Mohon tunggu...
Supartono JW
Supartono JW Mohon Tunggu... Konsultan - Pengamat pendidikan nasional dan sosial. Konsultan pendidikan independen. Prakitisi dan Narasumber pendidikan. Praktisi Teater. Pengamat sepak bola nasional. Menulis di berbagai media cetak sejak 1989-2019. Ribuan artikel sudah ditulis. Sejak 2019 rehat menulis di media cetak. Sekadar menjaga kesehatan pikiran dan hati, 2019 lanjut nulis di Kompasiana. Langsung meraih Kompasianer Terpopuler, Artikel Headline Terpopuler, dan Artikel Terpopuler Rubrik Teknologi di Akun Pertama. Ini, Akun ke-Empat.

Bekerjalah dengan benar, bukan sekadar baik

Selanjutnya

Tutup

Ramadan Pilihan

1445 H (13) Jangan Kepedean, Jangan Memanfaatkan

23 Maret 2024   10:45 Diperbarui: 23 Maret 2024   10:55 1152
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilistrasi Supartono JW


Orang-orang yang memuliakan diri di hadapan orang lain dan Allah itu: amanah, tidak mengambil untung, membodohi dengan cara membaiki orang lain (rakyat) yang masih bodoh, miskin, dan menderita. Tidak menjadi orang yang kepedean dan memanfaatkan.

(Supartono JW.23032024)

Di bulan yang penuh berkah dan ampunan ini, sadarkah, orang-orang yang memikul amanah menjadi pemimpin di negeri ini, justru masih terus melakukan perbuatan keji, tak berakhlak. Bahkan, memanfaatkan dengan membodohi (dengan membaiki) rakyat miskin untuk kepentingan dirinya? Bukan malah menjadi cahaya bagi rakyat miskin (bodoh dan menderita)?

Sadarkah orang-orang yang kikir, juga hanya memikirkan dirinya sendiri, seperti hidup di dunia akan kekal. Padahal saat mati, hanya tubuh yang akan masuk liang lahat. Disertai amalan baik yang akan menyelamatkannya dari api neraka. Tidak ada harta benda, kedudukan, pangkat, jabatan, dan kemewahan semu di dunia, yang dibawa.

Selain itu, banyak manusia yang kepedean, karena belum memiliki kemampuan, kompetensi. Atau karbitan, instan, sekadar mendompleng nama besar orangtuanya, dinastinya, tapi sudah berani dan percaya diri eksis di dunia nyata mengikuti jejak orangtua dan dinastinya. Memanfaatkan situasi dan keadaan. Karena tujuannya sama: untuk keuntungan dan kepentingan diri dan keluarganya, kroninya, kelompoknya, dll.

Doa hari ke-13

Apa yang disampaikan para Ulama, diperkuat oleh berbagai literasi, Ibadah Ramadan hari ke-13, satu di antara doanya adalah: "Ya Allah! Mohon sucikanlah diri kami di bulan ini dari segala nista dan perbuatan keji. Berilah aku kesabaran atas apa yang telah Engkau tetapkan. Anugerahkan kepada kami ketakwaan dan persahabatan dengan orang-orang yang baik dengan pertolongan-MU, Wahai cahaya hati orang-orang yang miskin."

Dari doa tersebut, ada tiga bagian yang dapat diurai, dalam memohon kepada Allah:

Pertama, sucikan diri dari nista dan perbuatan keji.
Kedua, berikan kesabaran.
Ketiga, anugerahkan ketaqwaan dan persahabatan dengan orang-orang baik, dan
Keempat, Allah adalah cahaya hati orang-orang yang miskin.

Mulia dan keji

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) mulia artinya tinggi (tentang kedudukan, pangkat, martabat), tertinggi, terhormat, luhur (budi dan sebagainya), baik budi (hati dan sebagainya), bermutu tinggi, berharga (tentang logam, misalnya emas, perak, dan sebagainya), logam, hendak  bertabur urai.

Plus ada penjelasan, bila seseorang ingin mendapatkan kemuliaan atau ingin mulia di mata orang lain, hendaklah berani mengeluarkan uang, jangan kikir.

Sementara keji memiliki makna 'sangat rendah (kotor, tidak sopan, dan sebagainya). hina.

Dalam Al-Quran, Allah menggambarkan dua kecenderungan sifat yang berbeda dalam jiwa setiap manusia. Jika manusia sering mensucikan jiwanya dengan zikir dan amal shaleh, terbentuklah sifat kemuliaan tersebut. Namun jika manusia sering mengotorinya dengn sifat tercela, terbentuklah manusia yang nista di hadapan Allah SWT.

Kemuliaan dan Kenistaan adalah dua keadaan yang sebenarnya menjadi pilihan hidup. Setiap manusia dapat menjadi mulia, dan juga dapat menjadi nista. Karena kedua sifat yang berlawanan tersebut sudah diilhamkan Allah kepada jiwa manusia. Hingga setiap manusia memiliki peluang untuk memuliakan atau menistakan diri di hadapan Allah SWT.

Karenanya, bila seseorang melakukan sikap dan perbuatan mulia dalam kehidupan di dunia, maka akan terhindar dari perbuatan kikir dan keji,  akan selalu memiliki kesabaran. Anugerah ketaqwaan tidak akan dingkari, tetapi dijalankan sesuai perintahNya.

Orang-orang yang mulia, sudah tentu akan dekat dan senantiasa menjalin persahabatan dengan orang-orang baik. Kemudian menyadari bahwa Allah adalah cahaya hati orang-orang yang miskin.

Orang-orang yang mulia, juga akan memikul amanah dan mempertanggung jawabkannya  di hadapan Allah (QS. Al-Baqarah : 30).

Orang-orang yang mulia adalah sebagaimana: Manusia dikaruniai pembawaan mulia dan bermartabat (QS. Al-Isra' : 70).

Orang-orang yang dekat dengan Tuhan, dan menjadikan kehidupan ini lahan pengabdian (ibadah) kepada Allah SWT, akan memiliki kesadaran moral yang yang pada akhirnya membentuk manusia yang selalu berhati-hati dalam melakukan perbuatan.

Sejatinya, perbuatan keji yang merupakan simbol kerendahan dan kenistaan manusia, justru sering terjadi karena rendahnya pertahanan diri dalam merasakan kedekatan dengan Allah SWT, sebab Allah berfirman:
(1) Manusia makhluk nista dan bodoh, QS. Al-ahzab : 72.
(2) Manusia makhluk pengingkar nikmat, QS. Al-Hajj : 66.
(3) Manusia makhluk kikir, QS. Al-Isra': 100
(4) Manusia makhluk berkeluh kesah, QS. Al-Ma'arij : 19-21

Sadar dan pahami bahwa sifat kemuliaan dan kenistaan, akan selalu berseteru dalam diri manusia, pemenang dari perseteruan tersebut akan menentukan bentuk perbuatan (akhlak) manusia.

Dalam KBBI, akhlak adalah sebuah budi pekerti. Akhlak merupakan perbuatan manusia yang tercipta dari karakter seseorang.

Dengan memahami kemuliaan dan kenistaan, bila kita mampu terhindar dan mengindari perbuatan keji, karena menyadari bahwa manusia adalah makhluk yang nista dan bodoh, makhluk pengingkar nikmat, makhluk kikir, dan makhluk berkeluh kesah, maka kesabaran, ketaqwaan, menjalin persahabatan dengan orang-orang baik dan  menyadari bahwa Allah adalah cahaya hati orang-orang yang miskin, akan selalu tertanam dalam pikiran dan hati. Dipraktikkan dalam kehidupan nyata dunia.

Tidak menjadi orang yang tidak amanah. Tidak membodohi dengan cara membaiki rakyat yang masih bodoh, miskin, dan menderita. Tidak menjadi orang yang kepedean, dll.

Dengan begitu kita akan termasuk golongan orang-orang yang bertaqwa, sehingga sikap dan perbuatan kita dapat memuliakan diri kita sendiri di hadapan dihadapan Allah SWT dan orang lain, saat kita masih diberi nafas. Aamiin.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ramadan Selengkapnya
Lihat Ramadan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun