Mohon tunggu...
Supartono JW
Supartono JW Mohon Tunggu... Konsultan - Menulis di berbagai media cetak sejak 1989. Pengamat Pendidikan Nasional dan Humaniora. Pengamat Sepak Bola Nasional. Praktisi Teater.

Bekerjalah dengan benar, bukan sekadar baik

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Saat Kebodohan, Kemiskinan, Penderitaan Dijadikan Ujung Tombak Mengais Suara

7 Februari 2024   09:45 Diperbarui: 7 Februari 2024   09:57 133
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Supartono JW

Bagaimana menyentuh rakyat yang masih/sengaja dibuat bodoh, miskin, dan menderita? Sentuh hati dan pikirannya yang "polos". Guyur dengan kebaikan sesaat yang tidak seberapa. Maka, rakyat yang masih bodoh, miskin, dan menderita, akan: (1) Bersyukur, (2) Berterima kasih, (3) Merasa berhutang budi, lalu (4) Membalas hutang budi di bilik suara, untuk mereka. Merekalah yang akan selalu dan selalu "menang banyak" karena memakai ilmu penjajah kolonialisme.

(Supartono JW.07022024)

Satu di antara politik penjajah kolonialisme adalah membuat rakyat yang dijajah tetap bodoh. Bodoh menjadikan rakyat tidak dapat melawan dan dapat selalu dijadikan bak kerbau dicucuk hidung, menurut saja kehendak orang lain tanpa membantah karena bodoh atau karena tidak berdaya melawan. Akibat bodoh, apa yang akhirny dapat dikerjakan dan diperbuat oleh orang bodoh? Jangankan dapat membantu kehidupan orang lain, untuk kehidupan dirinya sendiri saja, terus berkutat dengan kesusahan. Karena bodoh, maka sudah tentu miskin kecerdasan pikiran dan hati. Buah yang dapat dipetik dari kebodohan adalah kemiskinan. Kemiskinan, maka sama dengan penderitaan.

Bagaimana menyentuh rakyat yang sudah bodoh, miskin, dan menderita? Sentuh hati dan pikirannya yang "polos". Guyur dengan kebaikan sesaat yang tidak seberapa. Maka, rakyat yang bodoh, miskin, dan menderita, akan: (1) Bersyukur, (2) Berterima kasih, (3) Merasa berhutang budi, (4) Membalas hutang budi. Padahal, kebodohan, kemiskinan, dan penderitaan yang mereka alami, memang sengaja mereka ciptakan untuk rakyat. Agar penjajah kolonialisme dapat terus bertahan menjajah tanpa perlawanan dan aman ada di bumi jajahan. Dengan begitu, apa yang diinginkan dan dikendaki penjajah di bumi jajahan, tinggal mengambil dan memetiknya, untuk sebesar-besarnya keuntungan dan kepentingan mereka.

Atas kelicikan dan politik penjajah kolonialimse tersebut, nyatanya Indonesia dapat merdeka. Siapa yang membuat Indonesia merdeka, lepas dari penjajah yang licik dan politiknya terus membuat rakyat bodoh, miskin, dan menderita? Jawabnya adalah akal sehat. Akal sehat ini bersemayam di jiwa dan raga para pejuang kemerdekaan, dan akhirnya penjajah kolonialisme dapat dikalahkan, diusir dari bumi pertiwi. Indonesia akhirnya dapat merdeka.

Warisan penjajah

Sayangnya, sejak Indonesia merdeka, diperjuangkan oleh para pejuang Indonesia yang berakal sehat, ternyata sejak Indonesia merdeka 1945 hingga sekarang 2024, sebagian rakyat Indonesia yang berakal sehat, dan selalu berusaha menjadi pihak yang menguasai Indonesia, memimpin Indonesia, justru secara estafet, melanjutkan politik penjajah kolonialisme, dengan program andalan penjajah kolonialisme, tetap membuat rakyat Indonesia bodoh, miskin, dan menderita.

Dengan membuat rakyat tetap bodoh, miskin, dan menderita, akan sangat mudah membuat rakyat menjadi bersyukur, berterima kasih, merasa berhutang budi, dan akhirnya membalas hutang budi kepada pihak yang telah memberikan kebahagiaan sesaat. Yaitu hanya saat para penjajah yang melanjutkan politik penjajah kolonialisme ini membutuhkan "suara" rakyat demi dapat langgeng duduk di kursi jabatan dan kekuasaan.

Dengan dapat langgeng di kursi jabatan dan kekuasaan, maka penjajah pribumi ini, dapat berkolaborasi dengan para cukong yang memodali mereka, melanjutkan pesta mengeruk kekayaan alam Indonesia, untuk keuntungan dan kepentingan kelompok mereka.

Lihatlah, betapa ketakutannya, para penjajah pribumi ini akan kehilangan yang bukan milik mereka. Bila yang menjabat dan duduk di tampuk kekuasaan Indonesia, bukan lagi kolega dan kelompoknya, yang selama ini sudah saling bergandengan tangan mempertahankan kekuasaan dengan berbagai cara dan skenario.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun