Mohon tunggu...
Supartono JW
Supartono JW Mohon Tunggu... Konsultan - Pengamat pendidikan nasional dan sosial. Konsultan pendidikan independen. Prakitisi dan Narasumber pendidikan. Praktisi Teater. Pengamat sepak bola nasional. Menulis di berbagai media cetak sejak 1989-2019. Ribuan artikel sudah ditulis. Sejak 2019 rehat menulis di media cetak. Sekadar menjaga kesehatan pikiran dan hati, 2019 lanjut nulis di Kompasiana. Langsung meraih Kompasianer Terpopuler, Artikel Headline Terpopuler, dan Artikel Terpopuler Rubrik Teknologi di Akun Pertama. Ini, Akun ke-Empat.

Bekerjalah dengan benar, bukan sekadar baik

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Di Balik Kurawa Ada Sengkuni?

1 Maret 2024   01:27 Diperbarui: 1 Maret 2024   02:04 373
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Supartono JW


Tetaplah berdoa untuk diri sendiri, meski masih "serba kurang" (baca: harta dan tahta) tetapi tetap berupaya untuk menjaga kekayaan pikiran dan hati. Sehingga tetap menjadi manusia yang tawadu, rendah hati dan pandai bersyukur. Dijauhkan diri ini dari watak Kurawa dan Sengkuni.

(Supartono JW.01032024)

Kehidupan di dunia, seharusnya dapat dimanfaatkan oleh manusia untuk berbuat kemaslahatan diri dan orang lain. Sehingga menjadi tabungan amal untuk kehidupan yang abadi, kelak.

Sayang, faktanya banyak manusia yang justru memanfaatkan waktu di dunia, yang ibarat "sekadar minum air seteguk", justru digunakan untuk berfoya dalam panggung sandiwara.

Bila tidak ada yang menasihati

Terjerumusnya manusia dalam perbuatan yang mudarat, yang teridentifikasi malah banyak dilakukan oleh manusia-manusia yang mengerti aturan dalam agama, undang-undang, hukum, norma, adat istiadat, tradisi, dan budaya, yang di dalamnya sarat nilai etika, dan moral.

Di negeri ini, juga sedang terjadi sandiwara yang kata berbagai pihak terstruktur, tersistem, dan masif dilakukan tanpa malu-malu oleh orang yang sedang memegang amanah menjadi pemimpin bangsa.

Peranan

Jujur, meski saya hanya sekadar  rakyat jelata, tetapi dalam pentas panggung sandiwara, beberapa kali saya dipercaya oleh salah satu sutradara teater terhebat di negeri ini, untuk memerankan tokoh Penasihat Raja dan Semar.

Di panggung sandiwara itu, rasanya seperti nyata, bahwa Raja adalah tetap manusia biasa. Manusia yang tetap butuh bantuan, nasihat, arahan, dalam menjalankan segala kebijaksanaannya, tindakannya, keputusannya, titahnya.

Setali tiga uang, dalam kehidupan sandiwara pewayangan, Semar bertindak sebagai pengasuh golongan kesatria (baik), sedangkan Togog sebagai pengasuh kaum kurawa, raksasa (jahat). Dapat dipastikan anak asuh Semar selalu dapat mengalahkan anak asuh Togog. Hal ini sesungguhnya merupakan simbol belaka. Semar merupakan gambaran perpaduan rakyat kecil sekaligus dewa kahyangan.

Bila saya kaitkan peran Penasihat Raja dan Semar dengan kehidupan nyata, seperti di negeri ini, sejatinya mustahil bila Raja akan berbuat salah dan menyimpang dalam membuat kebijakan, tindakan, keputusan, perbuatan, sikap, hingga titah. Apalagi melanggar aturan, UU, dan menciderai norma yang di dalamnya ada etika dan moral. Bila ada Penasihat Pemimpin yang mumpuni.

Atau ada tokoh semacam Semar yang dapat memandu Pemimpin. Sebab, pada hakikatnya, pemimpin negeri, pemimpin bangsa itu ibarat golongan kesatria. Bukan golongan kurawa yang pengasuhnya Togog. Apalagi seperti sosok Sengkuni.

Kisah Togog

Bila saya kutip yang dikisahkan oleh Ardisoma pada bagian awal serial komik legendaris Wayang Purwa dengan cover adegan Batara Guru menaklukan lembu Nandini, Togog semula adalah Batara Antaboga yang kemudian berubah bentuk menjadi manusia bermata besar dan bermulut besar, akibat bertempur melawan adiknya, yaitu Batara Ismaya (Semar) yang kemudian berubah bentuk menjadi manusia berperut dan berbokong besar dalam perebutan tahta kekuasaan tertinggi Swargaloka.

Sayang, pertempuran Antagona versus Ismaya mubazir, sebab akhirnya tahta Jongringsalaka malah diserahkan kepada Batara Manikmaya yang kemudian menjadi Batara Guru, bertangan empat, berkaki kecil, berleher biru serta bergigi taring.

Akibatnya, Togog dan Semar ditugaskan untuk turun ke marcapada untuk mendampingi para manusia menempuh perjalanan hidup di planet bumi.

Mirisnya, Togog mengalami kerusakan reputasi, karena harus mengasuh dan pendampingi para manusia yang dianggap berperilaku buruk, yaitu golongan Kurawa (jahat).

Sementara Semar memperoleh citra baik, sebab mendampingi para manusia yang dianggap berperilaku baik, yaitu Pandawa.

Di sini dapat dipastikan tugas Togog lebih berat dibanding tugas Semar. Parahnya, jumlah Kurawa yang ratusan dan jahat, tentu lebih susah diatasi dibanding tugas Semar yang hanya mengasuh lima orang. Apalagi, Togog bukan hanya menghadapi ratusan Kurawa jahat. Tetapi di balik Kurawa juga ada sosok Sengkuni.

Sengkuni

Sengkuni dalam Mahabharata adalah sosok yang sangat signifikan mempengaruhi perang besar antara Pandawa dan Kurawa. Sengkuni adalah dalang di balik berbagai intrik dan konspirasi pada perang Kurukshetra. Sering kali dipandang sebagai penjahat, namun juga dianggap sebagai tokoh yang brilian dalam memainkan peran. Karakternya cerdik, licik, dan ahli strategi. Ahli diplomasi dan menggunakan kelicikannya dalam merancang intrik dan memainkan peran di balik layar untuk mencapai tujuannya.

Jadi,  betapa berat tugas Togog. Bukan hanya harus mengasuh orang jahat. Tetapi juga harus melawan Sengkuni.

Kenyataan sekarang

Di panggung politik Indonesia sekarang, sepertinya belum pernah ada penasihat sekelas Penasihat Raja. Belum pernah ada sosok seperti Semar. Dan, sosok seperti Togog pun malah belum pernah lahir.

Padahal sosok kurawa begitu banyak. Sosok Sengkuni pun tidak hanya satu. Dengan begitu, mau di bawa ke mana negeri ini? Bila hanya dipenuhi Kurawa dan Sengkuni?

Kapan Togog akan hadir, menasehati para penguasa agar tidak berperilaku buruk? Kapan Togog akan menasihati penguasa yang menganggap perilaku yang dilakukan adalah yang terbaik bagi kepentingan diri sendiri di atas kepentingan negara, bangsa dan rakyat?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun