sepak bola dan teater, sedikit tahu tentang kehidupan, saya selalu berupaya membantu  diri sendiri dan masyarakat agar menemukan diri menjadi manusia yang berkarakter, berbudi pekerti luhur, dan rendah hati, melalui wadah sepak bola dan teater yang saya ikuti dan saya buat.
Meski saya hanya rakyat jelata. Tidak punya kedudukan dan jabatan. Bukan orang kaya harta, bukan  orang yang kelebihan uang. Hanya dengan sedikit ilmu, sedikit pengalaman, sedikit tahu tentangCiri berbudi pekerti luhur dan rendah hati itu, sopan, santun, beretika,  suka menolong, tahu kesulitan orang lain, tahu diri, punya simpati-empati, selalu peduli, tahu berterima kasih, tahu cara meminta maaf, tahu cara meminta tolong, tahu membalas budi, tidak egois, tidak individualis, tidak mementingkan diri sendiri, pola berpikir atau mindsetnya tidak parsial, tetapi komprehensif. Kreatif, imajinatif, inovatif. Selalu bersyukur dan menjadi orang yang pandai bersyukur.
(Supartono JW.25092023)
Pengamat pendidikan nasional, sastra, dan sosial. Pengamat sepak bola nasional
Selain program Latihan Dasar Kepemimpinan/Keorganisasian Siswa/ Masiswa/ Karyawan/Pegawai (LDKS/ LDKM/LDKK/ LDKP) yang dilakukan secara formal, akademis, serta tersturkutur dan berkesinambungan, banyak program kegiatan nonformal kekeluargaan, kemasyarakatan, kesenian, olah raga dan lainnya yang dapat membantu sesorang terbentuk karakternya menjadi berbudi pekerti luhur dan rendah hati.
Bawaan, keturunan, dan hasil pendidikan-pembinaan
Dari berbagai literasi, dapat disimpulkan bahwa manusia yang berbudi pekerti luhur dan rendah hati, sejatinya ada yang bawaan dari sejak lahir, ada bakat dari keturunan orangtua, nenek moyangnya.  Ada pula yang bukan bawaan atau bukan bakat sejak lahir karena  orangtua dan nenek moyangnya bukan orang yang berbudi pekerti luhur dan rendah hati.
Manusia yang berbudi pekerti luhur dan rendah hati pun dapat diidentifikasi dengan ciri-ciri: sopan, santun, beretika, Â suka menolong, tahu kesulitan orang lain, tahu diri, punya simpati-empati, selalu peduli, tahu berterima kasih, tahu cara meminta maaf, tahu cara meminta tolong, tahu membalas budi, tidak egois, tidak individualis, tidak mementingkan diri sendiri, pola berpikir atau mindsetnya tidak parsial, tetapi komprehensif. Selalu bersyukur dan menjadi orang yang pandai bersyukur.
Parsial adalah sebagian saja, yang menguntungkan dirinya saja. Tidak komprehensif, yaitu pola pikir global, pola pikir terbuka dan non-eksklusif (tertutup), yaitu  memiliki sikap menghargai pemikiran orang lain dan kemampuan beradaptasi dengan keragaman. Berpikir yang maslahat untuk kelompok, kekeluargaan, tim, masyarakat, hingga untuk kepentingan bangsa dan negara.
Namun, bicara berbudi pekerti luhur dan rendah hati, saat dimulai  melalui proses kehidupan yang benar. Jiwa (pikiran, hati) dan raganya dirawat, didik, dibina dengan benar dan baik oleh orangtua, sekolah, kampus, instansi, institusi, hingga kegiatan  nonformal, kekeluargaan, dan kemasyarakatan. Lalu, hasilnya dipraktikkan dalam kehidupan sehari-hari dalam lingkungan sesorang tinggal, sekolah, kuliah, bekerja, hingga dalam beradaptasi di tengah masyarakat hingga dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Sayang, dalam praktik dan faktanya, dalam kehidupan nyata, banyak manusia yang tetap gagal berkarakter berbudi pekerti luhur dan rendah hati, kendati sudah melalui proses jiwa dan raganya dirawat, dididik, dibina dengan benar dan baik oleh orangtua, sekolah, kampus, instansi, institusi.