Pertama, kegagalan pendidikan tentang etika dan moral di rumah, di sekolah, dan lingkungan masyarakat, menjadikan anak-anak dan remaja yang sudah berganti baju menjadi orang tua, tidak  memiliki kompetensi menjadi orang yang tertib dan menertibkan. Jangankan menertibkan anak-anak dan remaja, menertibkan dirinya sendiri juga tidak bisa.
Ada anak-anak atau remaja yang ada di kanan kiri safnya membuat suasana tidak khusu, karena mengobrol, main hp, atau malah bermain dan berlarian, tetap diam seperti patung. Tidak ada reaksi, tidak peduli, tidak ikut menertibkan agar anak-anak dan remaja yang bikin gaduh, tertib.
Peristiwa seperti itu, bahkan dapat dijumpai diberbagai Masjid. Seolah yang harus menjadi penertib di Masjid hanya Pengurus Masjid atau Imam, atau Marbot.
Saya pun jarang mendengar ada ceramah dan kultum, yang mendidik anak-anak, remaja, hingga orangtua agar menjadi pribadi yang tertib dan menertibkan di lingkungan Masjid.
Menertibkan diri sendiri. Membantu menertibkan anak-anak, remaja, dan orangtua yang tidak tertib, mulai dari yang di samping kiri dan kanan saf, mau pun di depan atau belakang saf. Bukan diam mematung, tidak risih, tidak ada reaksi, tidak peduli. Untuk apa datang dan beribadah di Masjid bila hidup hanya untuk diri sendiri?
Kedua, seharusnya seluruh Umat Muslim bersyukur, saat Masjid-masjid diramaikan oleh kehadiran anak-anak dan remaja. Mereka adalah generasi sujud kita. Tidak semua anak-anak senang ke masjid, dan apabila mereka sudah senang ke masjid, kita tidak menjadikan mereka benci masjid gegara ada pengurus Masjid atau Imam atau Marbot yang memarahi mereka karena membuat suasan gaduh, tidak nyaman, ibadah menjadi tidak khusu.
Jangan pernah anggap mereka sebagai pengganggu karena diri kita sendiri tidak terdidik dan memiliki kompetensi bagaimana menjadi orang yang tertib. Lalu, memiliki sumbangsih ikut menjadi penertib yang benar dan baik. Bukan menjadi orang yang tidak bereaksi, tidak peduli, diam, di sekililing saf kita tidak kondusif.
Bila diidentifikasi lebih tajam, selain para makmum, jamaah yang belum berhasil dan terdidik hingga memiliki kompetensi membantu menertibkan kegaduhan di Masjid, para makmum (bapak dan ibu) yang justru berangkat ke Masjid dengan putra-putrinya, malah menjadi penyebab, suasana masjid gaduh, karena membiarkan putra/putrinya lepas dari pengawasannya. Bukan ditertibkan untuk tetap berada di samping kiri/kanan bapak dan ibunya.
Lebih parah, ternyata, banyaknya anak-anak yang sudah mencintai dan rajin ke Masjid, ternyata kehadiran mereka tidak bersama bapak atau ibunya, alias tidak didampingi karena bapak dan ibunya sedang bekerja/ada keperluan/atau memang tidak pernah ke Masjid.
Anak-anak yang tidak didampingi orangtua inilah yang sering terlupa dan tidak teridentifikasi, lalu dibiarkan mereka berada di Masjid, tidak ada yang mengatur atau menertibkan.
Padahal mengatasi persoalan anak-anak yang ke Masjid tidak bersama orangtua, Pengurus Masjid dapat mengatur keberadaan mereka, semisal dititipkan kepada jamaah. Tempatkan anak-anak di samping kiri atau kanan saf orangtua lain bapak atau ibu lain, untuk melindungi sekaligus membuat anak-anak menjadi tertib.