Mohon tunggu...
Supartono JW
Supartono JW Mohon Tunggu... Konsultan - Menulis di berbagai media cetak sejak 1989. Pengamat Pendidikan Nasional dan Humaniora. Pengamat Sepak Bola Nasional. Praktisi Teater.

Bekerjalah dengan benar, bukan sekadar baik

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Setop, Comot-comot Dijadikan Tradisi dan Dibenarkan

23 Oktober 2023   20:05 Diperbarui: 23 Oktober 2023   20:26 107
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Supartono JW

Memprihatinkan, menyoal comot-comot menjadi budaya. Bila selama ini tradisi comot-comot sangat mendarah daging pada ranah sepak bola akar rumput, dalam politik pun tertular. Siapa yang menanam, merawat, dan membesarkan kader? Siapa yang tinggal memetik. Meski baru sebatas calon.

Manusia yang cerdas Intelegensi, cerdas personality, kaya pikiran dan kaya hati, tentu akan punya harga diri bila dicomot pihak lain. Tidak aka melupakan siapa yang telah mendidik, melatih, membina, membesarkan, dan merawatnya.

(Supartono JW.23102023)

Sesuai Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), arti comot adalah kotor sekali (seperti coreng-moreng, berlumur lumpur)

Nah, terkait kata comot, hari-hari terakhir ini, Indonesia, khususnya di ranah politik, gempitanya justru lebih semarak dibandingkan persiapan menyambut Piala Dunia U-17 2023, sebab negeri ini berkesempatan menjadi tuan rumah.

Namun, gonjang-ganjing di ranah politik yang selama ini terus menjadi gorengan berbagai pihak, akhirnya terjawab sesuai prasangka. Atau positifnya, sesuai prediksi.

Wali Kota Solo, Gibran Rakabuming Raka, akhirnya benar. Diumumkan sebagai calon wakil presiden (cawapres) pendamping Prabowo Subianto.

Meski begitu, Gibran  yang diusung Koalisi Indonesia Maju (KIM). Sebab, PDIP sudah mengusung pasangan Ganjar Pranowo - Mahfud MD, sebagai capres - cawapres,  masih belum mau berterus terang terkait nasibnya sebagai kader PDIP.

Namun, terkait statusnya sebagai kader partai berlambang kepala banteng moncong putih itu, Gibran mengaku sudah membicarakannya dengan Ketua DPP PDIP Puan Maharani di Jakarta pada Jumat lalu. Pertemuan tersebut dilakukan secara tertutup.

Seperti penjelasan Gibran, saat ditemui wartawan di Balai Kota Solo, Senin, 23 Oktober 2023. "Saya sudah berkomunikasi dengan Mbak Puan di Jumat malam kemarin. Mbak Puan dan Pak Arsjad (Arsjad Rasjid  Ketua Tim Pemenangan Nasional Ganjar-Mahud)," kata Gibran.

Saat itu, ketika disinggung terkait statusnya pasca pertemuan dengan elite PDIP, Gibran tidak menjelaskan lebih lanjut. Ia hanya menjawab dengan diplomatis, bahwa semuanya telah dibicarakan dengan Puan saat pertemuan tersebut.

Atas penjelasan Gibran, juga sikap para elite PDIP selama ini, sejatinya masyarakat dapat menilai. Mengapa seorang kader partai PDIP dapat dicomot oleh partai lain dan Koalisi lain.

Comot-comot di sepak bola akar rumput

Saya sebagai rakyat jelata, yang tidak pernah menjadi anggota partai politik mana pun, juga dapat menilai, mana yang benar dan mana yang salah. Bila dikaitkan dengan aturan dan etika. 

Yang pasti, ternyata, bila selama ini, di ranah sepak bola akar rumput Indonesia, comot-comot pemain sudah mendarah daging. Karena, sepertinya, Federasi Sepak Bola di negeri ini, justru malah melegalkan tradisi itu karena tidak pernah membuat regulasi tentang fungsi dan kedudukan wadah sepak bola akar rumput. 

Lebih parah lagi, malah tidak melindungi anak-anak yang menjadi pondasi cikal bakal pemain timnas sepak bola Indonesia. Juga tidak menghargai wadah, para pembina, dan para orangtua yang menjadi sponsor utama keberadaan dan hidupnya sepak bola akar rumput +62.

Karenanya, comot-comot pemain itu, sudah sangat-sangat lazim dan seolah malah jalan yang benar. Satu buktinya, siswa SSB yang ikut bermain dalam Kompetisi Elite Pro Academy, regulasinya wajib meminta Surat Keluar dari SSB yang telah menanam, merawat, mendidik, melatih, dan membina.

Surat Keluar adalah kata lain dari gratisan. Bahkan, tim-tim yang mencomot pemain ini punya skenario berbagai dalih, seperti menyelenggarakan Seleksi Terbuka. Tapi ada iuran pendaftarannya. Begitu terpilih, juga masih ada biaya lainnya. Luar biasa, bukan?

Saya pikir, di ranah partai politik, kasus Gibran dan Adiknya, adalah sesuatu yang baru di Indonesia. Comot-comot di ranah politik ini, apakah dapat disebut sebagai sebuah kreativitas atau inovasi, begitu?

Sekadar mendompleng atau memanfaatkan karena sedang berkuasa, apakah cara comot-comot itu dibenarkan? Legal? Sesuai etika?

Bahkan kisah comot-comot ini pun dapat diamati oleh masyarakat sebagai perbuatan yang terskenario dan terstruktur.

Pada akhirmya, saya hanya ingin mengatakan, siapa yang patut diteladani lagi. Karena comot-comot yang tidak sesuai peraturan dan etika, malah dicontohkan oleh para elite di negeri ini.

Apa harus dengan cara begitu, demi mendapatkan dan melanggengkan kekuasaan? Comot=kotor sekali?

Seharusnya, tradisi dan budaya comot ini, tidak dibiarkan tumbuh dan subur di Indonesia. 

Mari, minimal yang paham arti comot itu, kotor sekali, semoga terhindar dari perbuatan comot-comot. Dan, manusia yang cerdas Intelegensi, cerdas personality, kaya pikiran dan kaya hati, tentu akan punya harga diri bila dicomot pihak lain. Tidak aka melupakan siapa yang telah mendidik, melatih, membina, membesarkan, dan merawatnya.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun