Mohon tunggu...
Supartono JW
Supartono JW Mohon Tunggu... Konsultan - Menulis di berbagai media cetak sejak 1989. Pengamat Pendidikan Nasional dan Humaniora. Pengamat Sepak Bola Nasional. Praktisi Teater.

Bekerjalah dengan benar, bukan sekadar baik

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Setop, Comot-comot Dijadikan Tradisi dan Dibenarkan

23 Oktober 2023   20:05 Diperbarui: 23 Oktober 2023   20:26 107
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Supartono JW

Atas penjelasan Gibran, juga sikap para elite PDIP selama ini, sejatinya masyarakat dapat menilai. Mengapa seorang kader partai PDIP dapat dicomot oleh partai lain dan Koalisi lain.

Comot-comot di sepak bola akar rumput

Saya sebagai rakyat jelata, yang tidak pernah menjadi anggota partai politik mana pun, juga dapat menilai, mana yang benar dan mana yang salah. Bila dikaitkan dengan aturan dan etika. 

Yang pasti, ternyata, bila selama ini, di ranah sepak bola akar rumput Indonesia, comot-comot pemain sudah mendarah daging. Karena, sepertinya, Federasi Sepak Bola di negeri ini, justru malah melegalkan tradisi itu karena tidak pernah membuat regulasi tentang fungsi dan kedudukan wadah sepak bola akar rumput. 

Lebih parah lagi, malah tidak melindungi anak-anak yang menjadi pondasi cikal bakal pemain timnas sepak bola Indonesia. Juga tidak menghargai wadah, para pembina, dan para orangtua yang menjadi sponsor utama keberadaan dan hidupnya sepak bola akar rumput +62.

Karenanya, comot-comot pemain itu, sudah sangat-sangat lazim dan seolah malah jalan yang benar. Satu buktinya, siswa SSB yang ikut bermain dalam Kompetisi Elite Pro Academy, regulasinya wajib meminta Surat Keluar dari SSB yang telah menanam, merawat, mendidik, melatih, dan membina.

Surat Keluar adalah kata lain dari gratisan. Bahkan, tim-tim yang mencomot pemain ini punya skenario berbagai dalih, seperti menyelenggarakan Seleksi Terbuka. Tapi ada iuran pendaftarannya. Begitu terpilih, juga masih ada biaya lainnya. Luar biasa, bukan?

Saya pikir, di ranah partai politik, kasus Gibran dan Adiknya, adalah sesuatu yang baru di Indonesia. Comot-comot di ranah politik ini, apakah dapat disebut sebagai sebuah kreativitas atau inovasi, begitu?

Sekadar mendompleng atau memanfaatkan karena sedang berkuasa, apakah cara comot-comot itu dibenarkan? Legal? Sesuai etika?

Bahkan kisah comot-comot ini pun dapat diamati oleh masyarakat sebagai perbuatan yang terskenario dan terstruktur.

Pada akhirmya, saya hanya ingin mengatakan, siapa yang patut diteladani lagi. Karena comot-comot yang tidak sesuai peraturan dan etika, malah dicontohkan oleh para elite di negeri ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun