Jadi, nyatanya, dengan politik penjajah, mereka hingga saat ini terus dapat mencengkeram dan terus mengeruk keuntungan dari Indonesia, caranya dengan terus membuat rakyat bodoh, miskin, dan menderita.
Lihatlah paket bodoh, miskin, dan derita sesuai KBBI. Bodoh, tidak lekas mengerti, tidak mudah tahu atau tidak dapat (mengerjakan dan sebagainya), tidak memiliki pengetahuan (pendidikan, pengalaman). Miskin, tidak berharta, serba kekurangan (berpenghasilan sangat rendah). Dan, derita adalah sesuatu yang menyusahkan yang ditanggung dalam hati (seperti kesengsaraan, penyakit).
Dalam kontestasi politik 2024, ada kisah tentang Bantuan Sosial (bansos) yang dijadikan senjata dan ujung tombak oleh penjajah pribumi yang masih berupaya mempertahankan kekuasaan. Padahal bansos itu juga dari rakyat yang seharusnya untuk rakyat. Tetapi seenak perutnya dipolitisasi. Dengan bansos, diharapkan rakyat akan: (1) Bersyukur, (2) Berterima kasih, (3) Merasa berhutang budi, (4) Membalas hutang budi, di tengah kesulitan hidup yang mereka terus hadapi.
Sebelum bansos dibagikan dengan cara penjejah pribumi, yang pura-pura tutup mata, telinga, dan hati. Nampaknya skenario menaikkan harga-harga pokok yang itemnya sama dengan yang ada dalam kantong bansos, ini tidak disadari oleh rakyat yang bodoh, miskin, dan menderita. Sehingga, saat serangan bansos diguyurkan, rakyat yang merasa berhutang budi, tentu akan sangat enteng mencoblos gambar calon pemimpin dari kolega di lingkaran kekuasaan itu.
Tentu politik dan skenario akal sehat yang licik, akal sehat licik politik warisan penjajah kolonialisme wajib terus mereka mainkan. Bila sampai pemimpin mendatang lepas dari kelompok penjajah pribumi ini, bagi mereka akan sangat membahayakan di semua lini. Tentu, para cukong, pemodal akan berupaya sekuat daya demi mensuport kebutuhan dan logistik, demi mereka tetap aman mengeruk kekayaan Indonesia.
Mengapa rakyat yang berakal sehat masih bingung, karena tetap saja ada rakyat yang memihak kelompok penjajah pribumi ini? Jawabnya, salah satunya, barangkali, itu adalah rakyat yang (1) Bersyukur, (2) Berterima kasih, (3) Merasa berhutang budi, (4) Membalas hutang budi, karena politik licik penjajah pribumi ini.
Di samping rakyat tersebut yang tetap dibuat bodoh, miskin, dan menderita. Mereka juga didukung oleh rakyat yang pansos, rakyat yang berharap kecipratan rezeki dan jabatan dari kelompok penjajah pribumi ini. Bila diakumulasi, jumlahnya jadi tidak main-main. Rakyat berakal sehat yang licik, plus rakyat yang tetap dibikin bodoh, miskin, dan menderita, adalah sumber suara bagi mereka demi tetap dapat bertahan mengendalikan kekuasaan di negeri ini.
Semoga, saya dan kita semua, selalu menjadi rakyat yang berusaha lepas dari kebodohan. Berupaya lepas dari kemiskinan, sehingga tidak hidup menderita, karena selalu menggunakan akal sehat dan keberkahan dari penguasa bumi dan langit, yaitu Tuhan Yang Maha Esa. Tidak terjerumus memilih calon pemimpin bangsa ini yang mentalnya penjajah kolonialisme. Sangat membahayakan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H