karena wadah kegiatan kekeluargaan saya dirikan dengan niat ikhlas membantu masyarakat, sesulit apa pun anggaran saya dapatkan, kegiatan yang saya tekuni sudah melampaui seperempat abad, hingga saat ini masih saya gulirkan, menyisihkan pendapatan pribadi, jalan hutang ke pihak bank mau pun kepada orang baik pun saya lakukan demi dana operasional hingga jalankan program-program.

Saya pun tahu, ada berapa banyak wadah kegiatan masyarakat untuk membantu negeri ini di berbagai bidang, tetapi juga kesulitan dalam biaya operasional.

Ada yang mengubahnya menjadi berbadan hukum seperti PT atau Yayasan, tetapi tetap saja tidak mudah untuk mereka sekadar bertahan, sebab, tetap kesulitan dalam memperoleh dana untuk biaya operasional.

Lihatlah, keberadaan wadah-wadah yang justru lebih berperan membentuk karakter dan budi pekerti masyarakat di banding instansi atau institusi formal yang memiliki anggaran dari uang rakyat bukan sekadar biaya operasional, tapi juga biaya untuk program-programnya.

Wadah-wadah itu, tidak memiliki akses untuk mendapat anggaran biaya operasional mau pun biaya untuk program-programnya dari uang rakyat yang dikelola oleh pemerintah.

Bahkan, rumah-rumah Ibadah, biaya, rumah-rumah yatim piatu, biaya operasionalnya pun bergantung kepada infak, donasi, atau dari orang baik.

Tetapi, ternyata, di negeri ini, ada dana operasonal yang jumlahnya miliaran, dari uang rakyat, justru digunakan untuk kepentingan pribadinya.

Tidak bersyukur, tidak sensitif

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ramadan Selengkapnya
Lihat Ramadan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun