Mohon tunggu...
Supartono JW
Supartono JW Mohon Tunggu... Konsultan - Menulis di berbagai media cetak sejak 1989. Pengamat Pendidikan Nasional dan Humaniora. Pengamat Sepak Bola Nasional. Praktisi Teater.

Bekerjalah dengan benar, bukan sekadar baik

Selanjutnya

Tutup

Ramadan Pilihan

1445 H (6) Membuat Hati Nyaman, Bukan Meresahkan!

16 Maret 2024   10:33 Diperbarui: 16 Maret 2024   11:17 767
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Supartono JW

Orang-orang yang beriman, bertaqwa, cerdas akal, dan punya hati, tidak akan membuat orang lain, pihak lain: resah hati.

(Supartono JW.16032024)

Sabtu pagi (16/3/2024), di  lingkungan kami, cuaca mendung.  Hujan pun turun kembali. Tidak terasa bagi sebagian Umat Muslim di Indonesia, hari ini sudah ada yang memasuki hari ke-6, ada yang baru memasuki ibadah Ramadan ke-5.

Dari berbagai kisah dan kejadian kehidupan ini, rasanya banyak hal yang dapat saya tulis sebagai potret kejadian untuk artikel saya di 1445 H (6). Karenanya saya putuskan menulis "Membuat Hati Nyaman, Bukan Meresahkan!". Untuk mewakili hati-hati rakyat jelata/umat yang resah.

Meresahkan hati

Bila kita indentifikasi sikap dan perbuatan masyarakat, mulai dari rakyat jelata hingga pemimpin di negeri ini, apalagi dalam suasana proses Pemilu yang sedang berjalan, perbuatan yang meresahkan hati, pemicunya justru para elite dan pemimpin negeri kita sendiri.

Rakyat pun resah hati, ingin tahu kebenaran. Benarkah ada 58 dan 42 persen rakyat yang terbelah dalam proses Pemilu? Atau Kisah 58 dan 42 persen rakyat ini memang hanya rekaan. Bila benar ada rakyat yang tergolong menjadi pemilih Pemilu yang 58 persen, mereka rakyat yang mana, yang seperti apa? Lalu, 42 persen, mereka rakyat yang mana, yang seperti apa juga?

Selain hal tersebut, di negeri ini, terlalu banyak hal yang meresahkan hati rakyat. Sebab, sebagian rakyat mengganggap bahwa pemimpin negeri malah meneladani perbuatan yang tidak beretika dan tidak bermoral, demi melanggengkan kekuasaan. Sementara rakyat tetap dalam kebodohan, kemiskinan, dan penderitaan. Meski sudah memasuki bulan Ramadan.

Membuat nyaman

Terkait hal yang meresahkan ini, dalam artikel Ramadan, saya berharap di Masjid mana pun, janganlah Salat Tarawih dan hal-hal yang mendukungnya, membuat jamaah Masjid menjadi resah, sebab ada Masjid yang menyelenggarakan Program Salat Tarawih berlama-lama. Ini bukan malah membuat hati nyaman.

Selain para Imam yang bacaan Salatnya panjang-panjang, ada beberapa Masjid yang juga menyelipkan acara Kuis, Kultum, dan lainnya. Parahnya lagi, sudah Imam bacaan Salatnya panjang-panjang atau lambat, yang Kultum juga sering tidak menyadari, bahwa kepanjangan dari Kultum itu, kuliah tujuh menit. Tetapi faktanya, hampir rata-rata, petugas Kultum selalu memakai waktu lebih dari tujuh menit.

Sejatinya, rangkaian Salat Tarawih yang diselenggarakan, ada Kultumnya, ini sangat baik untuk jamaah dapat selalu menambah wawasan dan ilmu sekaligus merefeksi diri sekaligus menguatkan kualitas Iman dan Islamnya.

Apalagi ada Masjid yang menyelenggarakan Kultum setiap hari sebelum Salat Tarawih dilaksanakan. Tetapi bila yang Kultum selalu tidak melebihi waktu, Si PengKultum pun sudah termasuk bagian orang yang membuat resah Jamaah, selain Imam yang suka memanjangkan bacaan Salat.

Dari pengalaman khusus mengenai Salat Tarawih, Ramadan sekarang dan Ramadan sebelum-sebelumnya, persoalan ini, klasik. Secara pengalaman pribadi dan  yang saya dengar dari warga, ada yang berkisah bahwa Salat Tarawih di Masjid ini cepat. Di Masjid itu sebentar. Di Masjid sana lama. Intinya, mengapa warga sampai mengeluhkan dan membandingkan persolan cepat/sebentar/lama Salat Tarawih?

Dari berbagai literasi yang ada, ada yang menulis, dalam ibadah Salat, ada Ulama yang menegaskan bahwa Nabi Muhammad SAW menyebut sahabat yang mengimami Salat dengan cukup lama itu sebagai munaffir (meresahkan hati).

Selain itu, saya kutip dari NUOnline, Senin (8/8/2022) Rais Syuriyah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Bahauddin Nur Salim mengaku pernah menceritakan suatu hadits Nabi kepada seorang kiai yang Salatnya begitu khusyuk dan lama.

Beliau menyampaikan, bahwa Rasulullah SAW tidak pernah menegur orang yang Salatnya pendek, tetapi justru menegur kepada sahabat yang Salat lama.

Hal ini disampaikan dalam Dauroh Ilmiyah Merawat Tradisi Sanad Keilmuan Ulama Nusantara di Yayasan Al-Fachriyah, Tangerang, Banten, pada Senin (8/8/2022).

"Nabi tuh tidak pernah menegur orang yang shalat cepat. Yang ada tuh sanad menegur shalat lama," ujar kiai yang akrab disapa Gus Baha.

Selanjutnya, Gus Baha mengungkapkan bahwa meskipun tampaknya hal tersebut merupakan laku yang kurang baik, tetapi ia tetap memiliki sanadnya.

"Saya punya sanad. Ada gak sanad Nabi menegur shalat pendek, yang ada menegur shalat panjang," terang Gus Baha lagi.

Dalam literasi bahasa, maksud sanad berarti sandaran, yang kita bersandar padanya, dan berarti dapat diperpegangi, dipercayai. Sedangkan me- nurut istilah, sanad berarti keseluruhan rawy dalam suatu hadits dengan sifat dan bentuk yang ada.

Lebih lanjut, Gus Baha menegaskan bahwa Nabi Muhammad saw menyebut sahabat yang mengimami shalat dengan cukup lama itu sebagai munaffir (meresahkan hati). "Shalat yang terlalu lama itu munaffir. Kamu bikin orang tidak nyaman," katanya.

Sementara saya kutip dari Wajibbaca.com (29/9/2017), Ringkasnya: Rasullullah pernah marah besar, sebab ada Imam yang bacaan Salatnya panjang-panjang. Beliau langsung mengumpulkan kaum Muslimin dan menyampaikan pidatonya.

"Hai segenap manusia, sesungguhnya di antara kalian ada sikap yang membuat banyak orang menjauhi kebaikan (munaffir). Maka siapa saja yang menjadi imam dalam shalat, hendaklah dia memendekkan bacaan. Sebab di belakangnya ada orang tua renta, anak kecil, dan orang yang terdesak keperluan."

Hadits dengan derajat muttafaq 'alaih ini dikutip oleh Dr 'Ali Hasyimi dalam buku Membentuk Kepribadian Muslim Ideal menurut al-Qur'an dan as-Sunnah.

Kita semua dai

Dari kisah yang meresahkan hati khusus terkait rangkain Salat Tarawih, beberapa ulama dan orang cerdik pandai pun selalu berpesan. Siapa pun kita adalah dai.

Kita memiliki misi mengajak sebanyak mungkin umat manusia untuk merasakan indahnya Islam dan manisnya iman. Jangan sampai kita justru menjadi sebab bagi sebanyak mungkin orang hingga menghindar, menjauh, bahkan takut dengan Islam yang amat mulia.

Untuk itu, khususnya bagi kaum muslimin yang mendapat amanah menjadi Imam atau petugas Kultum, termasuk Khatib Jumat, bersikaplah bijak. Termasuk juga kepada pemimpin/pengurus Masjid, perhatikan betul terkait hal tersebut yang membuat jamaah tidak nyaman dan tidak khusu menjalankan ibadah, karena hatinya resah. Bahkan membuat ada jamaah yang malas hadir beribadah ke Masjid karena hal tersebut.

Wajib selalu diingat, membaca surat dalam Salat hukumnya sunnah. Sedangkan mengajak orang agar berislam dan istiqamah dalam Islam hukumnya wajib. Jangan sampai karena bacaan Imam terlalu panjang dalam Salat, lalu Kultum dan Khatbah terlalu lama,  menjadikan orang-orang menghindar, bahkan kaum Muslimin turut menjauh.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ramadan Selengkapnya
Lihat Ramadan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun