Mohon tunggu...
Supartono JW
Supartono JW Mohon Tunggu... Konsultan - Pengamat pendidikan nasional dan sosial. Konsultan pendidikan independen. Prakitisi dan Narasumber pendidikan. Praktisi Teater. Pengamat sepak bola nasional. Menulis di berbagai media cetak sejak 1989-2019. Ribuan artikel sudah ditulis. Sejak 2019 rehat menulis di media cetak. Sekadar menjaga kesehatan pikiran dan hati, 2019 lanjut nulis di Kompasiana. Langsung meraih Kompasianer Terpopuler, Artikel Headline Terpopuler, dan Artikel Terpopuler Rubrik Teknologi di Akun Pertama. Ini, Akun ke-Empat.

Bekerjalah dengan benar, bukan sekadar baik

Selanjutnya

Tutup

Ramadan

1445 H (1): Memahami Perbedaan dan Keniscayaan

11 Maret 2024   10:54 Diperbarui: 11 Maret 2024   12:36 614
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Supartono JW

Janganlah perbedaan dijadikan senjata demi kepentingan dan mencari keuntungan. Sadarlah bahwa keniscayaan hanya milik Tuhan.

(Supartono JW.11032024)

Bulan Ramadan 1445 Hijriah, sudah hadir. Seluruh Umat Islam di seluruh dunia pun  telah bersiap menyambutnya dengan berbagai cara. Tidak terkecuali Umat Islam di Indonesia.

Di Indonesia, Minggu malam (10/3/2024) sudah ada yang melaksanakan Ibadah Tarawih. Sementara, hasil Sidang Isbat Pemerintah RI, menyatakan bahwa awal puasa dimulai 12 Maret 2024.

Perbedaan, keniscayaan

Sebab, bulan Ramadan tahun  ini, di +62 bertepatan dengan sedang berlangsungnya proses penghitungan suara hasil Pemilu (Pilpres dan Pileg), maka  penentuan awal Ramadan pun, menjadi hal yang signifikan seperti kasus Pemilu. Meski sebelum Pemilu, beberapa tahun belakangan ini, di +62 konsisten terjadi perbedaan awal bulan Ramadan.

Perbedaan itu pun terus dijadikan senjata pembenaran oleh siapa yang sedang menjabat duduk di pemerintahan. Dan, siapa yang ada di balik pemerintah. Hingga rakyat yang belum mendapat kesempatan terdidik dengan benar, menjadi seperti kerbau dicucuk hidung. Menurut saja apa yang diputuskan oleh pemerintah.

Sejatinya, dalam kehidupan ini, perbedaan adalah keniscayaan.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), keniscayaan adalah keadaan (hal) niscaya, yaitu tentu; pasti; tidak boleh tidak. Jadi, keniscayaan adalah keadaan yang sudah tentu atau sudah pasti. Keniscayaan adalah keadaan yang tidak boleh tidak atau tidak bisa tidak.

Dalam ajaran agama Islam di tegaskan bahwa Allah SWT menciptakan manusia menjadi berbangsa-bangsa, bersuku-suku, dengan perbedaan laki-perempuan, bentuk wajah, warna kulit, bahasa, adat istiadat, dan keyakinan agama.  Kemajemukan perbedaan itu adalah sebuah keniscayaan dari kehendak Allah. Jadi, keniscayaan adalah milik Allah. Keniscayaan itu milik Allah. Kita bisa mencapai-memperoleh "segala sesuatu" karena campur tengan Allah.

Karenanya, sebab perbedaan yang diciptakan Allah adalah keniscayaan, maka perbedaan itu diciptakan sebagai wujud anugerah. Bukan sebaliknya menjadi dasar permusuhan, yang dapat menghadirkan berbagai macam "ancaman" bagi bangsa dan negara ini.

Perbedaan yang diciptakan dari hasil pemikiran manusia, selamanya, serba relatif, tidak mutlak. Apalagi niscaya. Oleh sebab itu, perbedaan yang dihasilkan tentang apa pun, tidak boleh ada yang mengklaim diri paling benar. Ingat,  sekali lagi, kebenaran mutlak hanya milik Yang Maha Benar yaitu Allah SWT.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ramadan Selengkapnya
Lihat Ramadan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun