Bila sudah selesai dengan dirinya, ikhlas, selalu pandai bersyukur. Melakukan perbuatan baik, dilandasi oleh kebenaran, karena Allah. Bukan sekadar sandiwara untuk kepentingan dan demi mencari keuntungan pribadi atau golongan.(Supartono JW.13032024)
Ilustrasi: Minggu pagi, (10/3/2024), sekitar pukul 07.00 WIB, saya mendengar ada suara seperti orang memotong rumput liar di depan rumah. Saya pun bergegas mencari tahu. Ternyata, di depan rumah ada tetangga, yang ternyata sedang memotong rumput liar di dekat pot-pot bunga rumah saya.
"Maaf, Pak, saya inisiatif memotong rumput, sebab di dalamnya banyak sekali ulat bulu. Jadi biar tidak menyebar, saya potong rumputnya, ulatnya saya semprot obat, sekalian saya membersihkan rumput di kebon". Ujar tetangga saya yang dikenal sangat baik ini.
"Maaf, saya malah tidak tahu bila ada ulat. Rencana siang ini, saya baru mau mencabuti rumput-rumput itu. Maaf, jadi merepotkan". Ujar saya.
"Tidak merepotkan, Pak. Ini lagi musim ulat bulu. Jadi sekalian. Biar ulatnya tidak menyebar." Ujar tetangga yang baik ini.
Dari ilustrasi percakapan tersebut, yang merupakan kisah nyata, saya simpulkan, tetangga saya ini orang yang baik. Tidak hitungan. Prinsipnya menolong dan mencegah. Tetangga saya ini, pun terkenal ada bakat kebaikan, yang bisa jadi bawaan lahir atau keturunan.
Jadi, tetangga saya sudah berbuat baik yang benar. Bahkan tidak pamrih, sebab perbuatan baiknya, sudah susah dikalkulasi. Pun tidak ada udang di balik batu. Tidak mencari keuntungan pribadi.
Berbuat baik yang benar, sulit/mudah?
Berbuat baik yang benar, bisa sulit. Bisa juga mudah. Bagi orang-orang yang selalu pandai bersyukur. Sudah selesai dengan dirinya sendiri, maka berbuat baik yang benar, bak aliran darah di dalam tubuh manusia yang "sehat". Mengalir secara alami dan normal. Tidak ada paksaan, hambatan, atau penyumbatan.
Orang-orang yang sudah terbiasa berbuat baik yang benar, dasarnya selalu pandai bersyukur, sudah selesai dengan dirinya, agamanya kuat, pendidikannya mumpuni, kompeten dalam kehidupan seringkali juga karena ada faktor bakat dan keturunan.
Dapat dipastikan, perbuatan baiknya benar, ikhlas, karena tidak ada udang di balik batu, tidak ada maksud lain, apalagi karena demi mencari keuntungan dan kepentingan dari "hal baiknya".