Mohon tunggu...
Supartono JW
Supartono JW Mohon Tunggu... Konsultan - Pengamat pendidikan nasional dan sosial. Konsultan pendidikan independen. Prakitisi dan Narasumber pendidikan. Praktisi Teater. Pengamat sepak bola nasional. Menulis di berbagai media cetak sejak 1989-2019. Ribuan artikel sudah ditulis. Sejak 2019 rehat menulis di media cetak. Sekadar menjaga kesehatan pikiran dan hati, 2019 lanjut nulis di Kompasiana. Langsung meraih Kompasianer Terpopuler, Artikel Headline Terpopuler, dan Artikel Terpopuler Rubrik Teknologi di Akun Pertama. Ini, Akun ke-Empat.

Bekerjalah dengan benar, bukan sekadar baik

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Bila Tahu Malu, Tahu Etika ...

1 Februari 2024   14:18 Diperbarui: 1 Februari 2024   14:30 598
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik


Bila tidak pernah ikhlas. Tidak pernah menjadi diri sendiri. Hidupnya menjadi agunan orang lain/pihak lain. Takut kehilangan yang bukan milik. Maka, dalam bertindak, bersikap, berbuat, berbicara, dan lainnya, tidak akan tahu malu. Tidak akan patuh pada etika.

(Supartono JW.01022024)

Orang yang memiliki rasa malu, dapat dipastikan, dia bukan orang gila. Sebab, orang yang memiliki rasa malu, akan berbuat sesuai dengan makna malu. Dalam KBBI, satu di antara makna malu adalah merasa sangat tidak enak hati (hina, rendah, dan sebagainya) karena berbuat sesuatu yang kurang baik (kurang benar, berbeda dengan kebiasaan, mempunyai cacat atau kekurangan, dan sebagainya).

Sementara tiga makna gila di KBBI adalah (1) sakit ingatan (kurang beres ingatannya); sakit jiwa (sarafnya terganggu atau pikirannya tidak normal). (2) Makna gila berikutnya adalah tidak biasa; tidak sebagaimana mestinya; berbuat yang bukan-bukan (tidak masuk akal). (3) Arti selanjutnya terlalu; kurang ajar (dipakai sebagai kata seru, kata afektif); ungkapan kagum (hebat). (4) terlanda perasaan sangat suka (gemar, asyik, cinta, kasih sayang). Dan (5) tidak masuk akal.

Orang yang memiliki rasa malu, tentu juga dapat dipastikan, dia adalah orang yang beretika. Sebab, etika adalah ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk dan tentang hak dan kewajiban moral (akhlak). Artinya, orang yang beretika, selain mengetahui ilmu tentang etika, juga dapat mempraktikkan etika dalam kehidupan yang benar.

Tidak beretika, tidak tahu malu, seperti gila

Atas penjelasan dan memahami makna tentang malu, gila, dan etika tersebut, kini rakyat Indonesia yang tahu malu, tahu etika, khususnya dalam kontestasi politik, sangat prihatin melihat perilaku beberapa manusia yang bertindak, bersikap, berbuat, berbicara, dan lainnya seperti orang gila.

Semua dilakukan demi kepentingan-kepentingannya, sampai mengorbankan dirinya menjadi orang yang tidak tahu malu. Menjadi orang yang tidak beretika.

Wahai rakyat Indonesia, khususnya yang masih punya rasa malu dan masih tahu etika, akankah Anda-Anda juga mau mengorbankan diri ikut-ikutan bertindak, bersikap, berbuat, berbicara, dan lainnya seperti orang gila? Hanya sekadar karena Anda mendapatkan sesuatu yang instan? Hanya sekadar berharap akan kecipratan kebahagiaan semu?

Anda-Anda dan kita-kita ini, sebagai rakyat jelata, hanya dibutuhkan suaranya oleh mereka, demi mereka mendapatkan kekuasaan. Apa yang mereka tawarkan dan bagikan, juga milik kita, bukan dari mereka.

Mari gunakan akal pikiran dan hati yang cerdas, sehat. Tidak sakit jiwa. Tidak membiarkan negara ini kembali dijajah oleh penjajah pribumi. Setop penjajahan di Republik ini oleh orang-orang yang seperti orang gila. Karena sudah tidak memiliki rasa malu. Sudah tidak memiliki etika.

Lihatlah, di mana pun tempatnya, di koran, di media online, di medsos, di televisi, mereka orang-orang yang berbuat seperti orang gila, ketika ditanya dan didebat atas perbuatan yang tidak tahu malu dan tidak beretika, selalu pandai berargumentasi. Selalu ada jawaban pembelaan.

Tapi sayang, apa pun pembelaan dan jawaban pembenaran dari mereka. Rakyat sudah tahu. Itu hanya sekadar pembelaan. Tidak pernah mengakui telah berbuat salah. Tidak pernah mengakui telah berbuat memalukan. Tidak pernah merasa telah berbuat tidak beretika.

Menyedihkan, negeri ini, kini diteladani oleh orang-orang yang perbuatannya seperti orang gila. Ternyata, mereka jauh dari ekspetasi keteladanan negarawan. Memuakkan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun