Mohon tunggu...
Supartono JW
Supartono JW Mohon Tunggu... Konsultan - Pengamat pendidikan nasional dan sosial. Konsultan pendidikan independen. Prakitisi dan Narasumber pendidikan. Praktisi Teater. Pengamat sepak bola nasional. Menulis di berbagai media cetak sejak 1989-2019. Ribuan artikel sudah ditulis. Sejak 2019 rehat menulis di media cetak. Sekadar menjaga kesehatan pikiran dan hati, 2019 lanjut nulis di Kompasiana. Langsung meraih Kompasianer Terpopuler, Artikel Headline Terpopuler, dan Artikel Terpopuler Rubrik Teknologi di Akun Pertama. Ini, Akun ke-Empat.

Bekerjalah dengan benar, bukan sekadar baik

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Mencari Berkah, Hidup Wajar Tanpa Topeng

26 Februari 2024   18:53 Diperbarui: 26 Februari 2024   18:53 352
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik


Manusia yang kaya pikiran dan kaya hati, akan melakukan sikap, perbuatan, kegiatan, hingga pekerjaan dan lainnya, yang ditekuni, jalani, apa adanya, wajar. Sesuai aturan dan norma. Tidak sebagai "topeng".

(Supartono JW.26022024)

Memahami berapa persen rakyat Indonesia yang sudah terdidik, sepertinya hanya sedikit rakyat Indonesia yang tahu tentang ini?

Ilustarasi Supartono JW
Ilustarasi Supartono JW
"Berpendidikan tinggi. Cerdas IQ dan EQ. Beragama dengan benar dan baik. Menjalankan kehidupan di lingkungan keluarga, masyarakat, dan kehidupan bernegara dengan adat istiadat dan budaya sesuai norma. Tidak culas, tidak licik, tidak bertopeng, tidak memihak kepentingan, adalah MUSUH TERBESAR "PENJAJAH" (baca: orang yang menguasai, menindas dan sebagainya)."(Supartono JW.26022024)

Berikutnya, ada pertanyaan:
(1) Apakah sikap, perbuatan, kegiatan, hingga pekerjaan dan lainnya, yang saya tekuni, jalani, nampak bermaslahat, padahal hanya "topeng"? Sebab, ada visi-misi dan tujuan terselubung untuk kepentingan pribadi demi jabatan, kekuasaan, dan harta.

(2) Berapa persen, saya "berbagi" dari harta yang saya dapatkan, untuk kemaslahatan masyarakat/umat sepanjang masih diberi nafas hidup?

(3) Berapa persen saya menjadi orang yang bertanggung jawab atas kewajiban-kewajiban kepada pihak lain, sementara saya sudah mendapatkan hak?

(4) Berapa persen dari setiap sikap, perbuatan, kegiatan, hingga pekerjaan dan lainnya, yang saya tekuni, jalani, saya hanya memanfaatkan dan mengambil keuntungan untuk kepentingan jabatan, kedudukan, kekuasaan, hingga harta yang sejatinya bukan hak saya?

(5) Berapa persen dalam hidup saya, sudah menjadi orang yang tahu diri, tahu berterima kasih, setelah orang lain membantu dalam mendidik dan mengembangan sikap, perbuatan untuk praktik kegiatan, hingga pekerjaan, dan lainnya, yang saya tekuni, jalani?

(6) Adakah saya termasuk orang yang takut kehilangan bukan milik?

(7) Apakah saya termasuk orang yang suka menahan rezeki orang lain? Suka menahan hak orang lain?

(8) Apakah dalam berderma, menyumbang, donasi, dan lainnya, saya orang yang pamrih?

(9) Jangankan uang/harta pribadi, uang/harta orang lain saja diambil untuk kepentingan dan keuntungan pribadi. Apakah saya orang yang seperti itu?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun